Kebangkitan Islam dari Eropa semakin menguat, salah satunya dengan pertumbuhan populasi Muslim di Peracis yang terus bertambah dari hari ke hari.
Islamedia - Kebangkitan Islam dari Eropa semakin menguat, salah satunya dengan pertumbuhan populasi Muslim di Peracis yang terus bertambah dari hari ke hari.
Islam mulai berkembang di Perancis pada akhir abad ke-19 dan awal ke-20 M.
Bahkan, pada 1922, telah berdiri sebuah masjid yang sangat megah bernama Masjid Raya Yusuf di ibu kota Prancis, Paris. Hingga kini, lebih dari 1.000 masjid berdiri di seantero Prancis. Di negara ini, Islam berkembang melalui para imigran dari Afrika, seperti Aljazair, Libya, Maroko, Mauritania, dan lainnya.
Sekitar 1960-an, ribuan buruh Arab berimigrasi (hijrah) secara besar-besaran ke daratan Eropa, terutama di Prancis. Saat ini, jumlah penganut agama Islam di Prancis mencapai tujuh juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, Prancis menjadi negara dengan pemeluk Islam terbesar di Eropa. Menyusul kemudian negara Jerman sekitar empat juta jiwa dan Inggris sekitar tiga juta jiwa.
Peran buruh migran asal Afrika dan sebagian Asia membuat agama Islam berkembang dengan pesat. Mereka mendirikan komunitas atau organisasi untuk mengembangkan Islam.
Secara perlahan- lahan, penduduk Prancis pun makin banyak yang memeluk Islam. Karena pengaruhnya yang demikian pesat itu, Pemerintah Prancis sempat melarang buruh migran melakukan penyebaran agama, khususnya Islam.
Pemerintah Prancis khawatir organisasi Islam yang dimotori para buruh tersebut akan membuat pengkotak-kotakan masyarakat dalam beberapa kelompok etnik. Sehingga, dapat menimbulkan disintegrasi dan dapat memecah belah kelompok masyarakat. Tak hanya itu, pintu keimigrasian bagi buruh-buruh yang beragama Islam pun makin dipersempit, bahkan ditutup.
Meski demikian, masyarakat Arab yang ingin berpindah ke Prancis tetap meningkat. Pintu ke arah sana semakin terbuka. Pelajar Muslim Pada tahun 1970-an, imigran Muslim kembali mendatangi negara pencetus trias politica itu. Kali ini, para pelajar Mus lim yang datang ke Prancis untuk menuntut ilmu. Kedatangan para pelajar ini menjadi faktor penting yang mengambil peran besar dalam mendorong penyebaran Islam di jantung negeri Napoleon Bonaparte ini.
Pada 1985, diselenggarakan konferensi besar Islam yang dibiayai Rabithah Alam Islami (Organisasi Islam Dunia). Turut serta dalam konferensi itu 141 negara Islam dengan keputusan mendirikan Federasi Muslim Prancis.
Peristiwa besar ini tidak luput dari perhatian dunia, mengingat kehadiran umat Islam di salah satu negara Eropa selalu menjadi dilema bagi para penguasa setempat, terutama yang menyangkut ketenagakerjaan (buruh) dan masalah sosial.
Hasil konferensi dan terbentuknya fe derasi Muslim itu berhasil mempersatukan sebanyak 540 buah organisasi Islam di seluruh Prancis dan melindungi 1.600 buah masjid, lembaga-lembaga pendidikan Islam, dan gedung-gedung milik umat Islam.
Dengan kondisi ini, barisan umat Islam pun semakin kokoh. Yang lebih meng gembirakan lagi, kebanyakan anggota federasi yang menjalankan roda orga nisasi justru berasal dari kaum muda-mudi Muslim berkebangsaan Prancis sendiri.
Federasi ini bertujuan berperan aktif dalam menyukseskan kegiatan keislaman di Prancis dan memberikan pengetahuan dan pendidikan tentang Islam kepada warga Prancis.
Lembaga ini berperan besar dalam menjembatani umat Islam Prancis dengan pemerintah setempat, terutama dalam menyuarakan kepentingan umat Islam. ‘’Dengan kesepakatan ini, umat Islam punya hak yang sama dengan umat Katolik, Yahudi, dan Protestan,’’ kata seorang menteri di pemerintahan.
Organisasi itu merupakan gabungan dari tiga organisasi besar Islam di Prancis, yakni Masjid Paris, Federasi Nasional Muslim, dan Persatuan Organisasi Islam Prancis. Pelarangan Jilbab Prancis, yang juga terkenal sebagai negara mode ini, pernah melarang Muslimah menggunakan jilbab sekitar 1989.
Pelajar Muslimah dikeluarkan dari kelas karena memakai jilbab, pekerja Muslimah dipecat dari kantornya karena mengenakan jilbab. Namun, mereka tidak menyerah begitu saja.
Umat Islam Prancis menggoyang Paris dengan aksi-aksi demo menuntut kebebasan. Dan, umat Islam di berbagai negara pun turut melakukan protes atas kebijakan tersebut. Akhirnya, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan pada 2 November 1992 yang memperbolehkan para siswi Muslimah untuk mengenakan jilbab di sekolah-sekolah negeri.
Sekarang, tampilnya wanita-wanita berjilbab di Prancis menjadi satu fenomena keislaman yang sangat kuat di ne ge ri tersebut. Mereka bukan hanya hadir di masjid-masjid atau pusat-pusat ke islaman, melainkan juga di sekolah-sekolah negeri, perguruan tinggi negeri, dan tempat-tempat umum lainnya. Umat Islam di Prancis memiliki peran an yang penting dalam semua sektor.
sumber : Harian Republika
[islamedia].
Islam mulai berkembang di Perancis pada akhir abad ke-19 dan awal ke-20 M.
Bahkan, pada 1922, telah berdiri sebuah masjid yang sangat megah bernama Masjid Raya Yusuf di ibu kota Prancis, Paris. Hingga kini, lebih dari 1.000 masjid berdiri di seantero Prancis. Di negara ini, Islam berkembang melalui para imigran dari Afrika, seperti Aljazair, Libya, Maroko, Mauritania, dan lainnya.
Sekitar 1960-an, ribuan buruh Arab berimigrasi (hijrah) secara besar-besaran ke daratan Eropa, terutama di Prancis. Saat ini, jumlah penganut agama Islam di Prancis mencapai tujuh juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, Prancis menjadi negara dengan pemeluk Islam terbesar di Eropa. Menyusul kemudian negara Jerman sekitar empat juta jiwa dan Inggris sekitar tiga juta jiwa.
Peran buruh migran asal Afrika dan sebagian Asia membuat agama Islam berkembang dengan pesat. Mereka mendirikan komunitas atau organisasi untuk mengembangkan Islam.
Secara perlahan- lahan, penduduk Prancis pun makin banyak yang memeluk Islam. Karena pengaruhnya yang demikian pesat itu, Pemerintah Prancis sempat melarang buruh migran melakukan penyebaran agama, khususnya Islam.
Pemerintah Prancis khawatir organisasi Islam yang dimotori para buruh tersebut akan membuat pengkotak-kotakan masyarakat dalam beberapa kelompok etnik. Sehingga, dapat menimbulkan disintegrasi dan dapat memecah belah kelompok masyarakat. Tak hanya itu, pintu keimigrasian bagi buruh-buruh yang beragama Islam pun makin dipersempit, bahkan ditutup.
Meski demikian, masyarakat Arab yang ingin berpindah ke Prancis tetap meningkat. Pintu ke arah sana semakin terbuka. Pelajar Muslim Pada tahun 1970-an, imigran Muslim kembali mendatangi negara pencetus trias politica itu. Kali ini, para pelajar Mus lim yang datang ke Prancis untuk menuntut ilmu. Kedatangan para pelajar ini menjadi faktor penting yang mengambil peran besar dalam mendorong penyebaran Islam di jantung negeri Napoleon Bonaparte ini.
Pada 1985, diselenggarakan konferensi besar Islam yang dibiayai Rabithah Alam Islami (Organisasi Islam Dunia). Turut serta dalam konferensi itu 141 negara Islam dengan keputusan mendirikan Federasi Muslim Prancis.
Peristiwa besar ini tidak luput dari perhatian dunia, mengingat kehadiran umat Islam di salah satu negara Eropa selalu menjadi dilema bagi para penguasa setempat, terutama yang menyangkut ketenagakerjaan (buruh) dan masalah sosial.
Hasil konferensi dan terbentuknya fe derasi Muslim itu berhasil mempersatukan sebanyak 540 buah organisasi Islam di seluruh Prancis dan melindungi 1.600 buah masjid, lembaga-lembaga pendidikan Islam, dan gedung-gedung milik umat Islam.
Dengan kondisi ini, barisan umat Islam pun semakin kokoh. Yang lebih meng gembirakan lagi, kebanyakan anggota federasi yang menjalankan roda orga nisasi justru berasal dari kaum muda-mudi Muslim berkebangsaan Prancis sendiri.
Federasi ini bertujuan berperan aktif dalam menyukseskan kegiatan keislaman di Prancis dan memberikan pengetahuan dan pendidikan tentang Islam kepada warga Prancis.
Lembaga ini berperan besar dalam menjembatani umat Islam Prancis dengan pemerintah setempat, terutama dalam menyuarakan kepentingan umat Islam. ‘’Dengan kesepakatan ini, umat Islam punya hak yang sama dengan umat Katolik, Yahudi, dan Protestan,’’ kata seorang menteri di pemerintahan.
Organisasi itu merupakan gabungan dari tiga organisasi besar Islam di Prancis, yakni Masjid Paris, Federasi Nasional Muslim, dan Persatuan Organisasi Islam Prancis. Pelarangan Jilbab Prancis, yang juga terkenal sebagai negara mode ini, pernah melarang Muslimah menggunakan jilbab sekitar 1989.
Pelajar Muslimah dikeluarkan dari kelas karena memakai jilbab, pekerja Muslimah dipecat dari kantornya karena mengenakan jilbab. Namun, mereka tidak menyerah begitu saja.
Umat Islam Prancis menggoyang Paris dengan aksi-aksi demo menuntut kebebasan. Dan, umat Islam di berbagai negara pun turut melakukan protes atas kebijakan tersebut. Akhirnya, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan pada 2 November 1992 yang memperbolehkan para siswi Muslimah untuk mengenakan jilbab di sekolah-sekolah negeri.
Sekarang, tampilnya wanita-wanita berjilbab di Prancis menjadi satu fenomena keislaman yang sangat kuat di ne ge ri tersebut. Mereka bukan hanya hadir di masjid-masjid atau pusat-pusat ke islaman, melainkan juga di sekolah-sekolah negeri, perguruan tinggi negeri, dan tempat-tempat umum lainnya. Umat Islam di Prancis memiliki peran an yang penting dalam semua sektor.
sumber : Harian Republika
[islamedia].