
Gubernur Libya , Pietro Badoglio beberapa kali mengajukan perdamaian agar Omar dan pasukannya tak lagi mengganggu tentara Italia. Namun, Omat tetap melawan dan membangun kembali pasukan Libya , serta menyatakan konfrontasi terhadap Jenderal Rodolfo Graziani.
Ketidakmampuan pasukan Italia membungkam perlawanan rakyat Libya menarik perhatian Pemimpin Italia Benito Mussolini. Dia segera memerintahkan para jenderalnya untuk membawa 100 ribu rakyat Gebel ke kamp konsentrasi yang berlokasi di pinggir pantai. Tak hanya itu, mereka juga menutup perbatasan Libya dan Mesir guna mencegah bantuan internasional terhadap Omar dan pasukannya.
Taktik keji ini berhasil memicu Omar dan pasukannya untuk menyerang. Namun, tanpa bantuan dari Mesir membuat kekuatan mereka terus berkurang. Sementara, hari demi hari rakyat Gebel kelaparan dan meninggal dunia. Upaya Senusite untuk mencari bantuan terus dipatahkan berkat bantuan dari AU Italia.
Meski usianya semakin senja,dan kekuatannya terus berkurang, Omar tak mau mengendurkan serangan hingga akhirnya tertangkap oleh pasukan Italia dalam sebuah penyergapan di dekat Slona pada 11 September 1931. Penangkapan itu tak lepas dari upaya Italian untuk mendapatkan informasi dari informan lokal mereka.
Pemerintah segera mengadilinya, dan menuduhnya telah melakukan kejahatan berat. Pengadilan menjatuhkan hukuman gantung terhadap pria berusia 73 tahun ini, tanpa mengindahkan perjanjian Genewa untuk mempertimbangkan kesehatan dan usianya yang lanjut.
Tepat pada 16 September 1931, Omar tewas di tiang gantungan. Namun, hukuman itu tak membuat Omar merasa gentar. Saat ditanya soal permintaan terakhirnya, Omar hanya menjawab, "Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un (sesungguhnya kita semua adalah milik Allah dan kita semua akan berpulang kepadanya)."
Impiannya untuk memerdekakan Libya dari penjajahan baru terjadi setelah berakhirnya perang dunia kedua. Setelah sempat di bawah kekuasan pasukan sekutu, Libya baru merasakan kemerdekaannya dari Italia pada 1953. [merdeka/islamedia]