Sahabat, Pantaskah Kita Mendapatkan Nikmat Allah?
Islamedia.co - Pernahkah kita merenungi
setiap kumpulan sel yang terbentuk menjadi tubuh sempurna ini? Pernahkah kita
membayangkan wajah kita seperti sekarang ini, punya telinga yang bisa
mendengar, punya mata yang selalu melihat, punya tangan yang bisa
menggenggam dan punya jantung yang diluar nalar bisa bergerak dengan
sendirinya?
Sahabat,
Hidup kadang tak ubahnya
seperti untaian benang panjang yang punya dua warna. Silih berganti warna itu
menghias untaian benang. Ada warna suka, ada duka. Benang akan tampak menarik
ketika terhias suka. Dan, akan dibenci ketika warna duka terlalui.
Namun demikian, sebagian
orang kadang lupa bahwa seperti itulah warna kehidupan. Mungkin, keterbatasan
rasa manusia yang bahagia ketika suka. Dan sedih ketika duka. Tak jarang,
keterbatasan itu pun menggiring pandangannya kepada Pembuat Hidup. Bahwa, suka
adalah kemuliaanNya. Dan, duka adalah penghinaanNya.
Dalam surah Al-Fajr ayat 15
dan 16, Allah swt berfirman, “Ada pun manusia apabila Tuhannya mengujinya
lalu dimuliakanNya dan diberiNya kesenangan, maka dia berkata, ‘Tuhanku telah
memuliakanKu. Ada pun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka
dia berkata, ‘Tuhanku menghinakanku.”
Sahabat, Pantaskah Kita
Mendapatkan Nikmat Allah?
Sementara Allah
SWT memberikan nikmat Islam kepadaku. Nikmat yang menerangi jalanku.
Nikmat yang menunjukan jalan menuju keselamatan. Nikmat yang memberi petunjuk
untuk sukses dunia akhirat. Padahal kita selalu lengah dalam mengarungi jalan yang
Allah karuniakan,
kita selalu salah dalam melangkah, kita tidak merenungi nikmat Islam itu.
Sahabat, Pantaskah Kita
Mendapatkan Nikmat Allah?
Sementara masih sering
terulang dimana shalat dhuha jarang sekali kita lakukan, kalau toh kita lakukan
dengan terburu buru karena ada kerjaan, ketika qiyamullail dengan kepala hampir
jatuh tertidur karena ngantuk, shalat lima waktu? selalu diujung waktu, nyaris
abis tuh waktu, dhuhur mendekati ashar, ashar mendekati magrib, magrib mendekati isya dan isya menjelang
subuh, subuh ketiduran udah gitu milih ayatnya yang pendek- pendek saja agar
cepet selesai. Tidak pake doalah karena beranggapan
ALLAH
pasti tahu apa yang kita inginkan tanpa berdoa, lipat sajadah dan kabur mengejar dunia.
Astahgfirullahaladhzim.
Padahal ketika kita
Sholat kita membaca Syahadat, kita berikrar, bersumpah, bersaksi bahwa tiada
Illah yang pantas disembah selain ALLAH dan Muhammad SAW adalah Rasul ALLAH.
Itu artinya kita harus tunduk, patuh, ta’at atas perintah – perintah ALLAH dan
menjahui segala larangan-Nya, dan Muhammad SAW adalah suri tauladan kita yang
harus kita jadikan contoh dalam kehidupan kita. Namun apa yang terjadi??? Semua
itu hanyalah bualan, hanyalah omong kosong, hanyalah janji-janji tanpa arti
yang keluar dari mulut kita. Boleh jadi Bersyahadat ketika kita Sholat,
ALLAHUAKBAR ketika diatas hamparan sajadah, ALLAHUAKBAR ketika sholat
berjama’ah. Tapi ketika kita dikampus, dikantor didalam kehidupan keseharian
kita yang ada hanyalah Kepentingan- kepentingan Akbar, Duniawi Akbar,
Nafsu-nafsu Akbar. Seringkali kita melanggar aturan – aturan ALLAH dalam
keseharian kehidupan kita. Baik sadar atupun tidak sadar, sengaja ataupun tidak
sengaja sehingga perlahan tapi pasti, dan dengan pasti pulalah kita berbuat
dosa. Sholat iya, bermaksiat iya, sholat iya, berbuat dosa iya, Bersedekah iya,
tapi korupsipun iya, sholat iya tapi menyakiti perasaan orang lain iya,
menghina orang lain iya, mengambil dan merampas hak-hak orang lain pun iya.
Dari mulut kita berdzikir, dari mulut kita bertasbih, dari mulut kita
beristighfar memohon ampunan ALLAH. Tapi dari mulut juga kita menghina,
menggunjing, menyakiti perasaan saudara kita, dari mulut kita berbohong, bahkan
dari mulut juga kita masukkan makanan Haram. Lantas dimanakah pembuktian
Syahadat kita?? dimana Pembuktian Innasholati wanusuki wamahyaaya wamamaati
lillaahirabbilaalamin (sesungguhnya sholatku,ibadahku, dhidupku dan matiku
hanya untuk ALLAH). Apaakah itu bukti pemanfaatan nikmat Allah? Apakah
itu bukti kecintaan kita kepada Allah?
Sahabat, Pantaskah Kita
Mendapatkan Nikmat Allah?
Saat ini masih sering
terjadi kita membaca AlQur’an kalau sempet padahal kita tahu bahwa petunjuk
hidup kita ada disana, bahwa AlQuran adalah surat cinta dari
sang Khalik,
okelah sesekali kita baca tapi itu pun kalau sempet, tanpa memahami arti dan
maknanya alias asal baca, asal kedengeran merdu ditelinga
kita dan ternyata ayat-ayat yang mengalir tak jua membuat dada ini bergetar,
padahal tanda-tanda orang beriman itu adalah “ketika dibacakan ayat-ayat
ALLAH maka tergetarlah hatinya“. Seperti inikah bukti pemanfaatan nikmat
Allah? Pantaskah kita mengaku beriman?? Tatkala berbuat dosa terasa begitu
aman. Pantaskah kita mengaku beriman??Tatkala berbuat dosa sudah terbiasa. Pantaskah
kita mengaku beriman ketika dosa kian hari kian menumpuk,
tetapi
hati kita masih terasa begitu tentram.
Sahabat, Pantaskah Kita
Mendapatkan Nikmat Allah?
Sementara kita selalu
mengeluh disetiap kegagalan yang selalu kita dapatkan dalam usaha-usaha kita.
Padahal Allah telah mengajarkan arti sebuah kesuksesan dari kegagalan itu
sendiri. Ketika kita mampu mengambil pelajaran dari setiap kegagalan kita,
disitulah pintu kesuksesan dekat dengan diri kita. Allah sudah mempersiapkan
nikmat kesuksesan itu didekat kita, disekeliling kita, didepan mata kita,
didekat genggaman kita. Namun, kadang kita sudah mudah menyerah dari hanya
sedikit kegagalan saja. Kadangkala setelah kesuksesan itu kita raih, kita lupa
siapa yang membarikannya. Jadi, ketika nikmat Allah diterjemahkan hanya
dari satu sisi yaitu kesenangan, di situlah orang terjebak dalam kedangkalan
nalarnya sendiri. Mereka akan bersyukur dan berterima kasih kepada Allah,
kepada Yang Maha Pencipta, atas segala nikmatNya. Namun, ketika anugerah
menempati sisi lain yang tak sesuai harapan (kegagalan), syukur dan terima
kasihnya lenyap. Syukurnya menguap bersama kecewanya dan berkata: ‘Allah
menghinakan saya’
Sahabat, Pantaskah Kita
Mendapatkan Nikmat Allah?
Sementara kita selalu
mengeluh atas setiap kebijakan orang tua kita. Ketika uang jajan kita Ibu
kurangin, hanya sedikit berkata ‘terima kasih’ itupun dengan sinis. Padahal,
Ibu sungguh dengan penuh cinta dan syukur dengan nikmat Allah, merelakan
dirinya selama 9 bulan untuk membawa dan melindungi kita kemanapun dan
kapanpun. Padahal, Ibu yang mengajarkan kita arti kelembutan, arti kemurahan
hati, arti kedewasaan dan arti kehidupan ini. Padahal, Ibu yang membelai kita
dikala kita bersedih, selalu mendoakan kita dikala kita sedang bepergian agar
anaknya diberikan keselamatan, selalu tersenyum walau kadang kita selalu
menyakitinya.
Sahabat, Pantaskah Kita
Mendapatkan Nikmat Allah?
Sementara, kita tidak
memanfaatkan sikap ‘kepedeulian’ kita yang telah
Allah berikan spesial untuk kita. Tetapi kita tidak menggunakannya dengan baik.
Padahal diluar sana, disetiap lampu merah, disetiap terminal, disetiap sudut
kota, disetiap gerbang kantor, kampus dan mall. Mereka selalu ada, mereka
selalu berusaha meminta sikap kepedulian kita, mereka memohon untuk sedikit
membagi kelebihan diri kita.
Apakah kita pernah berfikir?
Bagaimana mereka mencari sesuap nasi untuk setiap makannya, mencari
tempat untuk berteduh dikala hujan mengguyurnya, mencari tempat berlindung
ketika preman-preman atau petugas keamanan mengejarnya.
Betapa ruginya diri kita
ketika tidak sedikitpun tidak memanfaatkan rasa ‘peduli’ itu. Padahal kita
lihat dalam kehidupan kita, makanpun minta kepada Ibu ‘Ibu masak yang enak ya,
Ibu masaknya cepetan ya aku lapar.’ Padahal kita dengan nyaman berteduh dirumah
yang mewah, rumah yang segala isinya ada, rumah yang dijaga ketat oleh satpam.
Apakah itu bukti pemanfaatan nikmat Allah?
Sahabat,
Masih banyak kisah klasik
yang menjadi renungan untuk setiap nikmat Allah. Mensyukuri nikmat Allah
harus menjadi bagian dalam hidup kita. Kadang tak sadar kita kurang bersyukur
kepada-Nya. Mengeluh dan hanya mengeluh. Tak pernah kita berterima kasih
kepada-Nya. Padahal sudah begitu banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita.
Mulai dari nikmat kesehatan, nikmat kekayaan, dan nikmat-nikmat Allah yang
lainnya.
Haris Dianto Darwindra