Islamedia - Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ahmad Heryawan keberatan dengan rilis yang disampaikan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) pada media massa. Dalam rilisnya, Fitra menyatakan Heryawan masuk dalam lima gubernur bergaji tertinggi yaitu Rp 603 juta dan Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf Macan Effendi Rp 584 juta. Sementara pada posisi pertama ditempati Gubernur Jawa Timur.
Selain itu, tiga gubernur bergaji tertinggi di bawah Jabar adalah Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Gubernur Provinsi Kalimantan Timur, dan Gubernur Sumatra Utara.
"Saya keberatan dengan pernyataan yang menyesatkan itu. Tampaknya Fitra salah baca anggaran atau salah nomenklatur. Penghasilan gubernur hanya gaji dan tunjangan yang besarnya masing-masing Rp 8 juta," kata Heryawan saat ditemui di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (17/12/12).
Selain itu, Heryawan mengaku mendapat insentif pajak yang besarnya maksimal 10 kali gaji setiap bulannya. Itulah penghasilan resmi gubernur. Dia mengatakan jumlah uang sebesar Rp603 juta masuk dalam kategori dana operasional gubernur.
Dana operasional ini, disampaikan Heryawan, juga diterima enam pejabat lainnya pada tingkat provinisi yaitu wakil gubernur, ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan empat wakil DPRD. Dana operasional serupa juga diterima bupati/walikota dan wakilnya, serta ketua DPRD dan para wakilnya.
"Jumlahnya saya tidak tahu berapa masing-masing. Jumlah wagub mungkin lebih kecil dari gubernur. Itu dana operasional bukan gaji gubernur. Kata gaji adalah nomenklatur yang tidak tepat. Fitra harus koreksi itu. itu harus diklarifikasi. Take home pay saya Rp 8 juta," kata Heryawan.
Dana operasional ini digunakan gubernur untuk segala kebutuhan operasional dalam pekerjaannya sebagai gubernur. Di antaranya untuk membayar tol, makan siang, patwal,dll. Kalau saya menginap di Cirebon, biayanya dari dana operasional. Bertemu para ulama dan LSM yang diajak makan dari dana itu juga," kata Heryawan.
Dengan memiliki jatah biaya operasional sebesar Rp 603 juta per bulan, Heryawan mengaku tidak mendapat lagi biaya perjalanan dinas seperti yang biasa diterima pegawai negeri sipil (PNS) yang ke luar kota.
"Dana operasional memang sebesar itu tapi saya tidak pernah pegang dana. Semuanya dipegang oleh sekretaris pribadi gubernur. Saya tidak sentuh dan tidak masuk rekening. Jadi, Fitra harus koreksi pernyataannya karena tidak ada gaji seperti itu," katanya.(pr)
Selain itu, tiga gubernur bergaji tertinggi di bawah Jabar adalah Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Gubernur Provinsi Kalimantan Timur, dan Gubernur Sumatra Utara.
"Saya keberatan dengan pernyataan yang menyesatkan itu. Tampaknya Fitra salah baca anggaran atau salah nomenklatur. Penghasilan gubernur hanya gaji dan tunjangan yang besarnya masing-masing Rp 8 juta," kata Heryawan saat ditemui di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (17/12/12).
Selain itu, Heryawan mengaku mendapat insentif pajak yang besarnya maksimal 10 kali gaji setiap bulannya. Itulah penghasilan resmi gubernur. Dia mengatakan jumlah uang sebesar Rp603 juta masuk dalam kategori dana operasional gubernur.
Dana operasional ini, disampaikan Heryawan, juga diterima enam pejabat lainnya pada tingkat provinisi yaitu wakil gubernur, ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan empat wakil DPRD. Dana operasional serupa juga diterima bupati/walikota dan wakilnya, serta ketua DPRD dan para wakilnya.
"Jumlahnya saya tidak tahu berapa masing-masing. Jumlah wagub mungkin lebih kecil dari gubernur. Itu dana operasional bukan gaji gubernur. Kata gaji adalah nomenklatur yang tidak tepat. Fitra harus koreksi itu. itu harus diklarifikasi. Take home pay saya Rp 8 juta," kata Heryawan.
Dana operasional ini digunakan gubernur untuk segala kebutuhan operasional dalam pekerjaannya sebagai gubernur. Di antaranya untuk membayar tol, makan siang, patwal,dll. Kalau saya menginap di Cirebon, biayanya dari dana operasional. Bertemu para ulama dan LSM yang diajak makan dari dana itu juga," kata Heryawan.
Dengan memiliki jatah biaya operasional sebesar Rp 603 juta per bulan, Heryawan mengaku tidak mendapat lagi biaya perjalanan dinas seperti yang biasa diterima pegawai negeri sipil (PNS) yang ke luar kota.
"Dana operasional memang sebesar itu tapi saya tidak pernah pegang dana. Semuanya dipegang oleh sekretaris pribadi gubernur. Saya tidak sentuh dan tidak masuk rekening. Jadi, Fitra harus koreksi pernyataannya karena tidak ada gaji seperti itu," katanya.(pr)