Cinta Seratus Persen? -->

Cinta Seratus Persen?

Zak
Selasa, 22 Mei 2012
"Abang tidak cinta kepada saya sepenuh hati! Tidak seratus persen!"desis seorang istri kepada sang suami. 

Suami terdiam. Lidahnya kelu. Tetapi hatinya menghitung-hitung. 

"Bagaimana isteriku menghitung-hitung kasihku kepadanya? Sampai timbul persentase begitu. Apakah cintaku kepadanya hanya 50%, atau 80% atau 90% pada saat paling manis aku bersamanya?" benak hati suami berkata-kata. Jiwanya bergelora. 

Selama ini, hatinya sebagai suami tidak pernah dibagi dengan siapapun. Biar pun dia tidak mampu membalut tubuh isteri dengan intan permata, namun hatinya yang lebih jernih dari berlian itu, diberikan sepenuhnya buat si istri, wanita yang menikah karena cinta.  

Di mana silapku? 

Merungut tentang kelemahan-kelemahan diri seorang pria bernama suami, adalah sesuatu yang lumrah dalam bahtera rumahtangga. Suami terkadang ditimpa malas, ada waktunya kurang sensitif dengan perasaan istri. Terlalu sibuk dengan pekerjaan, sampai mungkin sesekali terabai anak-anak dan rumahtangga. Keluhan istri, bisa diterima sebagai tazkirah pengingat dari Dia untuk kebahagiaan dan masa depan rumah tangga. 

Tetapi keluhan istri yang mempertanyakan cinta sang suami ... ia bukan hal sembarangan. Keluhan itu mempertanyakan sesuatu yang paling kudus dan suci dalam ikatan hubungan di antara seorang lelaki dan perempuan bergelar suami dan isteri.
 

PERANAN SUAMI 
Sesuatu yang ada kalanya terbentang dalam bahasa yang tidak seimbang, tanggung jawab seorang suami kepada istri sebenarnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan tugas istri terhadap suami. Namun 'cuaca' pembahasan urusan rumahtangga di dalam lapangan Islam, sering terkena dampak oleh kecenderungan dominasi kaum pria (male chauvinism), sampai yang banyak dikatakan adalah kelemahan, kesalahan dan kesalahan kaum istri. 

Istri yang sering disasar dalam ceramah-ceramah agama. Ayat-ayat al-Quran dan Hadits yang berbicara tentang peran istri, yang sering dikutip di dalam ucapan dan tulisan. 

Sedangkan, wahyu Allah dan petunjuk Nabawi sarat berisi dengan tugas dan tanggung jawab seorang lelaki bernama suami. Tanggungjawab itu dimulai dari soal nafkah zahir dan batin, sampai ke soal kebutuhan emosi istri. Belaian sang suami, kata-kata yang baik, bahkan segala kebajikan harus mendahulukan istri, juga anak-anak dibandingkan orang lain di luar daerah rumahtangga. 

Karena tugas dan tanggung jawab yang begitu banyak terpikul di bahu seorang suami, dia harus menjadi seorang pencinta yang hebat. 

Cinta yang mendorongnya bekerja. Cinta yang merangsangnya berperan. Cinta yang menjadikan segala tugas dan tanggung jawab yang dilakukannya itu suatu kesenangan dan kepuasan dalam hidup. 
Tanggungjawab tanpa cinta, adalah beban dan derita. 

Tidak mungkin seorang suami mampu untuk menjalankan perannya dengan baik sebagai seorang suami, jika dirinya bukan seorang pencinta yang hebat. Justru, andai seorang suami itu bersungguh-sungguh dalam peran yang dimainkannya, mengapa istri masih mempertanyakan cinta suami? 

"Abang nggak cinta sepenuh hati!" Mengapa begitu mudah seorang istri melontarkan pertanyaan sedemikian rupa? 

Kembalilah kita ke suatu peringatan luar biasa dari Sang Nabi:
 

"Diperlihatkan kepadaku neraka, sesungguhnya kebanyakan penghuninya adalah wanita, mereka itu menghujat." Lalu beliau SAW ditanya: apakah mereka itu menghujat Allah? Rasulullah SAW menjawab, "mereka itu menghujat suami (atau nikmat-nikmat berumahtangga), dan mereka menghujat Ihsan. Bila kamu melakukan kebaikan kepada salah seorang dari mereka sepanjang tahun, tetapi kemudian dia melihat sesuatu yang tidak sesuai padamu, niscaya dia akan berkata (kepada suaminya): aku tidak melihat satu pun kebaikan padamu!" [Hadits riwayat al-Bukhari]

Ini bukan hadits yang berarti bahwa wanita itu tempatnya di neraka. Naudhubillah ...Kita tidak ke surga atau neraka karena jenis kelamin. 


Justru hadits ini bukan pernyataan Nabi sallallaahu 'alayhi wa sallam tentang Syariatullah. Sebaliknya ia merupakan indikasi beliau, tentang sesuatu yang bersangkutan dengan Sunnatullah. Tentang kecenderungan perilaku kaum perempuan yang mudah mengkufuri nikmat berumahtangga. Hadits yang menjawab tanda tanya sang suami itu tadi. 

Suami berbuat baik kepada sang istri sepanjang tahun. Namun tatkala ada sesuatu yang tidak sesuai dilakukan oleh seorang suami, mudah sekali seorang istri berkata kepada suaminya, "aku tidak melihat satupun kebaikan padamu!" 

Perlakuan seperti ini diungkapkan oleh Nabi sallallaahu 'alayhi wa sallam sebagai berkaitan dengan wanita, mengacu kepada kebiasaan dan mudahnya wanita terjerumus kepada tindak tanduk seperti ini. Ia harus diambil sebagai peringatan, bukan hukuman atau keputusan. 

Perbuatan menafikan kebaikan suami disebut kufr al-'asyeer yaitu kufur terhadap nikmat di dalam rumahtangga. Ia dikategorikan oleh al-Imam al-Bukhari sebagai "Bab Kufur Kepada Suami, dan Kufur Yang Bukan Kufur" yaitu judul pada hadits ini di dalam Kitab al-Imaan. 

PELAJARAN BAGI KEDUA BELAH PIHAK 
Hadits ini memberikan pelajaran yang penting bagi kedua belah pihak. 

Untuk istri, hindarkanlah diri dari mudah terjerumus ke percakapan-percakapan yang membinasakan ini.Sedangkan untuk seorang suami, ketahuilah bahwa, tugasmu adalah untuk memberikan seratus persen komitmen dan kasih sayang kepada istri.  

Tetapi JANGAN sekali-kali kamu mencoba mengejar seratus persen tersebut. Beri 100% tetapi jangan kejar 100% itu karena bahayanya bagi seorang suami terjerumus ke lembah kecenderungan seorang istri untuk membantah pemberian suaminya. 

Jika suami yang memberi sepenuh cinta kepada istrinya itu masih mencoba mengejar-ngejar pengakuan sang istri, ketika itu mungkin seorang suami tanpa sadar akan meninggalkan perjuangan. 

Jika suami yang memberi sepenuh cinta kepada istrinya itu masih mencoba mengejar-ngejar pengakuan sang istri, ketika itu mungkin seorang suami tanpa sadar telah mendurhakai serta menyia-nyiakan ibu dan bapaknya. 

Jika suami yang memberi sepenuh cinta kepada istrinya itu masih mencoba mengejar-ngejar pengakuan sang istri, ketika itu mungkin seorang suami tanpa sadar telah mengabaikan anak-anak mereka sendiri. 

Semuanya karena terlalu mengikuti desakan istri yang terus menerus mau suaminya memberikan seratus persen cinta yang tidak pernah benar-benar dinikmatinya itu. Ketika inilah, istri bahkan anak-anak bisa berubah dari penyejuk mata dan hati, kepada musuh yang membinasakan:
 

"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya ada di antara istri-istri kamu dan anak-anak kamu yang menjadi musuh bagi kamu; maka Beginilah dan berjaga-jagalah kamu terhadap mereka ... "[al-Thaghaabun 64: 14] 

Namun, sebagai seorang pencinta yang benar dalam cinta dan kasih sayangnya kepada istri, seorang suami hendaknya memiliki kemampuan untuk bersabar, memaafkan, tidak marah dan mengampuni kesalahan istri serta anak-anak itu tadi, maka ketahuilah wahai suami, Allah juga Maha Pengampun lagi Maha Pengasih kepada engkau, isteri dan anak-anakmu.
 

"... Dan kalau kamu memaafkan dan tidak marahkan (mereka) dan mengampuni kesalahan mereka (maka Allah akan melakukannya kepada kamu), karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang." (Al-Taghaabun 64: 14) 

MENCARI PELENGKAP 100% 
Sedangkan untuk seorang isteri, sesungguhnya dirimu tidak akan sekali-kali dapat merasakan yang suamimu mencintaimu sepenuh hati, sampai kamu hindarkan dirimu DARI KUFUR KEPADA SYUKUR. Jauhkan dirimu dari kufr al-asyeer, menafikan kebaikan-kebaikan yang telah suamimu berikan pada cintanya kepadamu karena Dia, sebaliknya belajarlah untuk bersyukur karena syukur itulah yang mengganda-gandakan nikmat yang engkau terima.
 

"Dan (ingatlah) ketika Tuhan kamu memberitahu:" Demi sesungguhnya! Jika kamu bersyukur niscaya Aku akan tambahkan nikmatKu kepadamu, dan sesungguhnya, jika kamu kafir, sesungguhnya azabKu amatlah keras." [Ibrahim 14: 7] 

Sesungguhnya, perasaan bahwa suamimu tidak mencintaimu sepenuh hati, biar pun dia telah berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan tugas serta tanggung jawabnya terhadap dirimu, rasa kekurangan itu mungkin bukan datang dari kekurangan suamimu, tetapi karena Allah SWT tidak menambah nikmat-Nya berupa kasih sayang suami kepadamu untuk melengkapi rasa kurang itu, karena terjerumusnya dirimu ke lembah kufr al-'asyeer. Sang istri bukan menghujat Allah, tetapi kufur kepada nikmat Allah berupa kasih sayang suami kepada dirimu. 

Demi untuk merasakan kesempurnaan pada cinta dan kasih itu, bersyukurlah ... niscaya Allah akan tambah-tambahkan lagi nikmat-Nya. Suamimu tidak akan mampu memberikan 'seratus persenmu' itu sampai engkau mendapatnya dari Allah, Tuhan yang melipatgandakan nikmat sebagai balasan syukur seorang hamba. 

Dan jika kita biarkan diri terbelenggu dalam kekufuran, ketahuilah bahwa sesungguhnya azab Allah itu sangat pedih dampaknya. Jangankan azab akhirat yang tidak terbayang itu, pedihnya sampai ke dunia sampai Baiti Jannati yang kau dambakan selama ini, menjadi neraka dunia yang menyiksa lagi membinasa. 

Sebagaimana suami sangat mudah terseret ke neraka karena tidak memberi seratus persen, begitulah juga istri amat mudah terseret ke neraka karena meminta-minta seratus-persen itu. 

Bertaqwalah kepada Allah wahai suami yang tidak memberikan seratus persen. 
Bertaqwalah kepada Allah wahai istri yang meminta seratus persen itu.

Ustadz Hasrizal Abdul Jamil
Trainer. Penulis buku best-seller di Malaysia. Narablog SaifulIslam.com