Islamedia - Kuliah
Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta untuk Angkatan ke-9 kembali digelar pada
hari Rabu, 26 September 2018, bertempat di Aula INSISTS, Kalibata, Jakarta
Selatan. Pertemuan kedua ini dihadiri oleh 74 orang peserta yang terdiri dari
berbagai latar belakang, antara lain aktivis mahasiswa, guru dan karyawan
swasta.
Tema
kuliah kali ini adalah tentang ghazwul fikri
atau perang pemikiran. Materi perkuliahan disampaikan langsung oleh Akmal
Sjafril, Kandidat Doktor Ilmu Sejarah dari Universitas Indonesia (UI). Akmal
membedah fenomena ghazwul fikri
berikut modus-modusnya, seraya menjelaskan bahwa permasalahan yang dihadapi
oleh umat saat ini sangat berat dan tidak sederhana.
“Permasalahan
kita saat ini sudah berat. Kalau saya diminta menyampaikan materi kajian yang
tidak berat, berarti saya bohong. Karena faktanya, masalah yang kita hadapi
memang berat,” ujarnya tegas.
Untuk
lebih memperjelas maksudnya, Akmal menguraikan makna ghazwul fikri kepada peserta kuliah. “Perang pemikiran itu adalah konfrontasi
yang terencana, memiliki tujuan penaklukan dengan segala sumber daya yang
dimiliki. Kenapa yang diserang pemikiran? Karena tubuh manusia dan segala
potensi yang dimiliki seseorang itu dikendalikan oleh pikirannya. Itulah
sebabnya, menguasai dan menaklukan pemikiran itu menjadi penting,” tandasnya.
Dalam
kuliahnya, Akmal juga menjelaskan perbedaan antara perang fisik dan perang
pemikiran. Dalam usahanya menghancurkan cara berpikir umat, musuh-musuh Islam
bisa menggunakan berbagai modus, antara lain melalui media, lembaga pendidikan
dan produk budaya seperti film.
Sekalipun
agak terlambat dimulai, para peserta tetap antusias menyimak materi yang
disampaikan dalam perkuliahan. Hal ini disampaikan oleh Adnan, salah seorang
peserta SPI yang berasal dari Semplak, Bogor. “Materi perkuliahan kedua ini menyadarkan
saya tentang perang pemikiran dan cara-cara yang dilakukan untuk merusak
pemikiran kita (umat Islam),” ujarnya. [ahmad/abe/islamedia]