Islamedia - Bagaimana sebuah doktrin ditularkan tanpa ilmu? Tentulah akan terlihat ketiadaaan pondasi,
ketidakcocokan dengan nalar,
dan merusak, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Demikian gambaran
sekilas tentang ajaran Syi’ah
sebagaimana dituturkan oleh Dr. Henri Shalahuddin pada kuliah “Sejarah dan Doktrin Syi’ah” di Sekolah
Pemikiran Islam (SPI) Jakarta, 21 Maret 2018 yang lalu, di Aula INSISTS,
Kalibata, Jakarta Selatan.
Di akhir materi, Direktur Eksekutif Institute for the Study of Islamic
Thought and Civilizations (INSISTS) ini menyimpulkan bahayanya ajaran Syi’ah. “Mu’tazilah
hanya menjadikan akal sebagai hakim tunggal. Kerjanya hanya mikir saja tapi tidak ada aksi. Lalu Khawarij hanya aksi saja tanpa melewati proses berpikir. Nah, Syi'ah lebih parah dari keduanya, sebab salah dalam berpikir dan salah dalam beraksi,” pungkasnya. [islamedia/erik/abe]
Syi'ah
sendiri adalah aliran tertua yang masih eksis sampai saat ini, bahkan bisa
dikatakan sebagai parpol
tertua di dunia. “Mengapa
disebut sebagai
partai politik atau parpol?
Karena
Syi'ah
mengagamakan politik,”
tambah Ketua Majelis Riset dan Pengembangan Majelis
Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini.
Henri memula kuliahnya dengan pemutaran video
peringatan Asyura di kota Karbala, Irak.
Terlihat ribuan orang berbusana hitam berkumpul dan berparade sambil
melantunkan syair-syair meneriakkan nama Husein sebagai ritual untuk mengenang terbunuhnya Husein bin ‘Ali ra. “Mereka yang menyebabkan Husein terbunuh, kemudian mereka yang
menyesal, dan mereka pula yang melukai diri sendiri,” ujar Henri mengomentari video absurd tersebut.
“Mengenali
doktrin Syi'ah
ini memang dapat membuat
kita tersenyum-senyum
sendiri,
karena apa yang mereka lakukan tidak berada dalam pijakan yang kokoh,” ungkapnya lagi.
Dalam doktrin Syi'ah, ujar Henri, ada keyakinan takhayul
tentang khasiat sandal kuning. “Siapa yang memakainya akan menajamkan mata,
menegangkan kelamin dan menghilangkan galau,” ujarnya mengutip sebuah rujukan dari ajaran Syi’ah.
Ada juga pendapat bahwa Malaikat Jibril teah berkhianat, karena seharusnya
menurunkan wahyu kepada ‘Ali
ra bukan
kepada Muhammad saw.
“‘Ali
adalah iman dan membencinya adalah kufur, begitu pendapat mereka,” ujar Henri lagi.
Ahmad Kurniawan, salah seorang peserta kuliah, yang juga mahasiswa Sosiologi UIN
Jakarta, menyampaikan pendapatnya.
“Menurut
saya,
materi malam ini cukup menarik, dengan penyajian yang santai, namun esensinya sampai. Saya bisa
menangkap kesesatan Syi'ah,”
ungkapnya.