Islamedia - Bulan Rajab dikenal oleh sebagian besar kaum muslimin di dunia sebagai
bulan terjadinya Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebuah perjalanan hamba Allah di malam hari, sebagai pelipur lara ditinggalnya
oleh sang kekasih, Khadijah dan sang pelindung, Abu Thalib. Perjalanan yang
mempunyai misi penyerahan tongkat estafeta dakwah, dari para rasul sebelumnya
kepada Muhammad, rasul terakhir. Perjalanan yang menghasilkan tugas
melaksanakan shalat lima waktu sehari semalam. Perjalanan yang dinilai sebagai
simbol kemenangan pertama umat Islam, sebagai pewaris Masjid Al-Aqsha.
Kemenangan pertama umat Islam dalam pembebasan Masjid Al-Aqsha dilalui
tanpa pertumpahan darah. Delapan belas tahun kemudian, Umar bin Khattab
mengikuti jejak pendahulunya dalam membebaskan Masjid Al-Aqsha, pun tanpa
pertumpahan darah. Umar memberikan janji kepada penduduk Elia (Al-Quds), yang
ketika itu dikuasai Romawi. Perjanjian ini dikenal dengan sebutan “Al-‘Uhdah
Al-‘Umariyah”
Di hari-hari ini, kita sedang memperingati sebuah pertempuran dalam penaklukan besar Islam dari kiblat yang pertama. Kita juga meneladani seorang
model pahlawan penakluk, yang bekerja mengeluarkan
sebuah bangsa dari krisis. Ia adalah Yusuf bin Ayyub, yang dikenal dengan sebutan An-Nashir Shalahuddin Al-Ayyubi dalam pertempuran Hittin.
Umat Islam sebelum masa pemerintahannya
mengeluhkan ketidakadilan,
korupsi ada di mana-mana. Ketika ia mengambil alih kementerian di Mesir, dengan
berkat karunia Allah, ia mengambil langkah positif yang signifikan dalam
menyatukan umat Islam. Ia meneriakkan syiar “Perbaikan Akidah”. Karena keimanan sebagian besar umat Islam pada
masa itu sudah rusak. Shalahuddin
melihat akan bahaya kerusakan akidah dan moralitas tersebut serta perpecahan sesama umat Islam.
Sebagai langkah pertama dalam memperbaiki aqidah, beliau mendirikan sekolah-sekolah yang bermazhab ahlus
sunnah wal jama’ah. Sebelum Shalahuddin memimpin, Mesir dikuasai
Daulah Fathimiyah yang berhaluan Syi’ah. Tidak mudah merubah mazhab dari Syi’ah
ke ahlus sunnah karena paham Fathimiyah telah mengakar selama lebih dari
dua ratus tahun. Sampai sekarang pun di Mesir masih banyak orang yang
berpemahaman Syi’ah.
Setelah Shalahuddin berhasil dengan langkah
pertama, ia bergerak menuju langkah kedua, yaitu “Menyatukan Wilayah Muslim”, yang dengan cara itu ia dapat
menghadapi musuh-musuh Islam dalam
satu barisan, tidak ada pertikaian dalam barisan tersebut.
Langkah ini bukannya tidak ada masalah, ia berhadapan dengan Gubernur
Aleppo (Halb) yang tidak mau membukakan pintu wilayahnya. Ia juga menemukan
banyak sekali halang rintangan hingga ia menghadapi percobaan pembunuhan. Namun
Allah menyelamatkannya dari ujian tersebut.
Begitulah Shalahuddin mengerahkan upaya besar untuk menyatukan Umat
Islam. Setelah umat Islam bersatu, kemudian ia mulai untuk menghadapi musuh Tentara Salib yang terdiri dari
seluruh negara Eropa. Mereka berkumpul dalam pasukan tentara dengan jumlah besar yang bergerak melawan pejuang Muslim. Antara pasukan Salib dan pasukan Shalahuddin banyak sekali terjadi pertempuran, namun pasukan
Shalahuddin lebih banyak memenangkan pertempuran tersebut. Diantaranya adalah
pertempuran di Hittin kemudian
diikuti dengan penaklukan al-Quds
(Yerusalem).
Diantara kejadian masyhur dalam pembebasan Al-Quds adalah peristiwa gencatan senjata antara Shalahuddin dan Arnat, yang merupakan seorang
pemimpin Salib wilayah Karak. Salah satu poin dalam gencatan senjata tersebut
adalah diperbolehkannya kafilah Islam untuk berpindah antara negeri Mesir dan
Syam tanpa ada hambatan. Tapi poin ini dikhianati oleh Arnat. Mereka menghadang
kafilah kaum muslimin dan menyita semua barang-barang serta menangkap para
pemudanya. Lebih dari itu, mereka menghina kaum muslimin dan Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam. Arnat berkata: “Jika kalian percaya kepada Muhammad
maka panggillah ia sekarang untuk membebaskan kalian.” Kejadian itu terjadi
pada tahun 572 H.
Ketika Salahuddin mengetahui
pengkhianatan tersebut dan pelecehan
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, memuncaklah
kemarahannya karena Allah dan
Rasul-Nya. Ia
bersumpah, apabila Allah memenangkan pertempuran ini, ia sendiri yang akan
membunuh Arnat dengan tangannya.
Shalahuddin menyiapkan pasukannya dan membakar jiwa-jiwa mereka. Setelah
musyawarah dilakukan sesuai perintah Allah dalam firman-Nya: “Dan
bermusyawarahlah kalian dalam berbagai urusan…” (QS. Ali Imran: 159),
mereka sepakat untuk keluar berperang menghadapi musuh setelah shalat Jum’at. Saat
keluar, mereka meneriakkan
takbir, bersimpuh di hadapan Allah seraya memohon kemenangan.
Bertemulah dua pasukan dan terjadi pertempuran yang sangat dahsyat.
Allah Ta’ala memenuhi janjinya sebagaimana firman Allah: “Jika kalian
menolong agama Allah niscaya Allah akan memenangkan kalian” (QS. Muhammad:
7). Dan firman Allah: “dan telah dibenarkan janji Kami memenangkan
orang-orang mukmin” (QS. Ar-Ruum: 47). Allah menuliskan kemenangan bagi umat Islam dan ini merupakan kemenangan besar. Setelah pertempuran
selesai, Shalahuddin pun sujud syukur atas kemenangan yang telah Allah berikan.
Beliau mencari Arnat yang telah menghina Rasulullah. Setelah bertemu,
Shalahuddin menawarinya untuk masuk Islam tapi Arnat menolak. Maka Shalahuddin
memenuhi sumpahnya.
Kemenangan besar dalam pembebasan Masjid Al-Aqsha itu terjadi pada
tanggal 27 Rajab 583 H./ 2 Oktober 1187 M. Bulan Rajab adalah bulan kemenangan
dalam pembebasan Masjid Al-Aqsha. Kemenangan pertama pada peristiwa Isra’, kemudian
delapan belas tahun sesudahnya, Umar menaklukkan kota itu, dan Shalahuddin
membebaskannya dari tentara Salib pada bulan yang sama.
Pelajaran dari kisah di atas adalah meskipun Umat Islam saat
ini hidup dalam krisis dan
pertikaian internal dan eksternal, di tengah-tengah penderitaan yang meliputi bangsa dari semua sisi, kita melihat harapan
memancar dari sudut rasa sakit, untuk memberikan semangat baru dan optimisme, yang dapat menemukan
jalan keluar dari apa yang
melanda umat Islam.
Sesungguhnya jalan keluar itu
terbentuk dari keimanan, sikap jujur kepada Allah, dan sikap menghadapi musuh
Allah. Momentum bulan Rajab adalah momentum kemenangan. Kemenangan itu dimulai
dengan keimanan yang kuat kepada Allah, lalu persatuan antara umat Islam yang
tidak dapat dipecah dengan isu-isu yang tidak bertanggung jawab. Setelah keimanan
dan persatuan dapat berpadu, maka tidak ada satupun kekuatan yang dapat
mengalahkannya.
Semoga Allah senantiasa memberikan kita kemenangan dan dapat melaksanakan shalat di Masjid Al-Aqsha dalam kondisi sudah merdeka.
Semoga Allah senantiasa memberikan kita kemenangan dan dapat melaksanakan shalat di Masjid Al-Aqsha dalam kondisi sudah merdeka.
Ustadz Salman Al Farisy, Lc
Sekretaris
Umum Asia Pacific Community For Palestine