"Diriwayatkan dari Abi Hurairah radhiyallah anhu , ia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: "Termasuk dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya." (HR At-Tirmidzi dan periwayat lainnya).
Islamedia - "Diriwayatkan dari Abi Hurairah
radhiyallah anhu , ia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
"Termasuk dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang
tidak penting baginya." (HR At-Tirmidzi dan periwayat lainnya).
Imam An-Nawawi rahimahullah (wafat 676H) mengatakan dalam kitabnya,
"Al-Arbain" bahwa hadits ini derajatnya hasan. Syaikh Salim Al-Hilali
mengatakan dalam kitab Shahih al-Adzkar wa dhifuhu bahwa hadits ini shahih
lighairihi (shahih karena adanya riwayat lainnya). Kesimpulannya, hadits ini
benar adanya dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam .
Imam Ibnu Rajab rahimahullah (wafat 795H) mengatakan: "Hadits ini
merupakan pondasi yang sangat agung di antara pondasi-fondasi adab." Dia
mengatakan pula tentang pengertian hadits ini: "Sesungguhnya barangsiapa
yang baik keislamannya pasti ia meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak
penting baginya; ucapan dan perbuatannya terbatas dalam hal yang penting
baginya." ( lihat Kitab Jamiul Ulum wal Hikam).
Ukuran penting di sini bukan menurut rasa atau rasio/ akal kita yang tidak
lepas dari pengaruh hawa nafsu, akan tetapi berdasarkan tuntunan syariat Islam.
Termasuk meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting adalah
meninggalkan hal-hal yang haram, atau hal yang masih samar, atau sesuatu yang
makruh, bahkan berlebihan dalam perkara-perkara yang mubah (diboleh-kan)
sekalipun, apabila tidak dibutuhkan maka termasuk kategori hal-hal yang tidak
penting.
Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan pula: "Kebanyakan pendapat yang
ada tentang maksud meninggalkan apa-apa yang tidak penting adalah menjaga lisan
dari ucapan yang tidak berguna, sebagaimana disebutkan oleh Allah Subhanahu wa
Taala :
"Tidaklah seorang mengucapkan satu ucapan kecuali padanya ada malaikat
yang mengawasi dan mencatat." (Qaaf: 18).
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: "Barangsiapa yang membandingkan
antara ucapan dan perbuatannya tentu ia akan sedikit berbicara kecuali dalam
hal-hal yang penting."
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitabnya, Al-Adzkaar:
"Ketahuilah, sesungguhnya setiap mukallaf (muslim yang dewasa dan berakal
hingga terbebani hukum syariat, red) diharuskan menjaga lisannya dari segala
ucapan kecuali yang mengandung maslahat. Apabila sama maslahatnya, baik ia berbicara
ataupun diam, maka sunnah untuk menahannya, karena kata-kata yang mubah dapat
mengakibatkan suatu hal yang akhirnya menjurus kepada yang haram atau makruh,
dan ini sering terjadi secara umum. Padahal mencari keselamatan itu tidak ada
bandingannya." Artinya mencari keselamatan itu sangat penting sekali.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah (wafat th 751H) berkata:
"Menjaga lisan adalah agar jangan sampai seseorang mengucapkan kata-kata
yang sia-sia. Apabila ia berkata hendaklah berkata yang diharapkan terdapat
kebaikan padanya dan manfaat bagi dien (agama)nya. Apabila ia akan berbicara
hendaklah ia pikirkan, apakah dalam ucapan yang akan dikeluarkan terdapat
manfaat dan kebaikan atau tidak? Apabila tidak bermanfaat hendaklah ia diam,
dan apabila bermanfaat hendaklah ia pikirkan lagi, adakah kata-kata lain yang
lebih bermanfaat atau tidak? Supaya ia tidak menyia-nyiakan waktunya dengan
yang pertama (tidak bermanfaat) itu. (Dinukil dari Kitab Ad-Daau wad Dawaa).
Selanjutnya beliau dalam kitabnya itu pula mengatakan, "Adalah sangat
mengherankan bahwa manusia mudah dalam hal menghindari dari memakan barang
haram, berbuat dzalim, berzina, mencuri, minum minuman keras, memandang
pan-dangan yang diharamkan, dan lain sebagainya; tetapi sulit untuk menjaga
gerakan lisannya. Sampai-sampai seseorang yang dipandang sebagai ahli agama,
zuhud, gemar beribadah, tetapi dia berbicara dengan ucapan yang membuat Allah
marah kepadanya. Dengan ucapannya tersebut, tanpa ia sangka-sangka menyebabkan
ia terjerumus ke neraka jahanam lebih jauh jaraknya dibanding jarak antara
timur dan barat.
Betapa banyak orang yang demikian, yang engkau lihat dalam hal wara,
meninggalkan kekejian dan kedzaliman, tetapi lisannya diumbar ke sana ke mari
menodai kehormatan orang-orang yang hidup dan yang telah meninggal dunia, tanpa
mempedulikan akibat dari kata-kata yang diucapkannya."
Ancaman yang disebutkan itu berlandaskan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam :
"Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kata-kata, ia tidak memikirkan (apakah
baik ataukah buruk) di dalamnya maka ia tergelincir disebabkan kata-kata itu ke
dalam api neraka sejauh antara timur dan barat." (Muttafaq alaih).
Marilah kita simak pula nasihat dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
hafizhahullah, yang kami ringksakan dari kitabnya, Syarah Riyadhus Shalihin:
Seorang muslim apabila ingin baik keislamannya maka hendaklah ia meninggalkan
apa-apa yang tidak penting baginya. Contoh, apabila engkau bingung terhadap
suatu amalan, apakah engkau kerjakan atau tidak, maka lihatlah amalan itu
apakah penting untukmu dalam hal dien dan dunia atau tidak penting. Jika
penting maka lakukanlah, kalau tidak maka tinggalkanlah, karena keselamatan itu
harus lebih diutamakan.
Demikian pula janganlah engkau ikut mencampuri urusan orang lain jika kamu
tidak memiliki kepentingan dengannya. Tidak seperti yang dilakukan oleh
sebagian manusia pada hari ini, yaitu rasa ingin tahu terhadap urusan orang
lain; apabila ada dua orang yang sedang berbincang-bincang lalu ia datangi
keduanya dengan rasa ingin tahu apa yang sedang diucapkan oleh mereka berdua.
Atau terkadang mengutus orang lain untuk men-dengarkannya.
Contoh (kurang baik) yang lain lagi, jika engkau berjumpa dengan orang lain
engkau bertanya kepadanya dari mana kamu, apa yang telah dikatakan si fulan
kepadamu, dan apa yang kamu katakan kepadanya, dan lain sebagainya dari
perkara-perkara yang tidak ada gunanya dan tak ada faedahnya, bahkan hanya
membuang-buang waktu, membuat hati gelisah, dan mengacaukan pikiran serta
menyia-nyiakan sebagian besar hal-hal yang penting lagi bermanfaat.
Engkau dapati seorang yang dinamis aktif dalam beramal, memiliki perhatian
penuh terhadap kebaikan bagi dirinya dan hal-hal yang bermanfaat baginya, maka
engkau dapatkan dia sebagai orang yang produktif.
Kesimpulannya, jika engkau ingin melakukan atau meninggalkan suatu pekerjaan,
maka perhatikanlah: Apakah hal itu penting bagimu atau tidak. Jika tidak
penting maka tinggalkanlah, apabila penting maka kerjakanlah sesuai dengan
prioritasnya. Demikian-lah manusia yang berakal, dia sangat memperhatikan amal
kebaikan sebagai persiapan menghadapi kematian. Dan dia selalu mengoreksi diri
terhadap amal-amalnya selama ini.
Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua.[inilah/islamedia]
"Diriwayatkan
dari Abi Hurairah radhiyallah anhu , ia berkata bahwa Rasulullah SAW
telah bersabda: "Termasuk dari kebaikan Islam seseorang adalah
meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya." (HR At-Tirmidzi dan
periwayat lainnya).
Imam An-Nawawi rahimahullah (wafat
676H) mengatakan dalam kitabnya, "Al-Arbain" bahwa hadits ini derajatnya
hasan. Syaikh Salim Al-Hilali mengatakan dalam kitab Shahih al-Adzkar
wa dhifuhu bahwa hadits ini shahih lighairihi (shahih karena adanya
riwayat lainnya). Kesimpulannya, hadits ini benar adanya dari Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam .
Imam Ibnu Rajab rahimahullah
(wafat 795H) mengatakan: "Hadits ini merupakan pondasi yang sangat agung
di antara pondasi-fondasi adab." Dia mengatakan pula tentang pengertian
hadits ini: "Sesungguhnya barangsiapa yang baik keislamannya pasti ia
meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting baginya; ucapan dan
perbuatannya terbatas dalam hal yang penting baginya." ( lihat Kitab
Jamiul Ulum wal Hikam).
Ukuran penting di sini bukan menurut rasa
atau rasio/ akal kita yang tidak lepas dari pengaruh hawa nafsu, akan
tetapi berdasarkan tuntunan syariat Islam.
Termasuk meninggalkan
ucapan dan perbuatan yang tidak penting adalah meninggalkan hal-hal yang
haram, atau hal yang masih samar, atau sesuatu yang makruh, bahkan
berlebihan dalam perkara-perkara yang mubah (diboleh-kan) sekalipun,
apabila tidak dibutuhkan maka termasuk kategori hal-hal yang tidak
penting.
Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan pula:
"Kebanyakan pendapat yang ada tentang maksud meninggalkan apa-apa yang
tidak penting adalah menjaga lisan dari ucapan yang tidak berguna,
sebagaimana disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Taala :
"Tidaklah seorang mengucapkan satu ucapan kecuali padanya ada malaikat yang mengawasi dan mencatat." (Qaaf: 18).
Umar
bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: "Barangsiapa yang membandingkan
antara ucapan dan perbuatannya tentu ia akan sedikit berbicara kecuali
dalam hal-hal yang penting."
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata
dalam kitabnya, Al-Adzkaar: "Ketahuilah, sesungguhnya setiap mukallaf
(muslim yang dewasa dan berakal hingga terbebani hukum syariat, red)
diharuskan menjaga lisannya dari segala ucapan kecuali yang mengandung
maslahat. Apabila sama maslahatnya, baik ia berbicara ataupun diam, maka
sunnah untuk menahannya, karena kata-kata yang mubah dapat
mengakibatkan suatu hal yang akhirnya menjurus kepada yang haram atau
makruh, dan ini sering terjadi secara umum. Padahal mencari keselamatan
itu tidak ada bandingannya." Artinya mencari keselamatan itu sangat
penting sekali.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah (wafat
th 751H) berkata: "Menjaga lisan adalah agar jangan sampai seseorang
mengucapkan kata-kata yang sia-sia. Apabila ia berkata hendaklah berkata
yang diharapkan terdapat kebaikan padanya dan manfaat bagi dien
(agama)nya. Apabila ia akan berbicara hendaklah ia pikirkan, apakah
dalam ucapan yang akan dikeluarkan terdapat manfaat dan kebaikan atau
tidak? Apabila tidak bermanfaat hendaklah ia diam, dan apabila
bermanfaat hendaklah ia pikirkan lagi, adakah kata-kata lain yang lebih
bermanfaat atau tidak? Supaya ia tidak menyia-nyiakan waktunya dengan
yang pertama (tidak bermanfaat) itu. (Dinukil dari Kitab Ad-Daau wad
Dawaa).
Selanjutnya beliau dalam kitabnya itu pula mengatakan,
"Adalah sangat mengherankan bahwa manusia mudah dalam hal menghindari
dari memakan barang haram, berbuat dzalim, berzina, mencuri, minum
minuman keras, memandang pan-dangan yang diharamkan, dan lain
sebagainya; tetapi sulit untuk menjaga gerakan lisannya. Sampai-sampai
seseorang yang dipandang sebagai ahli agama, zuhud, gemar beribadah,
tetapi dia berbicara dengan ucapan yang membuat Allah marah kepadanya.
Dengan ucapannya tersebut, tanpa ia sangka-sangka menyebabkan ia
terjerumus ke neraka jahanam lebih jauh jaraknya dibanding jarak antara
timur dan barat.
Betapa banyak orang yang demikian, yang engkau
lihat dalam hal wara, meninggalkan kekejian dan kedzaliman, tetapi
lisannya diumbar ke sana ke mari menodai kehormatan orang-orang yang
hidup dan yang telah meninggal dunia, tanpa mempedulikan akibat dari
kata-kata yang diucapkannya."
Ancaman yang disebutkan itu berlandaskan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam :
"Sesungguhnya
seorang hamba mengucapkan kata-kata, ia tidak memikirkan (apakah baik
ataukah buruk) di dalamnya maka ia tergelincir disebabkan kata-kata itu
ke dalam api neraka sejauh antara timur dan barat." (Muttafaq alaih).
Marilah
kita simak pula nasihat dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
hafizhahullah, yang kami ringksakan dari kitabnya, Syarah Riyadhus
Shalihin:
Seorang muslim apabila ingin baik keislamannya maka
hendaklah ia meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya. Contoh,
apabila engkau bingung terhadap suatu amalan, apakah engkau kerjakan
atau tidak, maka lihatlah amalan itu apakah penting untukmu dalam hal
dien dan dunia atau tidak penting. Jika penting maka lakukanlah, kalau
tidak maka tinggalkanlah, karena keselamatan itu harus lebih diutamakan.
Demikian
pula janganlah engkau ikut mencampuri urusan orang lain jika kamu tidak
memiliki kepentingan dengannya. Tidak seperti yang dilakukan oleh
sebagian manusia pada hari ini, yaitu rasa ingin tahu terhadap urusan
orang lain; apabila ada dua orang yang sedang berbincang-bincang lalu ia
datangi keduanya dengan rasa ingin tahu apa yang sedang diucapkan oleh
mereka berdua. Atau terkadang mengutus orang lain untuk
men-dengarkannya.
Contoh (kurang baik) yang lain lagi, jika
engkau berjumpa dengan orang lain engkau bertanya kepadanya dari mana
kamu, apa yang telah dikatakan si fulan kepadamu, dan apa yang kamu
katakan kepadanya, dan lain sebagainya dari perkara-perkara yang tidak
ada gunanya dan tak ada faedahnya, bahkan hanya membuang-buang waktu,
membuat hati gelisah, dan mengacaukan pikiran serta menyia-nyiakan
sebagian besar hal-hal yang penting lagi bermanfaat.
Engkau
dapati seorang yang dinamis aktif dalam beramal, memiliki perhatian
penuh terhadap kebaikan bagi dirinya dan hal-hal yang bermanfaat
baginya, maka engkau dapatkan dia sebagai orang yang produktif.
Kesimpulannya,
jika engkau ingin melakukan atau meninggalkan suatu pekerjaan, maka
perhatikanlah: Apakah hal itu penting bagimu atau tidak. Jika tidak
penting maka tinggalkanlah, apabila penting maka kerjakanlah sesuai
dengan prioritasnya. Demikian-lah manusia yang berakal, dia sangat
memperhatikan amal kebaikan sebagai persiapan menghadapi kematian. Dan
dia selalu mengoreksi diri terhadap amal-amalnya selama ini.
Semoga
Allah memberikan taufiq kepada kita semua. - See more at:
http://mozaik.inilah.com/read/detail/2205616/inilah-tanda-tanda-seseorang-itu-muslim#sthash.xEga3SZq.dpuf