Islamedia.co - Rabu (17/07/2014) sore, William Booth, Kepala Biro The Jerusalem Post sedang kembali hotel untuk melanjutkan menulis berita, sebuah penginapan al-Daira, yang menghadap ke Laut Mediterania, tempat para jurnalis berada. Tiba-tiba ia mencium asap dan aroma menyengat.
“Saya baru saja kembali
ke hotel untuk mengetik beberapa catatan dan menyisipkan file berita
hari itu ketika ada ledakan besar di dermaga di pelabuhan, setelah jam 4
sore,” William Booth dikutip washingtonpost.com, Rabu (16/07/2014).
Tak beberapa lama, sekelompok anak berlari ke bawah menuju breakwater, bangunan
pemecah gelombang dan ke pasir. Beberapa pelayan, juru masak dan awak
wartawan mulai melambaikan tangan pada mereka. Tiba-tiba, sebuah
serangan kedua mendarat tepat di belakang mereka.
“Mereka teluka!” ujar seorang staf hotel.
Beberapa anak-anak
berlari masuk hotel tempat wartawan melihat setidak-tidaknya tiga orang
dengan luka akibat pecahan peluru. Anak-anak itu menderita luka karena
pecahan peluru, satu di kepala, satu di dada.
Mereka diangkut
ambulans, yang juga membawa sejumlah orang terluka dari pantai, termasuk
seorang pria, yang kehilangan sebagian kakinya.
Serangan pertama terjadi
pada sekitar pukul 13.00 GMT (lebih-kurang 20.00 WIB), membuat
anak-anak dan orang dewasa di pantai berhamburan, sementara yang lain
bergegas keluar untuk melihat yang terjadi.
Serangan ini diduga hasil dari penembakan angkatan laut Israel terhadap daerah dengan gubuk kecil, yang digunakan nelayan.
Keempat dari mereka dikabarkan tewas akibat serangan brutal Israel, kata petugas kesehatan dan saksi.
Ashraf Qodra memastikan
empat anak-anak tewas dan sedikit-dikitnya lima lagi cedera, beberapa di
antaranya mengungsi di hotel, yang digunakan wartawan.
Twitter Dr.
Ashraf Al-Qodra, jurubicara Kementerian Kesehatan Gaza, melaporkan
nama-nama mereka: Mohammad Bakir (9); Ahad Bakir (10); Zakaria Bakir
(10); dan Mohammad Bakir (11).
Beberapa saksi mata menyebutkan, anak-anak itu terbiasa bermain di tempat itu, bermain bola dan berlairan di pinggir pantai.
Lucunya, tak lama foto
kekejaman tentara Israel ini ramai muncul di media sosial, Angkatan
Pertahanan Israel mengeluarkan pernyataan resmi dengan mengatakan tarjet
mereka adalah pejuang Hamas sambil mengatakan akan menyelidiki kasus
ini.
Kematian tragis keempat
anak ini semakin menambah jumlah korban serangan penjajah Zionis-Israel
di Gaza. Selama sembilan hari penyerangan bersandi “Operation Protective Edge” ke
Gaza ini setidaknya telah menambah korban menjadi 223 orang (Syahid),
1670 orang mengalami luka-luka serius dan sekitar 627 gedung hancur.
Beberapa serangan
pertama pada Rabu pagi menyasar rumah pejabat tinggi Hamas, termasuk
Mahmud Zahar, namun tidak ada laporan tentang korban dalam serangan
tersebut.
Sejak 8 Juli, pejuang
menembakkan hampir 1.000 roket balasan akibat serangan Zionis Israel
yang telah menjatuhkan sekitar 2346 bom buatan Amerika (berbobot 0,5
sampai satu ton untuk setiap misil) terhadap sasaran di Jalur Gaza.
Upaya dunia bagi
gencatan senjata runtuh pada Selasa, karena Hamas dan berbagai faksi
perjuangan menolak mentah-mentah gencatan senjata usulan Mesir dan
Israel yang isinyua hanya akal-akalan agar Hamas dan semua faksi pejuang
meletakkan senjatanya.
Tak urung, serangan
membabi buta Israel ini mengundang banyak kecaman dunia dan dianggap
sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran atas hukum
antarbangsa, demikian kutip AFP. Masalahnya, apakah AS dan PBB bisa menyeret Israel?[hidayatullah.com]