Islamedia - Bisakah negara ini berubah dengan
mengandalkan orang baik? Pertanyaan itu tiba-tiba muncul di benak saya setelah
nama Risma mencuat. Wanita bernama lengkap
Tri Rismaharini itu menyedot perhatian. Pemicunya saat di “Mata Najwa”, airmata
walikota Surabaya itu mengalir. Tangisnya membuat publik tersihir. Simpati
terus berdatangan tak mengenal akhir. Di twitter, dukungan terhadapnya
bermunculan bertajuk “SaveRisma”.
Risma adalah orang baik. Ia bagai
oase di padang nan gersang. Di saat rakyat sudah muak dengan lakon banyak pemimpin
dan politisi yang korup, Risma hadir menawarkan sosok yang berbeda. Peduli
rakyat tanpa pencitraan. Bekerja keras siang malam tanpa membawa rombongan
media. Tegas dan berani tanpa berita nan lebay. Dan tutur kata serta airmata
yang mengalir di “Mata Najwa” bisa publik rasakan getarannya. Bukan kata-kata
pemanis belaka dan bukan pula airmata buaya.
Tahun 2011 Risma dimakzulkan oleh
DPRD Surabaya. Penyebabnya karena ia membuat aturan melarang papan reklame/baliho
yang berukuran besar mejeng di jalan-jalan utama di kota Surabaya. Anggota
dewan meradang. Entah apa penyebabnya. Ramai-ramai mereka bersekongkol
memkazulkan Risma, termasuk PDI-P, partai yang mengusung Risma. Dan hanya satu
fraksi yang menolak pemakzulan: PKS.
…Maka
marahlah anggota-anggota DPR itu (dari semua fraksi, kecuali fraksi PKS),
termasuk Wisnu yang sama-sama dari fraksi PDIP bersama Risma. Anggota-anggota
DPRD itu kemudian meminta Risma mundur dari jabatan wali kota. (Guru Besar Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia Sarlito Wirawan Sarwono di Koran Sindo, 16
Februari 2014)
Di Bandung, kita juga punya orang
baik bernama Ridwan Kamil. Walikota Bandung yang akrab disapa Kang Emil itu
namanya juga kian moncer. Sosoknya yang masih muda, cerdas dan berprestasi
memikat banyak orang. Sejak menjabat orang nomor satu di Kota Bandung, ia telah
membuat banyak terobosan. Tapi sayang, ia tak didukung penuh oleh DPRD Kota
Bandung.
“Saya sedih di akhir tahun 2013
banyak program saya yang bagus-bagus dicoret tanpa sebab yang jelas. Dan yang
mendukung program bagus saya di dewan hanya PKS,” curhat Kang Emil.
Menarik. PKS hadir di tengah
persoalan yang sedang membelit Risma dan Kang Emil. Risma bukanlah kader PKS.
Tapi Fraksi PKS di DPRD Kota Surabaya menolak memakzulkannya di saat fraksi
lain termasuk PDI-P yang mengusungnya justru bernafsu melengserkannya. Kang
Emil juga bukan kader PKS. Tapi Fraksi
PKS di Kota Bandung istiqomah mendukungnya di saat fraksi lain menolak program
kerja Kang Emil yang bagus-bagus.
Dari fenomena ini kita dengan mudah
bisa menjawab pertanyaan yang tersaji di awal tulisan ini. Bahwa tak cukup
mengubah negeri ini hanya dengan mengandalkan orang baik. Kita juga butuh
partai politik yang baik. Partai politik yang baik adalah mereka yang akan
mendukung orang-orang baik, meski bukan terlahir dari rahim partainya sendiri.
Risma dan Kang Emil adalah orang
baik. Tapi dua orang baik ini terlihat tak berdaya ketika dihadapkan dengan
parta-partai tak baik yang bersepakat menolak kebaikan. Orang-orang baik
seperti mereka sangat membutuhkan dukungan dari partai baik di panggung
demokrasi yang kita anut saat ini.
Di negeri ini, saya yakin banyak
Risma dan Kang Emil lain yang tak tersorot media. Banyak orang baik tapi mereka
mengalami persoalan serupa dengan Risma dan Kang Emil: tak mendapat dukungan
dari partai baik.
Dan menjadi wajar jika sudah hampir
69 tahun kita merdeka, tapi negeri ini masih saja dirundung banyak soal.
Sebabnya: bukan karena kita kekurangan orang baik, tapi langkanya partai baik
di pertiwi tercinta.
Oleh: Erwyn Kurniawan (@Erwyn2002)