Islamedia - “Wuuuuu…”
Suara itu terdengar riuh. Sumber suara dari mulut anggota DPR. Mereka menyindir
sikap F-PKS yang menolak kenaikan harga BBM. Tak cukup dengan itu, terdengar
juga celetukan, "Tolak BBM, PKS siap copot menterinya."
Peristiwa itu terjadi dalam Sidang paripurna, Senin, 17 Juni 2013 saat Ketua DPR Marzuki Alie meminta Fraksi PKS yang menolak RAPBN-P 2013 disahkan untuk berdiri.
PKS menjadi
bulanan-bulanan. Selain di dalam gedung DPR, sikap penolakan PKS terhadap
kenaikan harga BBM juga mendapat hujatan di media: cetak, elektronik dan
jejaring sosial.
Beragam stigma dilekatkan kepada PKS: partai pengkhianat, cari muka, pencitraan, munafik,bunglon, main di dua kaki dan sebagainya.
Beragam stigma dilekatkan kepada PKS: partai pengkhianat, cari muka, pencitraan, munafik,bunglon, main di dua kaki dan sebagainya.
Jika kita
menarik mundur benang sejarah ke tahun 2012, cerita serupa juga terjadi. Ketika
itu PKS juga menjadi sasaran caci-maki dari banyak pihak karena menolak
kenaikan harga BBM. Ada seseorang menulis di akun FB-nya. Begini kalimatnya.
“Kalau
kalian kader PKS, tolong ingatkan elite partai kalian tentang: tahu diri,
tariklah menteri-menteri kalian dari koalisi. Jangan cuma mau jabatan
menterinya doang, sementara di sisi lain sibuk menikam. Urusan ini prinsipil
sekali."
Keberadaan
PKS sebagai partai koalisi memantik cibiran publik terhadap sikap PKS. Partai
Dakwah ini dianggap tidak konsisten karena sebagai partai pendukung pemerintah
seharusnya all out mendukung setiap
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Terkait hal ini saya tak akan membahasnya karena bisa dilacak dalam
tulisan saya di http://www.islamedia.web.id/2012/04/pks-dan-opini-salah-garuk.html. Tulisan ini juga terdapat dalam
buku saya: Masihkah PKS Bermasa Depan? (Maghfirah Pustaka, 2012)
Hari ini, saya
coba mengkritisi sikap inkonsistensi publik dan partai politik dalam kasus yang
sangat mirip yakni harga Elpiji 12 Kg. Harga BBM dan Elpiji 12 Kg adalah dua
hal yang sama. Keduanya menyangkut hajat hidup rakyat banyak dan melibatkan
pemerintah dalam penentuan harganya. Namun dalam penyikapan terhadap kenaikan
harga Elpji 12 Kg, terjadi hal yang berbeda dengan kenaikan harga BBM.
Semua partai
politik termasuk yang di koalisi menolak keras kenaikan harga Elpiji 12 Kg.
Atas nama kepentingan rakyat, mereka meminta agar kenaikan tersebut ditunda.
Mereka seakan-akan berlomba-lomba menunjukkan bahwa partainya peduli pada wong
cilik.
"Partai
Demokrat tidak setuju dan menolak kenaikan harga elpiji 12 kilogram yang
dilakukan Pertamina," kata Edhie Baskoro Yudhono, Sekertaris Jenderal
Partai Demokrat, dalam keterangan resminya, Sabtu 4 Januari 2014. (Vivanews)
"Pemerintah seharusnya meninjau ulang keputusan Pertamina yang menaikan harga elpiji, saya kira cukup sudah rakyat terbebani terlalu banyak kenaikan harga dan elpiji selama ini banyak menolong setelah harga minyak dinaikkan," kata Sekretaris Fraksi Golkar di DPR, Ade Komaruddin, di kantor Indikator, Jalan Cikini V, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (5/1/2014). (detik.com)
"Pemerintah seharusnya meninjau ulang keputusan Pertamina yang menaikan harga elpiji, saya kira cukup sudah rakyat terbebani terlalu banyak kenaikan harga dan elpiji selama ini banyak menolong setelah harga minyak dinaikkan," kata Sekretaris Fraksi Golkar di DPR, Ade Komaruddin, di kantor Indikator, Jalan Cikini V, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (5/1/2014). (detik.com)
"Sikap
politik PAN tegas. Menolak dan meminta pemerintah untuk membatalkan kenaikan
harga elpiji 12 kilogram," kata Wakil Ketua Umum PAN Drajad Wibowo dalam
jumpa pers di Kelapa Dua, Jakarta Pusat, Minggu (5/1/2014). (okezone.com)
Begitu juga
dengan PPP dan PKB. Singkatnya: semua partai koalisi yang selama ini selalu
menuruti kemauan pemerintah, untuk kali ini tiba-tiba kompak menolak keinginan
pemerintah. Dan lucunya itu juga dilakukan oleh partai Demokrat yang
notabenenya partainya Presiden SBY.
Ada alasan
yang mereka luncurkan ke publik. Penolakan dilakukan karena harga kenaikan
Elpiji 12 Kg tidak melibatkan pemerintak melainkan PT Pertamina. Belakangan
baru kita mencium ternyata Pertamina berani menaikkan harga karena atas
persetujuan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Bukan bagian pemerintahankah Dahlan
Iskan? Duhh…terlalu banyak logika bodoh yang dimainkan dalam kasus Elpiji ini.
Yang juga
menarik adalah reaksi publik terhadap penolakan partai koalisi. Tidak ada
hujatan. Tidak ada caci-maki. Tidak ada cibiran. Tidak ada gugatan agar mereka
keluar dari koalisi. Hal yang sangat berbeda saat PKS menolak kenaikan harga
BBM.
Dari kasus Elpiji ini kita harusnya tersadarkan mana partai yang konsisten dan mana yang inkonsisten. Mana partai yang peduli rakyat dan mana yang tidak peduli. Mana partai yang munafik dan mana yang tidak munafik. Mana partai pengkhianat dan mana partai yang bukan pengkhianat.
PKS jelas
konsisten dengan sikapnya. Dulu menolak BBM dan sekarang juga menolak kenaikan
harga Elpiji 12 Kg. Diluar PKS, mereka adalah partai munafik, bunglon. Mereka
inilah partai pengkhianat sesungguhnya.
Buat
partai-parati semacam itu, kita harus menghukumnya dengan cara tidak memilihnya
dalam Pemilu 2014. Karena mereka hanya menjadikan rakyat sebagai permainan
politik semata. “Wuuuuuu…..”
Erwyn
Kurniawan
(@Erwyn2002)