Islamedia - Islam mengajarkan untuk memberi, bukan meminta.
Hal itu jelas
berbeda dengan kebanyakan orang yang hanya mengejar materi, tanpa berbagi
dengan kaum papa. Pastilah jiwa gersang karenanya.
Aku kecil
terbiasa melihat kakek berbagi ilmu kepada masyarakat di sekitarku. Tanpa
merasa lelah dan letih, setiap hari kakek mengajari orang-orang mengaji Al-Qur’an. Bahkan tanpa
digaji.
Tanpa gaji atau
materi, kehidupan kakek terbantu dengan nenek yang menjadi pedagang hasil bumi.
Selain itu beliau juga mempunyai sawah yang cukup untuk menopang hidup kakek
dan nenek.
Belajar dari
kakek, aku pun menhikuti jejaknya menjadi guru. Berbekal ijazah yang kupunya,
aku pun membagikan ilmuku kepada murid-muridku. Keinginan terbesarku adalah
melihat mereka sukses.
Melayani dengan
hati, itu yang selalu ditekankan oleh guruku. Hal ini sejalan dengan nasehat
sayyidina Ali ra. Beliau mengatakan bahwa beliau adalah abdi bagi siapapun yang
menjadi muridnya.
Guruku di
pesantren sering mengatakan “sentuh hatinya. Layani dengan baik. Tanpa mengeluh
dan protes. Niscaya mereka(para murid) akan menuruti semua perintah dan
nasehatmu.” Saat itu aku hanya mampu mengiyakan.
Seiring
berlalunya waktu dan ketika profesi guru sudah menjadi bagian terpenting dari
hidupku, pesan guruku nyata adanya. Para
muridku selalu mengingat nasehatku. Bahkan ketika kami sudah terpisah jarak dan
waktu. Ada doa
yang mewakili ribuan mil. Ada
cinta yang tercipta melewati batas agama, suku dan ras.
Betapa indahnya,
bila kita bisa melayani sepenuh hati. Bila sepenuh hati, maka hasilnya juag
sepenuh hati. Namun bila hanya di permukaan, maka hanya laksana hujan di musim
kemarau. Musnah ditelan angin kehidupan.
Berbagi tidak
selalu dengan materi. Ilmu, cinta, kasih sayang bahkan seuntai senyuman.
Sebagai guru tugas utamaku melayani murid. Bukan meninggalkannya di jalan yang
sesat. Namun mendukung langkahnya menuju jalan kebenaran.
Fuatuttaqwiyah
El-Adiba
Tangerang, Banten