I'tikaf Kang Aher - Sebuah Kesaksian Peserta I'tikaf Masjid Habiburrahman -->

I'tikaf Kang Aher - Sebuah Kesaksian Peserta I'tikaf Masjid Habiburrahman

Selasa, 06 Agustus 2013
Islamedia - 27 Ramadhan 1434 Hijriah, mesjid-mesjid telah ramai dengan orang-orang yang akan berkhalwat, memesrai Rabb-Nya untuk i’tikaf di 10 hari terakhir ramadhan. Pun Masjid Habiburahman Bandung, sebagai salah satu mesjid yang sangat ramai oleh jemaah-jemaah i’tikaf.

Biasanya malam ke 27 jadi puncak itikaf disana, jumlah peserta yang datang sangat banyak hingga luber ke teras mesjid, tenda-tenda yang didirikan pun semakin banyak yang berdiri. Biasanya sebelum qiyamul lail yang menghabiskan 3 juz semalam itu, saya memilih untuk tidur sebentar agar nanti ketika shalat segar. Tapi rupanya karena melubernya jemaah yang datang, saya mengurungkan niat tersebut karena nyaris tidak ada lagi ruang untuk sekedar merebahkan tubuh. Akhirnya saya dan beberapa kawan memilih terjaga dengan berbagai aktifitas, salah satunya adalah perbincangan tentang gubernur kami yang baru saja terpilih kembali, apakah ramadhan tahun ini beliau akan itikaf lagi disini seperti tahun-tahun sebelumnya?

Pukul 1 dinihari shalat malam dimulai. Imam shalat, Ust. Abdul Aziz Abdul Rauf Al-Hafidz memulai rakat-rakaat panjang kami malam itu, lalu kami jatuh syahdu dalam keheningan malam dengan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an yang menyayat hati. Selesai rakaat kedua ketika salam ke sebelah kiri saya terhenyak, gubernur kami Ahmad Heryawan sudah ada di antara kami, tepatnya di shaf ke 3. Beberapa jemaah yang lain juga tampak kaget dengan kehadiran gubernur yang juga ulama ini di tengah-tengah mereka. Tanpa ada iring-iringan, protokoler atau sirine yang memecah keheningan malam, beliau tiba-tiba saja ada di tengah jemaah tanpa meminta diistimewakan untuk maju ke shaf terdepan. Beliau diam ditempatnya semula, duduk bersama jemaah yang lain, larut dalam shalat malam dan lantunan panjang ayat-ayat Al-Qur’an. Dan seperti biasanya, di sela-sela rakaat demi rakaat itu beliau melaluinya dengan tilawah Al-Qur’an.

Saya tersenyum, bersyukur kepada Allah bisa kembali melihat beliau disini. Walau ini bukan pertama kalinya saya melihatnya menghabiskan beberapa malam dimesjid ini, tapi kesan kagum dan syukur itu tak pernah pudar. Bagaimana tidak, bagi saya ini seperti mimpi yang menjadi nyata. Cita memiliki pemimpin yang shaleh sungguh menjadi impian yang sejak sangat lama mengusik-ngusik jiwa, maka ketika melihat beliau saat itu, tak ada yang lebih bisa diucapkan selain syukur atas anugrah besar yang Allah berikan berupa pemimpin yang shaleh; pemimpin yang menghabiskan malam larut dalam taqarrub kepada-Nya, mengharap rahmat dan ampunan-Nya, membaca kalam-kalam-Nya, berbaur bersama rakyat tanpa sekat dan tak mengharapkan keistimewaan apapun.

Selesai witir saya lalu kehilangan beliau, saya mencoba mencarinya di shaf terdepan barangkali beliau berpindah tempat, ternyata beliau sudah tidak ada, pun beberapa jemaah yang lain jatuh dalam tanya; kemana kang Aher? Lagi-lagi beliau datang dan pergi dalam senyap. Saya lalu mencoba menjawab, mungkin beliau kelelahan setelah serangkaian agenda padat hari itu, lalu memilih sahur bersama keluarganya tercinta di gedung pakuan. Namun ternyata perkiraan saya itu salah, dari beberapa informasi dari sosial media ternyata beliau sudah ada di mesjid Daarut Tauhiid, sahur dan shubuh disana. Masya Allah, saya lagi, lagi dan lagi jatuh kagum, ternyata agenda beliau menemui belum juga selesai sampai shubuh.

Ada pada sebagian orang yang hanya membutuhkan satu alasan untuk mencintai seseorang, tapi bagi saya, untuk sosok seperti Kang Aher terlalu sedikit untuk mencintainya karena satu alasan, terlalu banyak alasan untuk mencintainya. Pemimpin yang baik, taat, shaleh, kompeten, professional sejatinya telah cukup bagi saya untuk mengucupkan syukur yang dalam, tapi beliau lebih dari itu. Tak ada yang bisa banyak saya lakukan selain do’a; semoga Allah senantiasa mencintai dan menjaganya. Seperti datang dan perginya beliau untuk itikaf dalam senyap, seperti itulah juga kami akan mencintai dan mendo’akannya; dalam senyap, tanpa ia mengetahuinya, menyadarinya, insya Allah.

@Hendraa7_