"Jalan keluar terbaik adalah mengembalikan keabsahan Presiden Moursi, baru kemudian dialog untuk pemilihan dini," kata Prof Dr Sahar Khamis, pakar komunikasi dari University of Meryland, Amerika Serikat (AS), dalam diskusi interaktif di jaringan televisi berbahasa Arab, Aljazzera, Ahad.

Wanita berkerudung asal Mesir yang tidak berafiliasi dengan partai politik itu merujuk pada kudeta militer pada Rabu lalu yang melengserkan Moursi, presiden terpilih dalam pemilu paling demokratis pertama Negeri Piramida itu.

Sahar mengecam keras campur tangan militer dalam politik yang menimbulkan prahara politik dan konflik berdarah-darah berkepanjangan.

"Dengan alasan apapun, militer tidak boleh campur tangan dalam masalah politik. Militer itu digaji rakyat dan diberi alat perang untuk mempertahankan kedaulatan negara, bukan untuk bermain politik," ujarnya menegaskan.

Penilaian senada diutarakan analis politik Fahmy Howeidi. Menurut dia, kudeta militer adalah preseden buruk bagi masa depan demokrasi.

"Militer harusnya sadar bahwa Moursi memenangkan suara rakyat lewat pemungutan suara, dan itu berarti Moursi mengemban amanah konstitusi sebagai presiden untuk seluruh rakyat Mesir," kata kolomnis dan penulis produktif itu.

Prof Dr Syeikh Yusuf Qardhawy, ulama kharismatik yang sangat berpengaruh di Mesir dan dunia Islam, juga mengutuk sikap militer yang melengserkan Moursi.

"Keabsahan Presiden Moursi wajib dikembalikan, dan tentara wajib menghormati putusan rakyat yang memberi kepercayaan kepadanya," papar ulama Mesir yang bermukim di Qatar itu.

Cendekiawan berpengaruh yang kini memimpin Persatuan Ulama Islam Se-Dunia, tersebut mendesak agar militer secara legowo meminta maaf kepada rakyat.

"Angkatan bersenjata harus minta maaf kepada rakyat dan membatalkan peta jalan militeristik serta memulihkan posisi Presiden Moursi," kata Ketua Majelis Eropa untuk Fatwa dan Penelitian itu.

Syeikh Qardhawi merujuk pada peta jalan yang membatalkan konstitusi dan mengangkat Ketua Mahkamah Konstitusi Adly Mansour untuk menjabat presiden sementara pengganti Moursi.

Sementara itu, Adly Monsour mulai menjalankan tugas di Istana Presiden Al Ettihadiyah.

Pada Sabtu (6/7), Mansour bertemu dengan tokoh oposisi Mohamed Elbaradei, yang kemudian diisukan telah ditunjuk sebagai perdana menteri.

Namun, pada Sabtu larut malam, istana membantah penunjukan Elbaradei sebagai perdana menteri, dan disebutkan masih dalam pembahasan dengan berbagai pihak untuk pembentukan kabinet transisi.

Ikhwanul Muslimin menyerukan pendukung Moursi di seanteri negara untuk kembali turun ke jalan pada hari ini, Ahad (7/7) dengan tema tuntutan "Pengembalian Keabsahan Presiden Moursi.

Adapun oposisi juga menyerukan pendukungnya agar berhimpun di Bundaran Tahrir pada hari yang sama.[antaranews]