Islamedia - Konflik komunal Myanmar
seolah tak berkesudahan. Lembaga kemanusiaan yang mendorong terciptanya
stabilitas dan memberikan bantuan kemanusiaan untuk Muslim Rohingya perlu
memahami situasi kejiwaan lintas elemen terutama di Rakhine State. ACT sendiri
sejak awal hingga Tim Kemanusiaan ke-VII untuk Myanmar, hadir nonsektarian
mengedepankan agenda perdamaian untuk semua.
Sikap humanis, menjaga
netralitas ACT dalam aksi, berlangsung konsisten termasuk di mancanegara. Dari
Myanmar, Andhika melaporkan, pendistribusian bantuan logistik dirancang
tersebar di komunitas Budhist maupun Muslim. Mitra lokal ACT di Sittway saat
ini sedang menyiapkan Interfaith Dialogue antara komunitas Budhist dan
Muslim. Bantuan menyasar dua komunitas ini efektif sebagai jembatan menuju
perdamaian. “Kami pegang pesan Komandan ACT. Menjadi jurudamai itu tidak mudah.
Mampu bersikap arif di lapangan, modal penting kita. Kalau sudah di lapangan,
kita dituntut bisa menerjemahkan sikap arif itu seperti apa, sesuai kebutuhan
saat itu,” papar Andhika.
Menurut Andhika, situasi
Myanmar masih labil. Pada Maret 2013 ini masih beberapa kali kerusuhan terjadi
menewaskan 25 jiwa. Kamis (21/3) pecah kerusuhan dipicu percekcokan di toko
emas. Percekcokan memanas dan bentrok tak terhindarkan menyebabkan tiga masjid
dan sebuah madrasah hancur, dua orang tewas. Selang sehari, kerusuhan kembali
meletus tepatnya Jum’at (22/3). Kali ini 10 orang meninggal, 25 orang mengalami
luka bakar. Selasa (2/4), kebakaran melanda sebuah madrasah yang
berdampingan dengan masjid di kota Yangon. 13 orang anak penghuni panti, tewas.
Masjid itu menampung 75 anak yatim piatu.
Meski hingga kini masih
terjadi letupan kekerasan sebagaimana dilaporkan oleh mitra ACT di Yangon,
program kemanusiaan ACT tetap berlanjut. “Kami menargetkan membangun 1000
shelter untuk para pengungsi Rohingya di negara bagian Rakhine. Hingga kini
program itu masih berlanjut. Kami terus membuka diri menerima dukungan
pembangunan shelter dari seluruh masyarakat Indonesia,” tutur Andika
Doddy Cleveland HP,
Direktur Global Humanity Response ACT yang telah berkali-kali hadir di Myanmar
mempertegas, krisis yang menimpa etnik Rohingya memang rumit namun itu bukan
alasan untuk mengabaikannya. “Kita ditantang mengelola tantangan itu sebagai
kekuatan membangun perdamaian,” ungkap Doddy.
Doddy menambahkan,
“Jangan sampai kita terpancing ke pusaran konflik, terbakar emosi sehingga kita
tidak bisa memainkan peran kita melakukan diplomasi kemanusiaan dalam membantu
Muslim Rohinya yang hingga saat ini belum mendapat status kewarganegaraan dari
pemerintah Myanmar.” (suriadi)
Salurkan bantuan Anda
untuk Pembangunan Shelter Muslim Rohingya di Rakhine State Myanmar melalui :
BSM # 7013 884 662
BCA # 676 030 0860
Permata Syariah # 0970 613 048
Mandiri # 128 000472 3620
Atas nama : Aksi Cepat Tanggap