
Islamedia - Tidak akan masuk surga orang yang memiliki rasa sombong walau sebesar biji sawi. Masya Allah, betapa Allah tidak menyukai manusia yang sombong. Kisah manusia sombong yang dibinasakan diabadikan Allah dalam Al Qur’an. Firaun yang sombong karena kekuasaannya ditenggelamkan oleh Allah ke dalam Laut Merah. Qarun yang sombong karena harta dan ilmunya dibenamkan Allah ke dalam Bumi. Ya, sombong merupakan sifat iblis. Iblis diusir dari surga dan dijanjikan oleh Allah masuk ke neraka Jahannam karena kesombongannya. Kesombonganlah yang menghalangi iblis untuk sujud kepada nabi Adam as.
Mengapa sombong? Mungkin karena merasa lebih
kaya? Merasa lebih sukses? Merasa lebih pintar? Merasa lebih
cantik/tampan? Atau mungkin merasa lebih shalih?
Sungguh tak ada
yang patut kita sombongkan, karena semua yang kita miliki adalah milik
Allah, diri kitapun milik Allah, kapan saja Allah bisa mencabut
nikmat-nikmat-Nya dari kita…
Sungguh tak pantas kita sombong…
Bukankah manusia diciptakan dari setetes air yang hina? Bukankah kita
dilahirkan tanpa mengetahui apapun? Bukankah tiada daya upaya melainkan
karena Allah?
Mungkin kita merasa lebih shalih dari orang lain?
Dalam tausiyahnya seorang ustadz menguraikan alasan mengapa kita tidak
boleh merasa lebih shalih:
- Kita akan kehilangan semangat berlomba-lomba untuk kebaikan.
- Tidak ada rekomendasi dari Allah bahwa kita adalah orang shalih.
- Kehidupan kita setelah hari ini tidak ada yang tahu, apakah kita besok masih istiqamah? Tidak ada yang menjamin, karena istiqamah di atas agama itu jatuh bangun.
- Manusia melihat dari zhahir, sedangkan Allah melihat dari batin. Ada suatu kisah, ketika berperang melawan kaum kafir seorang sahabat memenangkan pertarungan, ketika akan dibunuh orang kafir tadi lantas mengucap kalimat syahadat. Merasa bahwa orang kafir ini tidak serius mengucapkannya, sahabat tadi lantas membunuhnya. Selesai perang sahabat tadi menghadap Rasulullah menceritakan kejadian tadi. Apa reaksi Rasulullah? Rasulullah marah dan berkata, “Apakah kamu telah membelah dadanya, sehingga tahu isi dadanya?”
Janganlah
kita merasa lebih baik dari orang lain, menghakimi orang lain,
menganggap orang lain lebih buruk dari kita. Bukankah kita tak pernah,
dan tak kan mungkin membelah dada orang lain? Mungkin saja orang lain
lebih baik dari kita, misalnya dalam hal berbakti kepada orang tua,
dalam hal kesabaran, dalam hal kejujuran, dll.
Saya teringat
profil seorang sahabat Rasulullah yang begitu tawadhu, bila bertemu
orang yang lebih muda dia berkata, orang ini lebih baik dariku, karena
ia belum bermaksiat kepada Allah sedangkan aku melakukannya. Bila
bertemu dengan orang yang lebih tua dia berkata, “orang ini telah
melakukan ibadah sebelum aku, maka tidak diragukan lagi bahwa ia lebih
baik dariku.”
Subhanallah…sungguh pribadi yang pantas dijadikan teladan
oleh kita.
Adakah kita suka bangga pada diri sendiri? Merasa sudah
melakukan sesuatu yang hebat? Sifat ujub atau membangga-banggakan diri
juga termasuk ke dalam kesombongan. Bahkan dikatakan oleh Rasulullah
sebagai perkara yang membinasakan! ‘Abdullah bin ‘Umar RA menuturkan
bahwa Rasulullah saw bersabda: “Ada tiga perkara yang membinasakan;
sifat kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti, dan sikap bangga
pada diri sendiri.”(HR. ath Thabrani)
Dalam sebuah riwayat
disebutkan bahwa Allah Swt berfirman kepada Nabi Daud as: “Wahai Daud,
kesalahan itu (yang pernah engkau lakukan) adalah berkah bagimu!” Nabi
Daud as berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana itu bisa terjadi?” Allah Swt
berfirman: “Rintihan orang berdosa (memohon ampunan-Ku) lebih Aku sukai
daripada dzikir orang yang bertasbih (yang disertai kebanggaan dengan
tasbih mereka).”
Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat sombong,
sifat yang sangat dibenci oleh Allah Swt, yang dapat menjerumuskan ke
dalam kebinasaan. Semoga kita selalu berada dalam bimbingan-Nya, menjadi
seorang muslim yang memiliki sifat tawadhu, menjadi hamba yang
dicintai-Nya, dan senantiasa meraih ridha Allah Swt, aamiin.
Wallahu a’lam bisshshawaab.
—
Pustaka:
Serba 3 Dari Nabi Muhammad Saw 2: 3 amalan yang paling dicintai Allah, 3
dosa yang paling besar di sisi Allah, 3 doa penting setelah shalat.
Mahran Mahir Ustman. Penerjemah Abdullah Abbas, Arif Rahman. Jakarta:
Lentera hati, 2012.