Ketua KPK Abraham Samad menegaskan KPK menemukan adanya fakta peristiwa tindak pidana korupsi yang dilakukan pejabat Bank Indonesia, BM dan SCF, sehingga merugikan keuangan negara.

"Pejabat Bank Indonesia tersebut ditemukan melakukan penyalahgunakan pemberian FPJP (fasilitas pinjaman jangka pendek) serta penyalahgunaan penetapan status terhadap Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik," kata Abraham Samad pada rapat Tim Pengawas (Timwas) Kasus Bank Century DPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.

Rapat Timwas Century DPR RI dipimpin oleh Ketua DPR RI Marzuki Ali, yang didampingi Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso, serta hadiri sejumlah anggota Timas.

Sedangkan pimpinan KPK yg hadir adalah Abraham Samad, Zulkarnain, dan Bambang Widjojanto.

Menurut Abraham, KPK akan memprosesnya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Ia menambahkan KPK juga sedang menunggu hasil "second opinion" terhadap kondisi SCF yang saat ini sedang sakit.

"KPK masih menunggu hasil lengkapnya," ucapnya.

Dalam perkembangan kasus Bank Century, menurut dia, KPK telah melakukan gelar perkara pada Senin (19/11).

Dari gelar perkara tersebut, kata Abraham, KPK menemukan adanya peristiwa korupsi yang dilakukan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter, BM, serta Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengawasan, SCF.

"Akibat peristiwa korupsi tersebut, ada kerugian negara," paparnya.

Pada kesempatan tersebut, anggota Timas Century DPR RI memuji dan mengapresiasi kerja KPK yang telah menemukan dua pejabat Bank Indonesia yang diduga melakukan pelanggaran tindak pidana.

Namun, anggota Timwas Century juga meminta agar KPK bisa bekerja lebih keras lagi.

Menurut Bambang Soesatyo, kerugian negara pada pemberian dana talangan kepada Bank Century, ada dua tahapan yakni fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) dan pemberian modal sementara.

Bambang menuturkan, penemuan peristiwa korupsi tersebut pada FPJP tapi masih ada proses PMS.

Politisi Partai Golkar ini juga menanyakan soal beberapa nama lain yang telah direkomendasikan DPR RI dari hasil keputusan rapat paripurna DPR RI pada 3 Maret 2010.(ant)