Islamedia - Ini adalah kisah dari sebuah piala, berkilau, berharga, dan diperebutkan
banyak orang. Pada suatu hari, diadakan sebuah lomba sains, banyak kategori
yang diperebutkan dalam lomba tersebut. Deretan piala dipajang ditempatnya,
satu piala yang paling terlihat disana, ialah piala untuk juara umum. Ukurannya
paling besar dan paling istimewa diatara semua piala yang ada. Piala tersebut
berkata kepada piala yang lain, “Lihat aku, lihat kilau ku, lihat betapa
orang-orang mengagumi dan menginginkan ku”. Piala itu meyombongkan dirinya
didepan piala-piala yang lain, ia merasa bahwa dirinya sempurna.
Pada akhir lomba, juara umum
dimenangkan oleh SMKN 5 Kota Tangerang. Piala itu diangkat dipodium, semua
orang bertepuk tangan, piala tersebut semakin sombong dan semakin merasa ia
adalah terbaik dari semuanya. Sampainya di sekolah, piala tersebut ditaruh
didepan sekolah, supaya semua siswa-siswi dari sekolah tersebut dapat
melihatnya. Banyak siswa yang berhenti didepan piala tersebut, mereka sangat
mengaguminya, banyak diantara mereka juga ingin memilikinya, keadaan semakin
sesak, karena para siswa berkumpul mengelilingi piala tersebut karena sangat
terkesan dengan kilau kuning yang sangat indah dan mempesona.
Lalu sore mulai menjelang, bel pulang sekolah dibunyikan, para siswa pun
pulang meninggalkan sekolah, piala yang dipajang tadi pun dimasukan kedalam
lemari piala yang ada di sekolah tersebut. Banyak piala yang terpajang di
lemari tersebut, lemari itu begitu istimewa termasuk bagi Sang Piala. Ada lampu
yang didalam lemari tersebut yang menerangi piala-piala yang ada didalam.
Kemudian dalam suasana malam yang sunyi, terdengar samar-samar suara tangis
sedih, Sang Piala tadi bingung, dan betanya-tanya suara apa itu. Suara itu
berasal dari bagian pojok lemari. Sang Piala melihat sesuatu yang penuh debu,
kusam dan tidak terawat. Sang Piala bertanya, “Siapa kamu? Kenapa kamu
menangis?”, ada sebuah piala lain berkata pada Sang Piala, “Ia adalah sebuah
piala sama seperti aku, kamu dan kita, ia adalah piala yang dimenangkan oleh
sekolah ini 7 tahun yang lalu”. “Ia benar, aku dulu adalah sebuah piala yang
sangat dikagumi, diinginkan, dan kilau ku pun sama seperti mu, tapi sekarang
lihatlah, tubuhku dipenuhi debu, karat-karat telah datang, dan tidak ada yang
mengagumi ku lagi, mereka melupakan ku” jawab piala yang menangis tadi.
Sang Piala mulai menyadari, bahwa hari ini mungkin ia sangat dikagumi, tapi
suatu saat ia akan bernasib sama seperti piala yang menangis tadi. Ia sadar
bahwa tak ada kilau yang abadi di dunia ini, karena semua “kilau akan memudar
pada waktunya”.
Jika kita merenung sejenak, dunia ini mempunyai
kemiripan dengan kisah tersebut. Tak peduli siapa kita hari ini, seorang artis
ternama, pengusaha kaya, mahasiswa yang brilian, ingatlah sahabatku “kilaunya
pun akan berlalu”. Jagalah hati ini dari angkuh, mengagumi diri sendiri secara
berlebihan.
Semoga kita selalu ingat,
Adhitya Yoga