Islam edia - Senin, 16 Mei 2011. Saat ini adalah sekitar jam setengah empat sore, waktu setempat. Aku bersama dengan teman-teman terb...
Islamedia - Senin, 16 Mei 2011. Saat ini adalah sekitar jam setengah
empat sore, waktu setempat. Aku bersama dengan teman-teman terbaik satu
angkatanku di SMA tengah berada di wilayah Kabupaten Bandung, untuk bersama
menanti hasil dari Ujian Nasional yang beberapa pekan yang lalu telah selesai
kami laksanakan.
Kami baru saja selesai melakukan sebuah perjalanan outbond
sebelum kami mendengarkan hasilnya langsung dari guru-guru kami tercinta yang
turut hadir di Kabupaten Bandung tersebut. Suatu perjalanan yang akan sangat
kami rindukan. Kami teringat saat-saat ketika pertama kali kami dipertemukan.
Kala itu kami juga melakukan perjalanan outbond, menembus hutan-hutan yang ada
di daerah Kabupaten Tasikmalaya. Ah, tidak terasa saat ini bisa dibilang adalah
saat-saat terakhir kami bersama dengan gelar siswa SMA. Waktu memang bergulir
begitu cepat.
Beberapa hari yang lalu, hatiku tengah berbahagia. Sangat
berbahagia karena Kak Randi, sosok guru sekaligus saudaraku yang telah hampir
satu tahun tinggal bersamaku dan Firman, baru saja mengakhiri masa lajangnya.
Beliau menikah. Suatu berita yang sangat menggembirakan. Aku yakin, Kak Randi
akan bisa menjadi sosok suami sekaligus kepala keluarga yang sangat baik. Kali
ini, apakah aku juga akan berbahagia dengan berita kelulusanku? Atau aku harus
bersabar kepada Allah dengan berita ketidak-lulusanku?
“Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh..” ucap Pak
Yahya yang berdiri di tengah-tengah lingkaran manusia yang dibuat oleh
teman-teman kelas 12. “Hari ini.. Adalah hari yang sangat bersejarah.. Karena
hari ini adalah pengumuman kelulusan kalian semua, anak-anakku.. Kelulusan
angkatan keenam, yang telah mengukirkan banyak sejarah dalam perjalanan SMA
kita tercinta..” ucap beliau.
Setelah sambutan dari Pak Yahya, kami dipisahkan berdasarkan
kelas masing-masing. Kami duduk melingkar bersama wali kelas kami yang memegang
amplop berisi hasil dari UN kami. Sebelum wali kelas kami membagikan surat
pengumuman hasil UN tersebut, kami menyanyikan lagu hymne sekolah kami
bersama-sama.
Ledak airmata tak tertahankan, mengingat hymne kali ini bisa
dibilang adalah hymne terakhir kami bersama-sama. Hymne terakhir kami sebagai
siswa dari SMA kami tercinta. Aku sendiri entah kenapa tak mampu menahan
ledakan air mata tersebut. Sesak di dadaku menyebabkan air mataku bermuara.
Terlebih ketika melihat wali kelasku dan teman-temanku turut bernyanyi dalam
sendu tangis mereka. Itu membuatku akan sangat merindukan mereka semua.
Disini, di SMA kita..
Membina diri dengan taqwa..
Dengan ilmu dan amal, dengan akhlaq mulia..
Agar hidup lebih bermakna..
Membina diri dengan taqwa..
Dengan ilmu dan amal, dengan akhlaq mulia..
Agar hidup lebih bermakna..
Karena ilmu adalah pelita..
Lentera di dalam gulita..
Belajar bagi kita menjadi kewajiban..
Tuk menggapai keridhoanNya..
Lentera di dalam gulita..
Belajar bagi kita menjadi kewajiban..
Tuk menggapai keridhoanNya..
Luruskan niat, tatap masa depan..
Kita generasi Ulul Albab..
Jayalah jaya, sekolah kita..
Untuk slama-lamanya...
Kita generasi Ulul Albab..
Jayalah jaya, sekolah kita..
Untuk slama-lamanya...
“Anak-anak.. Sebelum ibu bagikan surat hasil UN ini, ibu
mohon maaf kepada kalian semua jikalau selama tiga tahun ini kita bersama ibu
memiliki banyak kekurangan dan kesalahan.. Ibu juga mau berterimakasih kepada
kalian yang telah sangat memberikan kenangan bagi ibu..” ucap Bu Nina, wali
kelas kami setelah menyanyikan hymne SMA kami tersebut.
Setelahnya, beliau menyebutkan nama kami satu per satu
seraya menyerahkan sebuah amplop yang tertutup rapat. “Nanti ketika bapak
komandokan, kalian langsung buka amplopnya bersama-sama ya..” ucap Pak Yahya.
Semua amplop selesai dibagikan. Pak Yahya menginstruksikan
untuk membuka amplop tersebut. Aku gemetar. Kata pertama yang langsung kutuju
setelah membuka amplopku adalah sebuah tulisan ‘LULUS’ yang mulus tanpa coretan
dan tulisan ‘TIDAK LULUS’ yang tercoret. Segera aku melakukan sujud syukur.
Kejujuranku membuahkan suatu kelulusan dari Allah.
Aku lihat nilai Matematikaku, tertera angka ‘7’.
Alhamdulillah. Lebih besar dari prediksiku. Aku sangat bangga dengan nilai itu.
Agak lama aku tersujud di tempat tersebut. Seiring dengan teman-temanku yang
serentak sujud bersama.
Nilai-nilaiku yang lain bisa dibilang cukup lumayan. Bahasa
Indonesia mendapatkan nilai sembilan, sedangkan Bahasa Inggris mendapatkan
nilai delapan koma empat. Geografi, Ekonomi, dan Sosiologi secara
berturut-turut adalah tujuh koma delapan, delapan koma dua, dan delapan koma
delapan. Ternyata memang nilai matematika-ku yang paling kecil.
“Gimana hasilnya, Mal..?” tanya Firman yang segera
menghampiriku.
“Alhamdulillah, akh..! Aku lulus! Aku lulus dengan
mempertahankan kejujuranku..! Kamu juga kan..?” tanyaku balik.
“Alhamdulillah.. Allah memang tidak akan pernah meninggalkan
hambaNya..” jawabnya seraya tersenyum. Aku kemudian melihat nilai Firman.
Sangat baik. Dia mendapatkan rata-rata sembilan pas. Tapi bukan itu esensinya.
Dia mendapatkan nilai itu dengan kejujuran yang dia pegang. Kejujuran yang
tidak pernah dia lepaskan. Aku sangat kagum kepadanya.
Sejenak kemudian aku melihat teman-temanku yang lain. Mereka
mendapatkan nilai yang sangat tinggi. Bahkan banyak sekali yang mendapatkan
nilai di atas rata-rata Firman. Yang paling mengejutkan, sebagian besar dari
mereka mendapatkan nilai matematika sepuluh. Artinya sempurna. Tidak ada satu
nomor-pun yang keliru.
Usai pembukaan surat tersebut, kami dikumpulkan lagi oleh
Pak Yahya. “Alhamdulillah, kalian telah mendapatkan hasilnya. Dan
Alhamdulillah, angkatan kalian kali ini mendapatkan presentase kelulusan sebanyak
seratus persen. Artinya, kalian semua lulus dalam Ujian Nasional kali ini!”
ucap beliau yang disambut sorak gembira oleh Pak Yahya.
“Apresiasi tentu akan pihak sekolah berikan kepada siswa
terbaik di UN kali ini!” lanjutnya. Semua kemudian terdiam.
“Tapi bukan kepada pemegang nilai tertinggi.. Tapi kami,
khususnya bapak sangat mengapresiasi kalian yang berani jujur! Berani
mempertahankan integritas kalian menghadapi tantangan ini. Meskipun pada
kenyataannya, banyak dari kalian yang jujur mendapatkan nilai yang lebih kecil
daripada teman-teman kalian, tapi tenanglah! Percayalah bahwa Allah takkan
pernah tidur! Dan kalian adalah pemenang yang sesungguhnya, di mata Allah.
Selama kalian ikhlas, Insya Allah!!” ucap Pak Yahya dengan suara yang lantang.
Seluruh siswa terdiam. Pak Yahya memang tidak pernah main-main dalam hal ini.
Dan kami semua tahu, beliau paling tidak suka dengan aksi contek-menyontek.
“Nilai yang kalian dapatkan ini bukanlah apa-apa. Mudah saja
mendapatkan nilai sepuluh dalam UN ini. Saya menjamin, bahwa mendapatkan nilai
sepuluh itu sangat mudah. Tapi ingatlah anak-anakku, ‘nilai’ yang sebenarnya
adalah dari keberkahan dalam nilai yang fana ini. Kalau kalian ada yang mau
meminta maaf kepada pihak sekolah karena merasa tidak jujur, kami sangat terbuka.
Tapi kalau memang tidak, ya kita lihat saja keberkahan dari nilai kalian ini..
Allah tidak akan pernah tidur..!”
***
Handphoneku berdering. Ada SMS masuk. Aku tengah berada di
rumah kontrakan saat ini. Hari ini adalah dua hari setelah aku dinyatakan lulus
dalam Ujian Nasional kemarin. Di rumah saat ini sangat sepi. Hanya ada aku
saja. Firman tengah menginap di rumah neneknya. Sedangkan Kak Randi tengah
berada di Jakarta bersama istrinya.
Aku tak langsung menghiraukan SMS tersebut. Aku selesaikan
tilawahku, dan kemudian barulah aku mengambil handphoneku tersebut. SMS dari
Pak Yahya. Bunyinya :
“Assalamu’alaykum.
Diberitahukan kepada seluruh peserta SNMPTN Undangan tahun 2011, bahwa pengumuman SNMPTN Undangan tahun ini bisa diakses di situs undangan.snmptn.ac.id terhitung pukul 19.00 WIB. Silahkan kalian cek akun kalian, dan percayalah bahwa yang kalian terima adalah yang terbaik dari Allah.”
Diberitahukan kepada seluruh peserta SNMPTN Undangan tahun 2011, bahwa pengumuman SNMPTN Undangan tahun ini bisa diakses di situs undangan.snmptn.ac.id terhitung pukul 19.00 WIB. Silahkan kalian cek akun kalian, dan percayalah bahwa yang kalian terima adalah yang terbaik dari Allah.”
Aku lihat jam dinding. Sudah jam tujuh malam lewat beberapa
menit. Tiba-tiba tanganku terasa kelu. Gemetar. Aku coba tenangkan diriku. Aku
akses situs tersebut melalui handphoneku. Aku masukkan nomor registrasiku dan
tanggal lahirku sesuai yang diminta oleh situs tersebut. Jelang beberapa lama,
layar handphoneku menunjukkan sebuah tulisan berupa :
Selamat, Anda diterima di Universitas Indonesia
Program Studi
Ilmu Politik
Program Pendidikan
S1 Reguler
Jalur Masuk
SNMPTN
Nomor Pokok Mahasiswa (NPM) Anda adalah 1106006631
Aku terdiam. Air mataku menggenang. Sontak tubuhku luluh
lantak. Tersujud, seraya mengucapkan puji syukur kepada Allah. Lama aku
tersujud. Lemas. Aku sangat menikmati sujud ini. Aku sangat menikmatinya. Aku
kemudian memberitakan kabar ini kepada kedua orangtuaku. Lalu aku mengirimkan
SMS ucapan terimakasih kepada seluruh guru-guruku. Aku sangat bahagia. Aku
sangat bersyukur. Kembali aku tersujud. Sendiri. Tersujud dalam keheningan
suasana setelah shalat Isya. Aku sangat bersyukur.
Ya Allah, janjiMu
benar adanya. Kau tidak akan pernah mengingkari janjiMu. Kau tidak pernah
meninggalkan hambaMu. Terima kasih, ya Allah! Terimakasih!
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji hanyalah bagiMu, Tuhan Semesta Alam!
*Selesai
Muhammad Fathan
Mubina
Mahasiswa Ilmu Politik UI 2011
Staff PSDM FSI FISIP UI
Mahasiswa Ilmu Politik UI 2011
Staff PSDM FSI FISIP UI