Fasabbih, Bihamdih Wastaghfir…!!

Islam edia - Ditengah puasa menahan lapar dan dahaga, 10 ribu pasukan itu membelah padang sahara nan gersang. Melangkah gagah penuh keya...

Islamedia - Ditengah puasa menahan lapar dan dahaga, 10 ribu pasukan itu membelah padang sahara nan gersang. Melangkah gagah penuh keyakinan, menerobos terik matahari, menanti saat kemenangan. Pasukan itu menuju Makkah. Membela Bani Khuza’ah yang telah mendapat perlindungan dari kaum Muslimin dari serangan bani Bakr di tanah haram Makkah. Kaum Quraisy telah melukai perjanjian Hudaibiyah yang telah disepakati untuk gencatan senjata selama 10 tahun.

Begitulah awal kisah terjadinya futuh Makkah. Semua terjadi karena kaum Quraisy telah ‘memperkosa’ perjanjian Hudaibiyah. Menyerang dan membantai bani Khuza’ah yang telah mendapat perlindungan dari Rasulullah SAW. Peristiwa Futuh Makkah menenggelamkan keimanan kaum kafirin dan musyrikin dari kota Makkah. Berganti dengan gema syahadatain. Menghias Makkah dengan cahaya iman kepada Allah Azza wa Jalla..menumbangkan berhala-berhala, menghancurkan penghambaan selain kepada Allah saja..Makkah menjadi kota barokah dan diliputi cahaya iman yang agung dan mulia..mereka berbondong-bondong memasuki agama Allah yang mulia.

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat”. (An-Nashr : 1-3)

Kemenangan, kesuksesan, keberhasilan, kepuasan dan sinonim kata lainnya tentang kemenangan adalah sebuah cita dan harapan semua manusia di dunia. Ia menjadi puncak sebuah usaha. Ia pun menjadi motivasi banyak orang dalam mencapainya.

Kemenangan mengisayaratkan akan kekuatan dan kemampuan diatas kelemahan pihak lain. Tidak sedikit yang justru menodai makna kemenangan atau kesuksesan hidup yang diraih. Banyak manusia didunia ini merasa hebat dengan apa yang sudah dilakukan. Merasa ‘jago’ dengan dirinya, merasa terbaik diantara yang lain. Merasa baik rupa nan elok rupawan wajahnya. Pada akhirnya jatuh pada Lumpur kesombongan. Sementara syetan harus dikeluarkan dari syurga karena kesombongannya. Dan ditetapkan menjadi penghuni neraka selama-lamanya. Sementara Fir’aun harus ditenggelamkan di lautan lepas karena kesombongannya, sementara Qorun juga harus ditenggelamkan ke bumi karena kesombongannya.

Kesuksesan terkadang bukanlah sebuah jembatan yang nyaman untuk meraih kenikmatan yang sesungguhnya. Yaitu kenikmatan alam akhirat kelak. Terkadang kesuksesan adalah sebuah bencana yang menakutkan.

Adalah Tsa’labah yang ketika sholat berjama’ah harus bergantian kain sarung yang satu-satunya ia miliki kepada istrinya. Hingga kemudian hari setelah Rasulullah mendo’akan Tsa’labah agar diberi kelebihan rizki, Tsa’labah pun akhirnya memiliki tambahan rizqi dengan memiliki hewan ternak. Belakangan Tsa’labah sering terlambat ke masjid. Dan pada akhirnya Tsa’labah sudah benar-benar tidak terlihat di Masjid untuk sholat berjama’ah. Tsa’labah tengah sibuk dengan hewan ternaknya. Yang sejatinya hewan ternak itu adalah nikmat dari-Nya..namun Tsa’labah mendurhakai nikmat Allah tersebut.

Surat An-Nashr yang diturunkan pada peristiwa penaklukan kota Makkah diatas pada dasarnya mengajarkan kepada kita, bagaimana memaknai sebuah kesuksesan hidup ataupun memaknai akan kelebihan diri yang dimiliki.

Bagaimana seorang mukmin menyikapi hal tersebut?? Satu hal yang harus difahami dan diyakini oleh kita semua adalah, tidak ada satu kemenangan atau kesuksesan pun yang dapat kita raih didunia ini kecuali semata mata nashrun minallah (pertolongan Allah)!! tidak ada kemenangan Badar, ataupun penaklukan Makkah kecuali Allah lah yang telah mendatangkan pertolongan tersebut kepada kaum muslimin. Nabi dan para sahabatnya tak punya kuasa apapun dalam perkara ini. Pertolongan itu semata-mata hanyalah perkara Allah yang direalisasikannya dengan atau tanpa mereka.

Berikut adalah sikap seorang mukmin dalam menyikapi sebuah kemenangan :

1. Fasabbih bi Hamdih

Tasbih dan pujian hendaknya yang keluar dari lisan yang selalu bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan. Termasuk nikmat kemenangan dan kesuksesan hidup. Terkadang manusia terlalu gembira saat berlayar dilautan lepas sampai lupa pada daratan. Terkadang kita merasa hebat dengan apa yang telah dilakukan, tanpa sadar ‘kehebatan’ tersebut hanyalah pertolongan Allah semata, yang sewaktu-waktu sangat mudah Allah rebut dari kita, dan menjadikan kita manusia terlemah di dunia.

Pada dasarnya Allah tidak butuh pujian kita sama sekali. Karena tanpa kita memuji-Nya, Allah tetap mulia dan tidak berkurang sama sekali kemuliaan Allah. dan apabila kita memuji-Nya pun tidak akan menambahkan kemuliaan Allah karena Allah telah sempurna kemuliaan-Nya. Kitalah yang sesungguhnya membutuhkan itu, kita butuh memuliakan Allah kita butuh memuji Allah, karena dengan begitu akan melatih kita menjadi hamba-Nya yang pandai bersyukur dan mengakui kelemahan diri serta terbebas dari sifat sombong terhadap nikmat yang berlebih.

Sederhananya begini. Misalkan kita memberikan sesuatu yang berharga kepada seseorang, lantas orang tersebut menerima pemberian kita, tetapi dia tidak berterima kasih sama sekali, dia cuek, dia pergi begitu saja, dia banggakan diri dia atas sesutau yang telah dia terima, dia lupakan dapat dari mana sesuatu tersebut. yang ada pada hati dan pikirannya hanyalah, dia hebat, dia beruntung, dia merasa lebih dari yang lain. Bukankah kita akan merasa kesal dengan orang tersebut? Lalu terucap kata “dasar manusia tidak tau terima kasih” efek setelah itu kita tidak mau memberinya lagi. Ya mungkin seperti itu juga jika kita tidak punya rasa syukur terhadap apa yang sudah Allah berikan kepada kita. “apabila kamu bersyukur, niscaya akan kutambahkan nikmat-Ku kepadamu,dan apabila kamu ingkar terhadap nikmatku, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.

2. Fastaghfir

Jika kita berbuat maksiat nampaknya memohon ampun atau beristighfar adalah hal yang harus segera kita lakukan. Timbul pertanyaan, kenapa kita harus istighfar disaat kita mendapat kesuksesan, kemenangan dan kebahagiaan?? Tidak cukupkah dengan mengucap hamdalah??

Ujian tidak selalu hadir dalam bentuk ‘kesengsaraan’ terkadang ia hadir dalam bentuk yang begitu indah dan menyenangkan, tidak mawas diri dengan ujian ini membuat manusia terlena, lupa dan terpedaya. Jangankan beristighfar, mengucapkan terima kasih dengan mengucap hamdalah saja terkadang terlewatkan, karena terlalu mabuk pada perasaan bahagia. Disinilah istighfar diperlukan.

Istighfar dari rasa bangga yang kadang hadir dihati menyelinap ke dalamnya akibat mabuk kemenangan sesudah perjuangan panjang dan akibat kesenangan memperoleh kesuksesan sesudah mengalami jatuh bangun yang panjang. Juga akibat terlalu bahagia memperoleh nikmat yang banyak setelah mengalami penderitaan yang berat, kesulitan yang menghimpit, kesedihan yang memilukan. Ini merupakan celah masuk yang sulit dihindari dalam diri manusia. Dari semua hal inilah dilakukan istighfar.

Istighfar juga diperlukan saat sadar kurangnya rasa syukur dan kurangnya dalam memuji Allah setelah mendapat pertolongan berupa kemenangan ataupun kesuksesan dalam hidup. Karena upaya manusia, apapun adanya, sangat lemah dan terbatas, sedangkan nikmat-nikmat Allah selalu melimpah ruah dan mengalir.

“dan jika kalian hendak menghitung nikmat Allah niscaya kalian tidak akan bias menghitungnya.” (Ibrahim : 34)

Dari kekurangan inilah dilakukan istighfar.

Fasabbih, bihamdih, wastaghfir adalah 3 bekal yang harus selalu dipegang oleh setiap insan di dunia. 3 bekal tersebut mengisyaratkan kesadaran pada jiwa saat merasa bangga sesungguhnya ia selalu berada dalam kekurangan dan kelemahan. Sehingga ia segera melepas kesombongannya dan memohon ampunan kepada Allah Swt. Kesadaran akan 3 bekal ini bisa mengekang berbagai gejolak rasa bangga dan keterpedayaan.

Wallahu’alam bisshowab.