Islamedia - Rabu
(16/01), telah berlangsung perkuliahan Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta
angkatan ke-9 di gedung INSISTS, Kalibata Utara, Jakarta Selatan dengan tema
“Pluralisme Agama” yang dibawakan langsung oleh kepala SPI Pusat, Akmal
Sjafril.
Di dalam perkuliahan yang berlangsung di aula Imam al-Ghazali Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) itu, Akmal menjelaskan bahwa ada tiga tokoh besar bangsa Indonesia yang pernah berhubungan langsung dengan gerakan Teosofi-Freemasonry di Indonesia. Mereka bertiga yaitu Agus Salim, Mohammad Natsir, dan HAMKA. Hal ini bertolak dari pemaparannya tentang gerakan Teosofi-Freemasonry sebagai salah satu tren pluralisme agama.
“Ada tiga tokoh yang pernah berhubungan dengan Teosofi, yaitu Agus Salim, Natsir, dan HAMKA. Agus Salim pernah menerjemahkan buku Teosofi atas permintaan mereka. Sedangkan Natsir pernah mengajar mereka dalam sebuah kelas khusus. Dan HAMKA pernah mendatangi loji serta melihat ritual pemanggilan roh mereka,” jelas Akmal.
Pernyataan tersebut muncul dalam rangka menunjukkan bahwa gerakan yang didalangi oleh orang-orang Yahudi itu memang nyata pernah berkembang di Indonesia. Masih menurut Akmal, gerakan itu memiliki andil besar dalam deislamisasi di tanah Jawa. Hal itu disebabkan adanya keterkaitan yang kuat antara budaya masyarakat Jawa dan Teosofi-Freemasonry yang sama-sama memiliki hobi terhadap hal-hal mistik.
“Gerakan Teosofi-Freemasonry menekankan pada hal-hal mistik tiap agama. Di Indonesia, mereka mendukung aliran kebatinan. Pekerjaan mereka adalah menativisasi dengan mengangkat kembali ajaran kuno di Indonesia seperti kebatinan, kejawen, dan lain sebaginya,” kata Akmal menjelaskan. [abe/islamedia]
Di dalam perkuliahan yang berlangsung di aula Imam al-Ghazali Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) itu, Akmal menjelaskan bahwa ada tiga tokoh besar bangsa Indonesia yang pernah berhubungan langsung dengan gerakan Teosofi-Freemasonry di Indonesia. Mereka bertiga yaitu Agus Salim, Mohammad Natsir, dan HAMKA. Hal ini bertolak dari pemaparannya tentang gerakan Teosofi-Freemasonry sebagai salah satu tren pluralisme agama.
“Ada tiga tokoh yang pernah berhubungan dengan Teosofi, yaitu Agus Salim, Natsir, dan HAMKA. Agus Salim pernah menerjemahkan buku Teosofi atas permintaan mereka. Sedangkan Natsir pernah mengajar mereka dalam sebuah kelas khusus. Dan HAMKA pernah mendatangi loji serta melihat ritual pemanggilan roh mereka,” jelas Akmal.
Pernyataan tersebut muncul dalam rangka menunjukkan bahwa gerakan yang didalangi oleh orang-orang Yahudi itu memang nyata pernah berkembang di Indonesia. Masih menurut Akmal, gerakan itu memiliki andil besar dalam deislamisasi di tanah Jawa. Hal itu disebabkan adanya keterkaitan yang kuat antara budaya masyarakat Jawa dan Teosofi-Freemasonry yang sama-sama memiliki hobi terhadap hal-hal mistik.
“Gerakan Teosofi-Freemasonry menekankan pada hal-hal mistik tiap agama. Di Indonesia, mereka mendukung aliran kebatinan. Pekerjaan mereka adalah menativisasi dengan mengangkat kembali ajaran kuno di Indonesia seperti kebatinan, kejawen, dan lain sebaginya,” kata Akmal menjelaskan. [abe/islamedia]