Islamedia - Jika orang mengenang Buya Hamka, kemungkinan
besar beliau takkan dikenang sebagai seorang politisi. Sejak awal, Hamka memang
tidak memandang dirinya sebagai seorang politisi. Meski demikian, jika kita
melihat lembaran sejarah, kita akan melihat sosok dirinya yang sangat memahami
dunia politik.
"Alhamdulillah, saya
bersyukur sekali acara ini bisa berjalan lancar. Terlebih melihat antusiasme
peserta selama acara. Saya perhatikan semuanya khusyuk menyimak penyampaian
dari para narasumber," ungkap Muhammad Fahim Ilmi, Ketua Panitia 111 Tahun Buya Hamka yang menawarkan
sejumlah kegiatan menarik di bulan Januari hingga Maret 2019 ini. [abe/islamedia]
Hal itu ditegaskan oleh Dr. Tiar Anwar Bachtiar
dalam sesi kedua kajian “Napak Tilas
Keteladanan Politik Buya Hamka” di Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq, Cawang,
Jakarta, pada hari Ahad (20/01) lalu. Doktor Ilmu Sejarah jebolan Universitas
Indonesia (UI) ini menegaskan bahwa karir politik Buya Hamka sesungguhnya sudah
dimulai jauh sebelum beliau menjadi anggota Konstituante mewakili Partai
Masyumi pasca Pemilu 1955.
"Ketika Hamka diminta menjadi penasehat
pemerintahan Jepang melalui badan Chuo Sangi In, sejak saat itu ia sudah jadi politisi.
Hamka juga pernah menjadi pegawai Kementerian Agama, namun akhirnya mundur
untuk menjadi anggota Konstituante," ungkap Tiar.
Dalam sidang-sidang di Konstituante, Buya Hamka
juga tidak hanya menyampaikan permasalahan filosofis di seputar dasar negara
dan undang-undang dasar. “Kalau kita meneliti transkrip dari sidang-sidang
tersebut, Hamka bahkan membahas persoalan-persoalan seputar militer, ekonomi
dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa beliau memang benar-benar menguasai
banyak persoalan yang menyangkut negara kita,” ujar Tiar lagi.
Mengenai dasar negara, Tiar menyatakan bahwa
gagasan Hamka sejalan dengan tokoh-tokoh Masyumi lainnya, yaitu bahwa Islam-lah
yang semestinya menjadi dasar negara.
"Untuk mendukung pendapatnya, Hamka
berargumen dengan sejarah. Indonesia diperjuangkan oleh para pahlawan Muslim,
dan di Indonesia juga mayoritas Muslim. Maka, apabila Islam dijadikan sebagai
dasar negara, maka ini tidak bertentangan, bahkan sejalan dengan sejarah bangsa
Indonesia," pungkasnya.
Kajian seputar pemikiran Buya Hamka ini diharapkan menjadi awal dari sebuah pekerjaan besar menggali pemikiran para tokoh Islam di Indonesia.
Kajian seputar pemikiran Buya Hamka ini diharapkan menjadi awal dari sebuah pekerjaan besar menggali pemikiran para tokoh Islam di Indonesia.