Islamedia - “Dalam
surat Al-Baqarah ayat ke-120 dijelaskan bahwa ada orang-orang yang tidak akan
ridho kepada umat Islam sampai umat Islam mau mengikuti mereka, mulai dari cara
hidup hingga cara memandang agama. Mereka adalah Yahudi, Nasrani dan juga orang-orang
yang mengikuti mereka,” demikian pesan Akmal Sjafril dalam penyampaian materi
pendahuluan untuk Kursus Singkat Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta Angkatan
ke-9 di Gedung INSISTS Kalibata, Rabu (19/09) silam.
SPI
adalah lembaga pendidikan non-formal yang berdiri pada tahun 2014. Awalnya, ia
merupakan program dari komunitas #IndonesiaTanpaJIL (ITJ), namun kemudian pada
tahun 2015 melepaskan hubungan strukturalnya dengan ITJ. SPI mengkompilasi kajian-kajian
tematik dan berkesinambungan menjadi sebuah kursus singkat yang dilakukan dalam
beberapa kali pertemuan.
“Materi-materi
yang disampaikan adalah yang berhubungan dengan pemikiran seperti ghazwul fikri, sekularisme, worldview islam dan lain-lain yang dibagi
ke dalam dua semester, masing-masing semester terdiri dari sepuluh kali
pertemuan,” ungkap Akmal seraya menambahkan bahwa saat ini SPI telah memiliki cabang
di tiga wilayah, yaitu di Jakarta, Bandung dan Tangerang.
Sejumlah
72 orang peserta hadir dalam pertemuan perdana SPI Angkatan ke-9 ini. Muhammad
Fahim Ilmi, selaku Kepala SPI Jakarta, menegaskan bahwa di SPI ada beberapa
peraturan dan tata tertib yang tidak boleh dilanggar.
“Ada
beberapa peraturan yang paling penting, diantaranya adalah batas ketidakhadiran
sebanyak tiga kali pertemuan, dan juga ada kewajiban mengerjakan tugas menulis
karya ilmiah dan reportase setelah setiap pertemuannya,” ujar Fahim yang
merupakan jebolan SPI Angkatan ke-2.
Selain
menjelaskan tentang jati diri SPI, Akmal selaku Kepala SPI Pusat juga menyampaikan
kondisi umat saat ini yang tengah menghadapi banyak tantangan pemikiran.
“Contoh
tantangan itu adalah dualisme yang dibawa oleh pemikiran sekuler. Saat ini
masih ada pemisahan antara agama dan sains, padahal agama dan sains ini saling
berhubungan dan tidak perlu ada dikotomi di antara keduanya,” ungkap Akmal.
Peserta
Kursus Singkat SPI Angkatan ke-9 ini diikuti oleh berbagai kalangan dengan
berbagai latar belakangnya. Salah seorang peserta, Irfan Mulyafoh, adalah mahasiswa
asal Majalengka yang kini duduk di bangku kuliah kampus STID Mohammad Natsir
Bekasi. Irfan merasa antusias dengan kuliah perdana SPI ini dan mengatakan
bahwa SPI memiliki nuansa yang berbeda, justru karena melarang pesertanya
merekam dan memotret materi yang disampaikan.
“Kami
dilarang untuk merekam dan memotret materi dengan tujuan mengembalikan metode
pengajaran yang diterapkan oleh para ulama terdahulu, sehingga para peserta
dituntut untuk mencatat dan menyimak secara maksimal,” kata Irfan. [ismail/abe/islamedia]