Islamedia - Kalau bicara ustadz, kiyai, penceramah atau muballigh tersohor terjun ke dunia carut marut perpolitikan kotor, saya selalu teringat alm. Kiyai Zainudin MZ di masa satu dekade lalu.
Sebagai icon ustadz dan kiyai, beliau teramat kondang dan masyhur. Penggemarnya semua orang, dari pinggir kali sampai istana, semua suka ceramah beliau.
Mendiang Pak Harto pun sampai terpingkal-pingkal dengerin ceramahnya. Padahal Kiyai Zainuddin lagi mengkritik rezim dalam ceramahnya. Tapi alih-alih pak Harto marah, justru terbahak-bahak.
Padahal kalau orang lain yang ngomong gitu, agak ngeri-ngeri sedap. Tapi buat Kiyai Zaenudin, seberat apapun materi yang mau disampaikan, bisa sangat cair jadinya, mudah dicerna, termasuk oleh yang kena kritik langsung.
Saya menilai bahwa dalam hal kepiawaian satu ini, kiyai Zainudin MZ belum ada tandingannya.
Maka wajar beliau dikenal sebagai da'i sejuta umat, karena saking ngetopnya. Tidak pernah punya musuh dalam dakwahnya. NU senang, anti NU juga senang, emak-emak senang, bapak-bapak senang. Belum pernah beliau diboikot dalam dakwah ceramah.
Saat itu beliau leading di atas, semua penceramah kondang hari ini, tidak ada apa-apanya dibanding beliau.
Lalu nggak tahu siapa yang bisikin, tiba-tiba beliau terjun bebas ke dunia politik. Awalnya masuk partai, lalu ribut di dalam nggak jelas kenapa, akhirnya beliau ngalah, keluar dan bikin partai sendiri.
Selesai?
Tidak. Justru makin parah. Alih-alih menyelesaikan masalah umat, yang terjadi muncul lagi masalah bertubi-tubi. Apa-apa yang dulu tidak bermasalah, lewat kendaraan politik malah jadi teramat bermasalah
Disitulah kisah sedih beliau banyak terungkap. Kalau waktu masih berdakwah dulu beliau selalu dielu-elukan umat, giliran jadi politikus, habis dicaci-maki semua orang. Jangankan yang salah, yang benar saja pun disalah-salahkan.
Dikirain kalau masuk ke dunia politik, bisa selesaikan semua masalah. Tapi kenyataannya, semakin dalam berpolitik, semakin ruwet permasalahannya.
Akhirnya beliau merenung panjang dan memutuskan bertaubat kembali lagi ke jalan yang benar. Beliau tinggalkan politik praktis dan balik lagi ke panggung dakwah, kapok main politik praktis setelah sempat silau sebelumnya.
Saya menulis ini dengan kaca mata seorang ustadz yang sudah eshtablish di dunia dakwah yang sudah digelutinya. Intinya perenungan bahwa ganti profesi itu tidak semudah yang kita bayangkan. Sama sekali tidak dalam konteks membenci politik dan dakwah di jalur politik.
Sekian
Ditulis oleh Ustadz Ahmad Sarwat
(Direktur Rumah Fiqih Indonesia)
Sebagai icon ustadz dan kiyai, beliau teramat kondang dan masyhur. Penggemarnya semua orang, dari pinggir kali sampai istana, semua suka ceramah beliau.
Mendiang Pak Harto pun sampai terpingkal-pingkal dengerin ceramahnya. Padahal Kiyai Zainuddin lagi mengkritik rezim dalam ceramahnya. Tapi alih-alih pak Harto marah, justru terbahak-bahak.
Padahal kalau orang lain yang ngomong gitu, agak ngeri-ngeri sedap. Tapi buat Kiyai Zaenudin, seberat apapun materi yang mau disampaikan, bisa sangat cair jadinya, mudah dicerna, termasuk oleh yang kena kritik langsung.
Saya menilai bahwa dalam hal kepiawaian satu ini, kiyai Zainudin MZ belum ada tandingannya.
Maka wajar beliau dikenal sebagai da'i sejuta umat, karena saking ngetopnya. Tidak pernah punya musuh dalam dakwahnya. NU senang, anti NU juga senang, emak-emak senang, bapak-bapak senang. Belum pernah beliau diboikot dalam dakwah ceramah.
Saat itu beliau leading di atas, semua penceramah kondang hari ini, tidak ada apa-apanya dibanding beliau.
Lalu nggak tahu siapa yang bisikin, tiba-tiba beliau terjun bebas ke dunia politik. Awalnya masuk partai, lalu ribut di dalam nggak jelas kenapa, akhirnya beliau ngalah, keluar dan bikin partai sendiri.
Selesai?
Tidak. Justru makin parah. Alih-alih menyelesaikan masalah umat, yang terjadi muncul lagi masalah bertubi-tubi. Apa-apa yang dulu tidak bermasalah, lewat kendaraan politik malah jadi teramat bermasalah
Disitulah kisah sedih beliau banyak terungkap. Kalau waktu masih berdakwah dulu beliau selalu dielu-elukan umat, giliran jadi politikus, habis dicaci-maki semua orang. Jangankan yang salah, yang benar saja pun disalah-salahkan.
Dikirain kalau masuk ke dunia politik, bisa selesaikan semua masalah. Tapi kenyataannya, semakin dalam berpolitik, semakin ruwet permasalahannya.
Akhirnya beliau merenung panjang dan memutuskan bertaubat kembali lagi ke jalan yang benar. Beliau tinggalkan politik praktis dan balik lagi ke panggung dakwah, kapok main politik praktis setelah sempat silau sebelumnya.
Saya menulis ini dengan kaca mata seorang ustadz yang sudah eshtablish di dunia dakwah yang sudah digelutinya. Intinya perenungan bahwa ganti profesi itu tidak semudah yang kita bayangkan. Sama sekali tidak dalam konteks membenci politik dan dakwah di jalur politik.
Sekian
Ditulis oleh Ustadz Ahmad Sarwat
(Direktur Rumah Fiqih Indonesia)