Saya teringat kalimat ini saat isu pengkhianatan PKS belakangan kian kencang dihembuskan pihak-pihak tertentu.
Islamedia - Saya teringat kalimat ini saat isu pengkhianatan PKS belakangan kian kencang dihembuskan pihak-pihak tertentu.
"DNA Liverpool itu Liga Champions," ujar Manajer The Reds Jurgen Klopp saat mengomentari penampilan ciamik anak asuhannya di Liga Champions 2017-2018.
Tak hanya Klopp. Pelatih sebelumnya juga kerap melontarkan hal senada. Rafael Benitez misalnya yang mengantarkan Liverpool juara Liga Champions 2005.
Lalu apa kaitannya dengan PKS? Seperti Liverpool yang berDNA Liga Champions, begitu pula PKS dalam pentas politik nasional. Oposisi ya oposisi. Tidak main dua kaki. Apalagi sampai berkhianat. Singkat kata, DNA PKS itu bukan pengkhianat.
Beredarnya isu PKS berkhianat mulai kencang ketika DPW PKS Jabar mengumumkan hasil real count Pilkada Jabar 2018. Disampaikan oleh Ketua DPW PKS Jabar Nur Supriyanto, hasil penghitungan suara berbasis data C1 menempatkan Rindu sebagai pemenang. Angka real count sama persis dengan quick count berbagai lembaga survei di kisaran 32% untuk Rindu dan 29% untuk Asyik.
Usai itu, fitnah keji mulai berdatangan. PKS dianggap ada deal dengan Rindu dan Demokrat. PKS dijanjikan jatah posisi di pemprov Jabar dan sebagainya. Pengkhianatan PKS sangat mudah dipatahkan dengan logika sederhana.
Pertama, jika ingin berkhianat pada pasangan koalisi, mengapa tidak sejak dulu? Sejak memutuskan mengusung Prabowo jadi capres pada 2014 lalu, kemudian jadi oposisi bersama Gerindra, PKS telah teruji kesetiannya. Tidak mencla-mencle. Tidak main dua kaki.
"Jadi yang saya alami dengan PKS, PKS adalah kawan yang setia. Di kala susah, mereka tidak meninggalkan Prabowo Subianto dan Gerindra. Jadi memang susah saya meninggalkan PKS. Biar harus ke dokter gigi, diperintahkan PKS, saya tingalkan dokter gigi," ucap Prabowo dalam sebuah acara.
Prabowo memang tidak asal bicara atau basa-basi politik. Kesetiaan PKS sejak 2014 jadi bukti tak terbantahkan. Saat semua partai pengusungnya berbalik arah usai kalah dalam pilpres 2014, hanya PKS yang selalu menemani Prabowo.
Selain itu, kisah heroik Pilkada DKI Jakarta 2017 juga meninggalkan kesan tersendiri bagi Prabowo. Bayangkan, PKS bersedia menarik kadernya Mardani Ali Sera dari posisi cawagub demi kepentingan yang lebih besar.
Kedua, jika mau berkhianat, mengapa dulu memilih Mayjen (Purn) Sudrajat yang tingkat popularitas dan elektabilitasnya sangat rendah? Kalau mau berkhianat, ya PKS akan tetap bersama Deddy Mizwar yang unggul jauh dari Sudrajat.
Ketiga, pengumuman dari DPW Jabar soal hasil real count berbasis data yang sangat terpercaya. Sumbernya dari form C1 yang dipegang para saksi Asyik di TPS. Kita sama-sama mahfumlah, kalau urusan saksi, kader PKS tak perlu diragukan lagi.
Saya pernah jadi saksi pada pilpres dan pemilu 2009, lalu Koordinator Saksi (Korsak) pada pilbup dan pilgub. Pernah juga jadi Ketua DPRa PKS, selevel tingkat kelurahan pada 2014. Saya mengerti betul bagaimana saksi PKS dikelola dan dibekali ilmu dan militansi. Sampai-sampai ada gurauan: "Kalau cari jodoh dari kader PKS saja. C1 saja dijagain, apalagi kamu!" Hehe...
Lebay? Tidak juga sih...lihat saja foto-foto perjuangan saksi PKS dalam mengawal suara. Penuh perjuangan. Peluh dan keringat.
Dan ingat, bukan suara PKS saja loh yang dikawal. Kader PKS juga komitmen menjaga suara partai lain. Ini saya alami sendiri saat mengawal penghitungan suara di PPS Jatimulya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi beberapa tahun silam. Ada suara partai lain yang hilang tapi saat dicek berdasarkan data kita, ternyata ada suaranya.
"Untung ada PKS," kata kader sebuah partai saat itu.
Jadi, ini bukan soal pengkhianatan. Tapi mengawal demokrasi berdasarkan hasil rekapitiluasi suara dari C1 yang dimiliki kader PKS.
Keempat, berkhianat pada saat ini sebuah pilihan bodoh dan tak masuk akal. Mengapa? Karena posisi PKS sedang naik daun. Lonjakan suara Asyik, kedekatan PKS dengan ulama, harapan besar publik pada PKS yang selama ini konsisten membela rakyat, plus stok kandidat pemimpin dari kader sendiri, jadi modal luar biasa untuk bertarung dalam pilpres 2019.
Di sisi lain, kubu penguasa sedang dalam posisi kritis akibat kampanye #2019GantiPresiden dan elektabilitas yang kecil. Juga kondisi ekonomi yang morat-marit.
Jadi terasa sangat aneh ketika PKS sedang dalam posisi di atas angin, tiba-tiba berhembus isu pengkhianatan kepada Prabowo dan akan merapat ke pemerintah. Logika yang tak masuk akal.
Selain itu, sekali lagi, karena berkhianat memang bukan DNA PKS.
#2019GantiPresiden
Ditulis oleh Erwyn Kurniawan
"DNA Liverpool itu Liga Champions," ujar Manajer The Reds Jurgen Klopp saat mengomentari penampilan ciamik anak asuhannya di Liga Champions 2017-2018.
Tak hanya Klopp. Pelatih sebelumnya juga kerap melontarkan hal senada. Rafael Benitez misalnya yang mengantarkan Liverpool juara Liga Champions 2005.
Lalu apa kaitannya dengan PKS? Seperti Liverpool yang berDNA Liga Champions, begitu pula PKS dalam pentas politik nasional. Oposisi ya oposisi. Tidak main dua kaki. Apalagi sampai berkhianat. Singkat kata, DNA PKS itu bukan pengkhianat.
Beredarnya isu PKS berkhianat mulai kencang ketika DPW PKS Jabar mengumumkan hasil real count Pilkada Jabar 2018. Disampaikan oleh Ketua DPW PKS Jabar Nur Supriyanto, hasil penghitungan suara berbasis data C1 menempatkan Rindu sebagai pemenang. Angka real count sama persis dengan quick count berbagai lembaga survei di kisaran 32% untuk Rindu dan 29% untuk Asyik.
Usai itu, fitnah keji mulai berdatangan. PKS dianggap ada deal dengan Rindu dan Demokrat. PKS dijanjikan jatah posisi di pemprov Jabar dan sebagainya. Pengkhianatan PKS sangat mudah dipatahkan dengan logika sederhana.
Pertama, jika ingin berkhianat pada pasangan koalisi, mengapa tidak sejak dulu? Sejak memutuskan mengusung Prabowo jadi capres pada 2014 lalu, kemudian jadi oposisi bersama Gerindra, PKS telah teruji kesetiannya. Tidak mencla-mencle. Tidak main dua kaki.
"Jadi yang saya alami dengan PKS, PKS adalah kawan yang setia. Di kala susah, mereka tidak meninggalkan Prabowo Subianto dan Gerindra. Jadi memang susah saya meninggalkan PKS. Biar harus ke dokter gigi, diperintahkan PKS, saya tingalkan dokter gigi," ucap Prabowo dalam sebuah acara.
Prabowo memang tidak asal bicara atau basa-basi politik. Kesetiaan PKS sejak 2014 jadi bukti tak terbantahkan. Saat semua partai pengusungnya berbalik arah usai kalah dalam pilpres 2014, hanya PKS yang selalu menemani Prabowo.
Selain itu, kisah heroik Pilkada DKI Jakarta 2017 juga meninggalkan kesan tersendiri bagi Prabowo. Bayangkan, PKS bersedia menarik kadernya Mardani Ali Sera dari posisi cawagub demi kepentingan yang lebih besar.
Kedua, jika mau berkhianat, mengapa dulu memilih Mayjen (Purn) Sudrajat yang tingkat popularitas dan elektabilitasnya sangat rendah? Kalau mau berkhianat, ya PKS akan tetap bersama Deddy Mizwar yang unggul jauh dari Sudrajat.
Ketiga, pengumuman dari DPW Jabar soal hasil real count berbasis data yang sangat terpercaya. Sumbernya dari form C1 yang dipegang para saksi Asyik di TPS. Kita sama-sama mahfumlah, kalau urusan saksi, kader PKS tak perlu diragukan lagi.
Saya pernah jadi saksi pada pilpres dan pemilu 2009, lalu Koordinator Saksi (Korsak) pada pilbup dan pilgub. Pernah juga jadi Ketua DPRa PKS, selevel tingkat kelurahan pada 2014. Saya mengerti betul bagaimana saksi PKS dikelola dan dibekali ilmu dan militansi. Sampai-sampai ada gurauan: "Kalau cari jodoh dari kader PKS saja. C1 saja dijagain, apalagi kamu!" Hehe...
Lebay? Tidak juga sih...lihat saja foto-foto perjuangan saksi PKS dalam mengawal suara. Penuh perjuangan. Peluh dan keringat.
Dan ingat, bukan suara PKS saja loh yang dikawal. Kader PKS juga komitmen menjaga suara partai lain. Ini saya alami sendiri saat mengawal penghitungan suara di PPS Jatimulya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi beberapa tahun silam. Ada suara partai lain yang hilang tapi saat dicek berdasarkan data kita, ternyata ada suaranya.
"Untung ada PKS," kata kader sebuah partai saat itu.
Jadi, ini bukan soal pengkhianatan. Tapi mengawal demokrasi berdasarkan hasil rekapitiluasi suara dari C1 yang dimiliki kader PKS.
Keempat, berkhianat pada saat ini sebuah pilihan bodoh dan tak masuk akal. Mengapa? Karena posisi PKS sedang naik daun. Lonjakan suara Asyik, kedekatan PKS dengan ulama, harapan besar publik pada PKS yang selama ini konsisten membela rakyat, plus stok kandidat pemimpin dari kader sendiri, jadi modal luar biasa untuk bertarung dalam pilpres 2019.
Di sisi lain, kubu penguasa sedang dalam posisi kritis akibat kampanye #2019GantiPresiden dan elektabilitas yang kecil. Juga kondisi ekonomi yang morat-marit.
Jadi terasa sangat aneh ketika PKS sedang dalam posisi di atas angin, tiba-tiba berhembus isu pengkhianatan kepada Prabowo dan akan merapat ke pemerintah. Logika yang tak masuk akal.
Selain itu, sekali lagi, karena berkhianat memang bukan DNA PKS.
#2019GantiPresiden
Ditulis oleh Erwyn Kurniawan