Islamedia - Walikota Bandung yang juga merupakan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menegaskan bahwa dirinya menolak prilaku prilaku LGBT dan tidak pernah mendukung LGBT.
Pernyataan pria yang disapa Emil ini disampaikan dihadapan Ustadz Adi Hidayat dalam sebuah Kajian Ba'da Shubuh di Bandung pada pada hari ahad, 15 Juli 2018.
"Katanya Kang Emil dekat dengan LGBT, beri klarifikasi langsung sajalah" tanya Ustadz Adi Hidayat kepada Ridwan Kamil.
Mendapat pertanyaan terkait LGBT, Emil menceritakan bahwa dirinya secara tegas menolak prilaku LGBT, berikut ini penjelasan lengkapnya:
--------------------------------------------
Jadi begini asal muasalnya, saya bilang (ini pendapat saya Ustadz, mohon dikoreksi kalau salah).
Saya bilang sebagai pemimpin saya sering ditanya tentang hal-hal kemasyarakatan seperti tadi. Saya jawab, karena saya Muslim semua yang dilarang oleh Al-Qur'an, saya akan melarang, sederhana.
Nah tapi pada saat orang melakukan padahal sudah dilarang, itukan dosanya ditanggung masing-masing. Contoh : minuman keras itu terlarang dalam keyakinan kita sebagai Muslim. Maka saya melarang, saya banyak melakukan razia-razia dan sebagainya. Tapi jika ada warga saya meminum minuman keras dirumahnya, tidak ada hukum formal untuk saya menangkapnya, kecuali dia mabuk didepan rumah mengganggu masyarakat, baru hukum formal bertindak.
Nah terhadap LGBT juga poin saya begitu, saya ikut melarang. Saya satu-satunya walikota yang menutup SPA cafe LGBT didekat Masjid Ukhuwah di jalan Aceh Bandung.
Saya digugat ke pengadilan oleh LGBT, karena saya melarang terang-terangan melakukan kampanye di media sosial. Karena mereka sudah masuk ke ruang publik, melakukan prilaku yang melanggar syariat dan saya mempunyai kewajiban melindungi warga dan umat saya dari kampanye-kampanye itu. Saya sampaikan ketegasan saya secara publik. Disitu saya dianggap tidak pro keberagaman.
Kalimat bahwa kalau sudah tau itu dosa, kalau sudah tau itu dilarang oleh agama, masih juga melakukan maka itu ditanggung oleh sendiri-sendiri. Silahkan saja, kira-kira begitu. Jadi bukan berarti saya mengizinkan, karena itu sudah masuk ke ranah pribadi dalam melakukan hal tersebut. Nah ini dipelintir bahwa seolah-olah saya membiarkan dan tidak menolak prilaku LGBT.
Karena kami ini tidak ada hukum formal, saya disumpah harus ikut hukum yang ada di tanah air Republik Indonesia. Kalau ada hukumnya saya harus menangkapi, saya akan lakukan. Tapi kalau tidak ada hukumnya maka saya hanya bisa menasihati sebagai pemimpin kepada mereka yang melakukan prilaku-prilaku melanggar syariat tadi.
[islamedia].
Pernyataan pria yang disapa Emil ini disampaikan dihadapan Ustadz Adi Hidayat dalam sebuah Kajian Ba'da Shubuh di Bandung pada pada hari ahad, 15 Juli 2018.
"Katanya Kang Emil dekat dengan LGBT, beri klarifikasi langsung sajalah" tanya Ustadz Adi Hidayat kepada Ridwan Kamil.
Mendapat pertanyaan terkait LGBT, Emil menceritakan bahwa dirinya secara tegas menolak prilaku LGBT, berikut ini penjelasan lengkapnya:
--------------------------------------------
Jadi begini asal muasalnya, saya bilang (ini pendapat saya Ustadz, mohon dikoreksi kalau salah).
Saya bilang sebagai pemimpin saya sering ditanya tentang hal-hal kemasyarakatan seperti tadi. Saya jawab, karena saya Muslim semua yang dilarang oleh Al-Qur'an, saya akan melarang, sederhana.
Nah tapi pada saat orang melakukan padahal sudah dilarang, itukan dosanya ditanggung masing-masing. Contoh : minuman keras itu terlarang dalam keyakinan kita sebagai Muslim. Maka saya melarang, saya banyak melakukan razia-razia dan sebagainya. Tapi jika ada warga saya meminum minuman keras dirumahnya, tidak ada hukum formal untuk saya menangkapnya, kecuali dia mabuk didepan rumah mengganggu masyarakat, baru hukum formal bertindak.
Nah terhadap LGBT juga poin saya begitu, saya ikut melarang. Saya satu-satunya walikota yang menutup SPA cafe LGBT didekat Masjid Ukhuwah di jalan Aceh Bandung.
Saya digugat ke pengadilan oleh LGBT, karena saya melarang terang-terangan melakukan kampanye di media sosial. Karena mereka sudah masuk ke ruang publik, melakukan prilaku yang melanggar syariat dan saya mempunyai kewajiban melindungi warga dan umat saya dari kampanye-kampanye itu. Saya sampaikan ketegasan saya secara publik. Disitu saya dianggap tidak pro keberagaman.
Kalimat bahwa kalau sudah tau itu dosa, kalau sudah tau itu dilarang oleh agama, masih juga melakukan maka itu ditanggung oleh sendiri-sendiri. Silahkan saja, kira-kira begitu. Jadi bukan berarti saya mengizinkan, karena itu sudah masuk ke ranah pribadi dalam melakukan hal tersebut. Nah ini dipelintir bahwa seolah-olah saya membiarkan dan tidak menolak prilaku LGBT.
Karena kami ini tidak ada hukum formal, saya disumpah harus ikut hukum yang ada di tanah air Republik Indonesia. Kalau ada hukumnya saya harus menangkapi, saya akan lakukan. Tapi kalau tidak ada hukumnya maka saya hanya bisa menasihati sebagai pemimpin kepada mereka yang melakukan prilaku-prilaku melanggar syariat tadi.
[islamedia].