Islamedia - “Awal
mula kebahagiaan adalah pengenalan terhadap hakikat diri manusia. Sekalipun
kecil,
manusia akan memiliki kedudukan tinggi di hadapan Allah melalui proses
pengenalan tersebut. Ini sesuai dengan ungkapan ‘Siapa yang mengenal dirinya
maka akan mengenal Tuhannya’.”
Begitulah
kalimat pembuka yang disampaikan Dr.
Wido
Supraha dalam perkuliahan SPI (Sekolah Pemikiran Islam) ke-18 pada hari Rabu
(04/10) yang lalu.
Kajian yang bertemakan “Manusia dan Kebahagiaan” ini diselenggarakan di
Aula INSISTS di Jl. Kalibata Utara II, Jakarta Selatan.
Dosen
Tetap Pascasarjana Universitas
Ibn Khaldun (UIKA) Bogor
ini kemudian menjelaskan bahwa melalui pengenalan tentang hakikat diri, manusia
akan mengetahui substansi dasar yang akan mempengaruhi model kebahagian dalam hidupnya. Kebahagiaan yang dicari manusia akan
ditentukan oleh kecenderungan dasar yang ditentukan oleh aspek nafsu hewani
atau ruh / jiwa rasional, tergantung yang mana diantaranya
yang lebih dominan.
“Diri
manusia terdiri dari qalb atau
hati,
nafs atau jiwa,
‘aql
atau intelektual,
dan ruh atau spirit
yang menyusun substansi spiritual. Aspek jasad dan ruh akan membentuk
kecenderungan ke dalam dua kelompok besar, antara an-nafs al-hayawaniyyah
atau nafsu
hewani dan an-nafs al-natiqah atau jiwa yang mampu berpikir,” ungkap Peneliti INSISTS
ini.
Anggota
Komisi Ukhuwah MUI Pusat ini menjelaskan istilah kebahagiaan dalam bahasa Al-Qur’an disebut sebagai “as-sa’adah” yang
terkait aspek akhirat. “Terminologi as-sa’adah
hanya terdapat dalam surat Hud ayat 105 dan 108 yang menjelaskan
kekhususan dimensi kebahagiaan dalam Islam yang mencakup dimensi dunia dan
akhirat sebagai kebahagiaan tertinggi.”
Menurut
Wido,
dalam kaitannya dengan dunia,
kebahagiaan diwujudkan
dalam bentuk pengamalan ilmu, iman dan ketaqwaan serta karakter yang baik
sesuai tuntunan Islam yang dengan kesadaran diterapkan ke dalam diri pribadi
manusia sebagai muslim. Ini
semua ditopang
dengan proses pengenalan diri hingga pemahaman kepada perintah dan larangan
Allah.
“Kebahagiaan
terkait dengan kebenaran dan iman serta keyakinan yang pasti tanpa ada keraguan
yang melahirkan kedamaiaan, keamanan, thuma’ninah, serta sikap iffah,
wara’ dan taqwa,”
terang Wido.
Selain
itu Pendiri Yayasan Adab Insan Mulia ini juga menambahkan bahwa kebahagiaan
mesti dihiasi dengan kebajikan zhahir dan batin; yang meliputi ritual
ibadah yang benar, membaca Al-Qur’an, dzikrullah,
doa, dan mewarnai diri dengan seluruh keunikan cara hidup dan akhlak seorang
Muslim.
Dalam
penutupnya Wido mengutip ungkapan Ibnu Khaldun yang berbunyi, “Bahagia itu
adalah tunduk dan patuh mengikuti garis-garis yang ditentukan Allah dan
perikemanusiaan.” Dan juga kutipan
lainnya, “Maka jadilah orang yang berbahagia, kun sa’iidan,
dengan berpegang teguh pada agama, maka kebahagiaan hakiki akan diraih.”
Salah
seorang peserta perkuliahan, Muhammad Rizal, mengaku surprise dengan materi perkuliahan ini. “Materinya
aplikatif,
karena bersentuhan dengan kebutuhan dasar kita, dan solusinya langsung
diangkat dari nilai-nilai Qur’an.
Saya mendapatkan pemahaman baru dan harapannya bisa lebih mudah dalam
menyampaikannya kepada teman-teman yang lain,” ungkapnya. [islamedia/ali/abe]