Islamedia - Sekolah
Pemikiran Islam (SPI) Jakarta
2017
telah memasuki pekan
ke-18.
Pada perkuliahan Rabu,
4 Oktober
2017,
bertempat di Aula
INSISTS, kuliah
yang dihadiri sekitar 40 orang peserta ini mengusung tema “Manusia dan Kebahagiaan”.
Yang
hadir sebagai pembicara adalah Dr.
Wido
Supraha, dimoderatori oleh Iwan Y.
Widyastanto.
“Konsep bahagia merupakan lawan dari kata syaqawah yang bermakna tragedi. Syaqawah ditandai dengan beberapa istilah, seperti rasa takut atau khauf, sedih atau huzn, sempit atau dank, bimbang atau hamm dan ghamm, kesulitan yang tidak disenangi atau ‘usr, dan kerugian atau khasarat. Manusia bisa terbebas dari syaqawah apabila menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman, syetan sebagai musuh dan senantiasa istiqomah,” paparnya.
Konsep
kebahagiaan dalam
Islam berdimensi dunia dan akhirat. Oleh karena itu, Wido lebih menekankan cara meraih
kebahagiaan yang hakiki. “Terkadang
untuk memahami makna sesuatu kita perlu memahami lawan katanya,” ungkap Wido di awal kuliah.
“Konsep bahagia merupakan lawan dari kata syaqawah yang bermakna tragedi. Syaqawah ditandai dengan beberapa istilah, seperti rasa takut atau khauf, sedih atau huzn, sempit atau dank, bimbang atau hamm dan ghamm, kesulitan yang tidak disenangi atau ‘usr, dan kerugian atau khasarat. Manusia bisa terbebas dari syaqawah apabila menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman, syetan sebagai musuh dan senantiasa istiqomah,” paparnya.
Para peserta cukup antusias dengan materi perkuliahan.
Kehebohan terjadi ketika konsep kebahagiaan dikaitkan dengan pernikahan. Salah
satu bentuk syaqawah,
seperti yang disebutkan Wido
sebelumnya, adalah bimbang atau galau. Sedangkan salah satu tanda kebahagiaan adalah adanya kebebasan
jiwa, dalam arti jiwa yang lebih stabil dan tenang. Dengan bersemangat Wido
memberikan dorongan dan sindiran kepada para peserta yang belum menikah.
“Pernikahan dapat membantu mengatasi
masalah kebimbangan dan meraih ketenangan jiwa,” ujar Wido. Salah satu peserta yang
hadir, Lutfir Rahman, mengaku
jadi sering bertafakur setelah mendengarkan kuliah tersebut.
Tak
lupa Wido memberikan konsep bahagia yang pernah dituturkan oleh Ibnu Khaldun, bahwasanya “bahagia itu tunduk dan
patuh mengikuti garis-garis yang ditentukan Allah dan perikemanusiaan,” pungkasnya. [islamedia/lidyana/abe]