Islamedia - Ketika suatu siang yang terik, di bulan Ramadhan, kulihat sesosok ditangga masjid sedang khusyuk tilawah, takjauh dari itu, gerobak sayur menunggu, ditengah rehatnya, ternyata dia bercengkrama dengan Rabbnya, tak banyak yang seperti itu.
Hingga suatu siang di lain waktu, aku berkesempatan diwawancarainya...
"Mbak sampeyan ngajar qiroati neng ndi?" tanya tukang sayur yg biasa lewat depan rumah siang itu.
"Ora je mas, aku mulang neng Sanggar Qur'an, nganggone malah metodhe a ba ta tsa""tapi carane maca karo mulang ki kaya qiroati, lho"
"Mosok to, kok apal temen?""Iyo wong aku ki blajar qiroati kok, nang daerah jaktim, tapi ustadze asli Kudus"
"Mung, aku lagi meh entuk syahadah, soale durung apal ayat gharib karo tempate""Wah apik kui mas, nakngono tinggal nggo gawe ngajar wae insyaa Allah cepet apal"
"Iyo saben mbengi taknggo ngajar bapak-bapak neng mesjid cedokku manggon mbak"........................................................
"Mbak, kamu ngajar Qiroati dimana?"tanya tukang sayur yang biasa lewat siang itu.
"Tidak je mas, saya ngajar di Sanggar Qur an, pakainya malah metode A Ba Ta Tsa"jawabku."Tapi caranya membaca dan mengajar itu seperti Qiroati, lho!"tanyanya kembali menyakinkanku.
"Masa iya si?kok hafal sekali?"ganti aku bertanya penuh selidik."Lha iya, orang saya itu belajar Qiroati kok, di daerah Jaktim, tapi ustadznya asli dari Kudus. Tapi saya hampir dapat syahadah, soalnya saya belum hafal ayat gharib, dan letaknya dimana".dia kembali menceritakan, sampai disini aku sendiri salut, dan terharu.
"Wah bagus itu mas, kalo begitu tinggal buat ngajar saja, insyaa Allah cepat hafal." ujarku mengapresiasi sembari memberi sedikit saran padanya.
Dan ternyata diluar dugaanku(huhu maafkan jika terselip suudzonku) jawabannya adalah
"Iya, setiap malam, saya pakai untuk mengajar bapak-bapak di masjid dekat saya tinggal mbak".
Percakapan kecil siang itu, selalu kuingat, dan kuabadikan didalam tulisan kecil ini, betapa kadang sebagian dari mereka ada yang bersungguh-sungguh berjuang mendekat dan mencari keridhoanNya, dengan upayanya belajar Al Qur an, tentang kalamNya yang juga termasuk kewajiban kita sebagai seorang muslim terhadap Al qur an.
Meski menurut pandangan kita strata sosial, kesibukan didunia tidak menyandang gelar sarjana, master, bahkan doktor sekalipun, tapi orang-orang seperti mas-mas "tukang sayur" inilah yang dibanggakan Allah di hadapan makhluknya di langit.
Seperti dalam sebuah hadits Imam Muslim "Tidaklah suatu kaum berkumpul disatu masjid dari masjid-masjid Allah, kemudian mereka membaca Al Qur an dan mempelajarinya, melainkan turun kepada mereka ketentraman, diliputi dengan rahmat, dinaungi oleh malaikat, dan disebut-sebut oleh Allah dihadapan makhluk-Nya".
Pantas saja, mas tukang sayur ini, jika aku lihat sangat qonaah, tenang, dia menikmati sekali pekerjaannya, tukang sayur yang guru Al Qur an pejuang kebangkitan ummat.
Semenjak peristiwa itu, aku takpernah menawar dagangannya, jika dia mengatakan harga tertentu aku ikut saja. Bahkan aku salut, dia sangat jujur, jika sayuran yang dijualnya memang tidak bagus selalu bilang apa adanya, juga masalah harga.
Semoga Allah memberkahinya, juga siapa saja yang seperti dia "Tukang Sayur Pecinta Al Qur an".
Kisah nyata ini ditulis :
Anindya Sugiyarto