Islamedia - Seperti kebiasaan setiap tahunnya, Naglaa Fawzi bersama kedua bocah kecilnya pergi ke mall terdekat untuk belanja pakaian baru buat beridul fitri, menandai hari raya setelah sebulan berpuasa.
Namun harapannya menguap sirna karena kenaikan harga-harga.
"Tingginya harga-harga mengurangi kegembiraan kami di hari Id," kata Naglaa dengan rona bersedih.
Harga-harga barang melonjak tinggi di Mesir selama beberapa bulan terakhir, menyusul kebijakan pemerintah yang mendevaluasi mata uang Mesir terhadap dollar Amerika Serikat. Demikian seperti termuat dalam liputan Anadolu Agency, Rabu (15/7/2015) kemarin.
Menurut Kamar Dagang Kairo, harga-harga sandang mengalami kenaikan antara 20 hingga 30 persen.
"Lonjakan harga-harga itu menyebabkan banyak rumah tangga urung membeli kebutuhan pakaian mereka, dan memilih menunda hingga Agustus mendatang ketika toko-toko menawarkan diskon," tutut Yehia Zananeri, deputi kepala Kamar Dagang bagian pakaian jadi.
Angka inflasi di Mesir terus mengalami tren kenaikan sejak pemerintah Mesir memangkas subsidi energi tahun lalu.
Inflasi tahunan tercatat mencapai 11.5 pereen pada bulan Juni, menurut pejabat badan statistik CAPMAS. Angka itu turun dari bulan Mei, 13,5 persen, tapi masih lebih tinggi daripada bulan April 11 persen.
Pihak Bank Dunia sendiri memperkirakan bahwa angka inflasi Mesir akan bercokol di sekitar 10 persen sepanjang tahun fiskal 2016-2017.
"Saya pergi ke beberapa toko biar dapat baju murah meriah buat anak-anak saya, tapi tidak bisa," kata Kamal Ahmed, ayah tiga orang anak.
Didorong tekad demi bisa melukis senyum di wajah ketiga buah hatinya, Ahmed lantas pergi ke pasar rakyat di pusat Kairo memburu baju baru dengan harga yang masih bisa dijangkau.
"Walaupun kualitasnya tidak begitu bagus, baju-baju itu mudahan bisa menggembirakan anak-anak saya," ujar Ahmad.
Perekonomian Mesir terpukul keras selama empat tahun pergolakan politik sejak 2011 ketika kekuatan rakyat menggulingkan diktator Husni Mubarak dari singgasana kekuasaannya.
Mesir sendiri sebenarnya telah menerima bantuan miliaran dolar dari sekutu negara-negara Teluk, sejak militer Mesir mengkudeta presiden terpilih secara demokratis Muhamad Mursi pada tahun 2013.
Menurut klaim Menteri Perencanaan Mesir, ekonomi Mesir tumbuh 3 persen selama kuartal ketiga tahun fiskal 2014-2015 yang berakhir Maret lalu, naik dibanding periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 2.5 persen.
Namun bagi Naglaa, perbaikan angka pertumbuhan seperti diklaim menteri tersebut, belum dapat dirasakan oleh masyarakat.
"Kehidupan kami tak kunjung membaik," ujar Naglaa. "Kami ini cuma butuh hidup yang layak bagi kami dan anak-anak kami." (aacomtr/ismed)