Islamedia - Presiden Tayyip Erdogan mengemukakan kepada Forum Bisnis Turki-China bahwa defisit perdagangan di antara kedua negara perlu diatasi bersama. Ia pun menyerukan "tekad politik bersama" terkait penggunaan mata uang untuk transaksi dagang. Demikian seperti dilansir Anadolu Agency pada Kamis (30/7/2015) kemarin.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam kunjungannya ke Beijing menyampaikan, bahwa kendati China merupakan mitra dagang Turki terbesar ketiga, tapi jalan masih jauh sehingga volume perdagangan di antara keduanya menjadi seimbang.
"Pada tahun 2000, defisit perdagangan antara Turki dan China sebesar 1,24 milyar dolar AS bagi keuntungan China. Angka ini meningkat pesat hingga 22 milyar dolar AS pada hari ini," kata Erdogan kepada Presiden China Xi Jinping dan para hadirin di Forum Bisnis Turki-China Kamis (30/7/2015) kemarin.
Di sisi lain, menurut Institut Statistik Turki, pada tahun 2000, nilai barang dari Turki yang dibeli China hanya mencapai 1 juta dolar AS. Sedangkan pada lima bulan pertama tahun ini, jumlahnya hanya berada di kisaran 927 juta dolar AS.
"Kita bersama perlu saling berupaya untuk menyeimbangkan angka ini," kata Erdogan.
Kunjungan tiga hari Presiden Erdogan ke China tersebut merupakan yang kedua kalinya, setelah pada tahun 2012 ia melakukan kunjungan serupa dalam kapasitas sebagai Perdana Menteri.
Sejak Erdogan bersama AK Parti memenangkan hati rakyat Turki pada 2003, hubungan diplomatik kedua negara yang sudah dibina sedari tahun 1971 itu, mengalami peningkatan signifikan, dan selama 10 tahun terakhir sarat dengan padatnya kunjungan bilateral tingkat tinggi.
Pada tahun 2010, kedua negara mengadopsi "Deklarasi Bersama Pembentukan dan Pembangunan Hubungan Kerjasama Strategis."
Pada pertemuan Kamis kemarin itu, pemimpin Turki tersebut mengangkat pembicaraan tentang "tekad politik bersama" untuk meningkatkan hubungan antara kedua negata, seraya menambahkan bahwa "pemerintah akan menyediakan bagi para pebisnis segala macam kesempatan untuk promosi dan dukungan" untuk menaikkan angka perdagangan.
Untuk membantu memfasilitasi ini, ia mengatakan, bahwa kedua negara perlu berfokus melakukan transaksi dagang dengan Yuan dan Lira, serta berlepas diri dari ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat.
"Kita perlu mengambil langkah untuk menghindari tekanan nilai tukar," ujar Erdogan. "Kita mendiskusikan agar membuat lebih banyak aktivitas perdagangan kita dalam Lira Turki dan Yuan China," lanjutnya.
Kerjasama bahasa dan pariwisata
Presiden Erdogan juga menyinggung pembangunan "Universitas Turki-China" untuk memfasilitasi pembelajaran bahasa, seraya menyoroti pentingnya sektor pariwisata kedua negara. Ia juga menyampaikan bahwa pihak maskapai penerbangan Turki THY ingin menambah delapan destinasi penerbangan baru di China.
THY hingga sekarang melayani rute penerbangan ke Beijing, Shanghai, dan Guangzhou dari Turki, tujuh kali dalam sepekan.
"Kami menginginkan naiknya jumlah wisatawan China yang bertandang ke Turki, yang hingga pada akhir 2014 mencapai angka 200.000," ujar Erdogan membandingkan dengan jumlah total 100 juta orang China yang berlibur ke luar negeri pada tahun lalu.
Selepas dari kegiatannya di Beijing, Erdogan bersama rombongan berangkat menuju bandara untuk melanjutkan penerbangan ke Indonesia.
Presiden Erdogan didampingi oleh Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu, Menteri Ekonomi Nihat Zeybecki, Menteri Energi Taner Yildiz, Menteri Kesehatan Mehmet Muezzinoglu, dan Menteri Perhubungan Feridun Bilgin.
Jerman masih merupakan mitra dagang terbesar Turki, disusul Rusia dan China. (aacomtr/ismed)
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam kunjungannya ke Beijing menyampaikan, bahwa kendati China merupakan mitra dagang Turki terbesar ketiga, tapi jalan masih jauh sehingga volume perdagangan di antara keduanya menjadi seimbang.
"Pada tahun 2000, defisit perdagangan antara Turki dan China sebesar 1,24 milyar dolar AS bagi keuntungan China. Angka ini meningkat pesat hingga 22 milyar dolar AS pada hari ini," kata Erdogan kepada Presiden China Xi Jinping dan para hadirin di Forum Bisnis Turki-China Kamis (30/7/2015) kemarin.
Di sisi lain, menurut Institut Statistik Turki, pada tahun 2000, nilai barang dari Turki yang dibeli China hanya mencapai 1 juta dolar AS. Sedangkan pada lima bulan pertama tahun ini, jumlahnya hanya berada di kisaran 927 juta dolar AS.
"Kita bersama perlu saling berupaya untuk menyeimbangkan angka ini," kata Erdogan.
Kunjungan tiga hari Presiden Erdogan ke China tersebut merupakan yang kedua kalinya, setelah pada tahun 2012 ia melakukan kunjungan serupa dalam kapasitas sebagai Perdana Menteri.
Sejak Erdogan bersama AK Parti memenangkan hati rakyat Turki pada 2003, hubungan diplomatik kedua negara yang sudah dibina sedari tahun 1971 itu, mengalami peningkatan signifikan, dan selama 10 tahun terakhir sarat dengan padatnya kunjungan bilateral tingkat tinggi.
Pada tahun 2010, kedua negara mengadopsi "Deklarasi Bersama Pembentukan dan Pembangunan Hubungan Kerjasama Strategis."
Pada pertemuan Kamis kemarin itu, pemimpin Turki tersebut mengangkat pembicaraan tentang "tekad politik bersama" untuk meningkatkan hubungan antara kedua negata, seraya menambahkan bahwa "pemerintah akan menyediakan bagi para pebisnis segala macam kesempatan untuk promosi dan dukungan" untuk menaikkan angka perdagangan.
Untuk membantu memfasilitasi ini, ia mengatakan, bahwa kedua negara perlu berfokus melakukan transaksi dagang dengan Yuan dan Lira, serta berlepas diri dari ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat.
"Kita perlu mengambil langkah untuk menghindari tekanan nilai tukar," ujar Erdogan. "Kita mendiskusikan agar membuat lebih banyak aktivitas perdagangan kita dalam Lira Turki dan Yuan China," lanjutnya.
Kerjasama bahasa dan pariwisata
Presiden Erdogan juga menyinggung pembangunan "Universitas Turki-China" untuk memfasilitasi pembelajaran bahasa, seraya menyoroti pentingnya sektor pariwisata kedua negara. Ia juga menyampaikan bahwa pihak maskapai penerbangan Turki THY ingin menambah delapan destinasi penerbangan baru di China.
THY hingga sekarang melayani rute penerbangan ke Beijing, Shanghai, dan Guangzhou dari Turki, tujuh kali dalam sepekan.
"Kami menginginkan naiknya jumlah wisatawan China yang bertandang ke Turki, yang hingga pada akhir 2014 mencapai angka 200.000," ujar Erdogan membandingkan dengan jumlah total 100 juta orang China yang berlibur ke luar negeri pada tahun lalu.
Selepas dari kegiatannya di Beijing, Erdogan bersama rombongan berangkat menuju bandara untuk melanjutkan penerbangan ke Indonesia.
Presiden Erdogan didampingi oleh Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu, Menteri Ekonomi Nihat Zeybecki, Menteri Energi Taner Yildiz, Menteri Kesehatan Mehmet Muezzinoglu, dan Menteri Perhubungan Feridun Bilgin.
Jerman masih merupakan mitra dagang terbesar Turki, disusul Rusia dan China. (aacomtr/ismed)