Islamedia - Hari ini (Jum'at, 26/6) adalah hari ke-9 kita umat Islam di kolong dunia ini, tak terkecuali di negeri kita, Nusantara menjalani ibadah Ramadhan. Tak terasa tinggal tersisa satu hari lagi putaran pertama Ramadhan akan berakhir. Berarti perjalanan Ramadhan kita telah berjalan 1/3 waktu. Dan masih menyisakan 2/3 waktu lagi. Tak terasa, memang.
Di hari ke-9 Ramadhan ini, saya ingin mengajak kita semua untuk bersama-sama menengadahkan tangan dan menundukkan hati kita. Dengan hati yang bersih dan ikhlas, mari kita bersama–sama memanjatkan rasa syukur dan berterima kasih atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita, alhamdulillah. Setidaknya, dua hal kenapa di hari ke-9 Ramadhan ini, lisan dan hati kita patut mengucapkan dan menyatakan rasa syukur kepada Ilahi Rabbi.
Pertama, bersyukur karena kita telah dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, ampunan dan pembebas api neraka. Pastinya, siapa dari kita umat Islam berkeinginan untuk bertemu kembali dengan Ramadhan tahun ini.
Namun, hak untuk mempertemukan kita dengan Ramadhan sepenuhnya adalah hak prerogratif Allah SWT. Dengan hak prerogratif tersebut, Ilahi Rabbi sepenuhnya menyeleksi siapa saja makhluknya yang layak untuk dipertemukan kembali dengan Ramadhan.
Inilah jawabannya, kenapa ada di antara kita, mungkin mereka adalah keluarga, saudara, orang tua, tetangga, kerabat, teman sekantor, kolega kita di Ramadhan tahun ini, tidak lagi bisa bersama kita menjalani seluruh rangkaian ibadah Ramadhan karena Dia Allah telah berkenan memanggil mereka terlebih dahulu dari kita.
Kedua, bersyukur karena kita, umat Islam di negeri ini dapat bertemu dengan Ramadhan dan menjalani rangkaian ibadah Ramadhan dengan nikmat, tenang dan tanpa gangguan yang berarti, alhamdulillah. Mengapa kita harus lebih bersyukur, saudaraku?
Ya, karena tidak sedikit saudara kita kaum Muslimin di berbagai belahan dunia ini yang telah dipertemukan Allah dengan Ramadhan, namun tidak dapat menjalani rangkaian ibadah Ramadhan dengan tenang dan nyaman. Sejak awal Ramadhan, mereka jalani bulan yang lebih baik dari seribu bulan itu penuh dengan tekanan, intimidasi, pelecehan, pengusiran, penghancuran, bahkan pembantaian oleh pemerintah negeri mereka. Naudzubillahi mindzalik.
Hari ini di bulan Ramadhan ini, saudara-saudara kita kaum Muslimin Uighur di seberang sana di Negeri Tirai Bambu, Cina, jalani ibadah Ramadhan penuh dengan rasa ketakutan dan tekanan. Pemerintah Cina, tempat bernaung mereka selama ini, melarang umat Islam menjalani ibadah puasa Ramadhan. Kaum Muslimin yang berani menjalani ibadah Ramadhan akan mendapat sanksi tegas dari pemerintah Cina.
Bahkan jauh sebelum ini, pemerintah Cina juga telah melarang kaum Muslimah di sana mengenakan busana Muslimah. Kaum Muslimin dilarang pula mendirikan masjid tempat mereka menjalani ibadah kepada-Nya. Umat Islam dilarang menggelar majlis-majlis taklim, tabligh akbar dan acara-acara Islam lainnya.
Kaum Muslimin Uighur yang sudah ratusan tahun menetap dan beranak pinak di sana, benar-benar dibungkam oleh pemerintah Cina. Bila ada dari kaum Muslimin yang mempertanyakan, apalagi menentang kebijakan pemerintah, maka tanpa ampun peluru panas akan keluar dari senjata-senjata otomatis tentara pemerintah Cina dan menembus daging mereka hingga meregang nyawa.
Seperti yang menimpa Muslim Uighur saat menentang kebijakan larangan puasa Ramadhan baru-baru ini. Seakan tutup mata terhadap kesulitan dan protes yang dilakukan kaum Muslimin Uighur, tanpa kompromi pemerintah Cina memerintahkan tentaranya mengeluarkan peluru panas kepada sekelompok kaum Muslimin Uighur yang sedang protes kebijakan pemerintah melarang puasa Ramadhan.
Tak terelakkan, darah segar puluhan Muslimin Uighur pun tumpah di tanah tempat kelahiran mereka sendiri. Akibat aksi brutal tentara pemerintah Cina tersebut, puluhan kaum Muslimin Uighur, meregang nyawa dan puluhan lainnya terluka akibat tindakan tak pantas tersebut.
Di beberapa belahan dunia lainnya, nasib serupa juga menimpa kaum Muslimin lainnya. Umat Islam di Palestina, Rohingnya, di negeri-negeri Balkan dan di banyak negeri di Eropa, tak sepi dari berbagai tekanan saat menjalani ibadah Ramadhan. Bagi mereka, jalani ibadah Ramadhan di tengah tekanan yang bertubi-tubi, bukanlah perkara mudah.
Di sini, di negeri ini, tidak berarti minus tekanan. Namun, jika dibandingkan dengan tekanan yang diterima kaum Muslimin di Uighur, Palestina, Rohingnya dan lainnya, tekanan di sini tidaklah seberapa. Bahkan, kaum Muslimin di negeri ini begitu sangat leluasa menjalani Ramadhan dengan nyaman.
Di sini di negeri ini, kita umat Islam Indonesia dapat dengan leluasa menjalani Ramadhan dan ibadah lainnya, tanpa takut mendapat intimidasi, tekanan, pelecehan yang berarti. Lantas, apa yang membuat kita umat Islam Indonesia tidak optimal menjalani puasa Ramadhan tahun ini?
Seharusnya, tidak ada alasan lagi bagi kita umat Islam Indonesia untuk tidak maksimal menjalani rangkaian ibadah Ramadhan tahun ini dari awal hingga akhir Ramadhan. Ilahi Rabbi telah memberi peluang besar bagi kita, khususnya umat Islam Indonesia untuk dapat meraih ridha, keberkahan dan pahala yang melimpah ruah yang Dia sediakan di bulan penuh rahmat dan ampunan ini. Tanpa takut ditekan dan diintimidasi.
Karena itulah, sekali lagi, saya mengajak kepada kita semua, khususnya umat Islam Indonesia panjatkanlah syukur kepada-Nya atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kita umat Islam Indonesia selama ini. Bersyukurlah karena Dia Ilahi Rabbi memberi ketenangan dan kenyamanan kita menjalani ibadah, khususnya ibadah Ramadhan tahun ini. Bersyukurlah agar nikmat ini tidak dicabut dari Allah SWT dari negeri ini, Indonesia.
Rivai Hutapea