
Islamedia - Bulan Rajab dikenal sebagian besar kaum muslimin di dunia
sebagai bulan terjadinya isra’ dan mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. Sebuah perjalanan hamba Allah di malam hari, sebagai pelipur lara
ditinggalnya oleh sang kekasih, Khadijah dan sang pelindung, Abu Thalib.
Perjalanan yang mempunyai misi penyerahan tongkat estafeta dakwah, dari para
rasul sebelumnya kepada Muhammad, rasul terakhir. Perjalanan yang menghasilkan
tugas melaksanakan shalat lima waktu sehari semalam. Perjalanan yang dinilai sebagai
simbol kemenangan pertama umat Islam, sebagai pewaris Masjid Al-Aqsha.
Kemenangan pertama umat Islam dalam pembebasan Masjid
Al-Aqsha dilalui tanpa pertumpahan darah, yaitu masuknya Muhammad seorang diri
ke dalam masjid. Enam belas tahun kemudian
(636 M.), Umar bin Khattab mengikuti jejak pendahulunya pun tanpa pertumpahan
darah. Umar memberikan janji kepada penduduk Elia (Al-Quds), yang ketika itu
dikuasai Romawi. Perjanjian ini dikenal dengan sebutan “Al-‘Uhdah
Al-‘Umariyah”. Setelah itu, masjid Al-Aqsha bernaung di bawah panji umat
Islam hingga kaum salibis merebutnya di tahun 1099 M.
Di hari-hari ini, kita sedang memperingati sebuah
pertempuran dalam penaklukan besar Islam dari kiblat yang pertama. Kita juga meneladani
seorang model pahlawan penakluk, yang bekerja mengeluarkan sebuah bangsa dari
krisis. Ia adalah Yusuf bin Ayyub, yang dikenal dengan sebutan An-Nashir
Shalahuddin Al-Ayyubi dalam pertempuran Hittin.
Umat Islam sebelum masa pemerintahannya mengeluhkan
ketidakadilan, korupsi ada di mana-mana. Ketika ia mengambil alih kementerian
di Mesir, dengan berkat karunia Allah, ia mengambil langkah positif yang signifikan
dalam menyatukan umat Islam. Ia meneriakkan syiar “Perbaikan Akidah”. Karena
keimanan sebagian besar umat Islam pada masa itu sudah rusak. Shalahuddin melihat
akan bahaya kerusakan akidah dan moralitas tersebut serta perpecahan sesama
umat Islam.
Sebagai langkah pertama dalam memperbaiki aqidah, beliau
mendirikan sekolah-sekolah yang bermazhab ahlus sunnah wal jama’ah.
Sebelum Shalahuddin memimpin, Mesir dikuasai Daulah Fathimiyah yang berhaluan syi’ah.
Fathimiyah diperangi Shalahuddin hingga ke akar-akarnya karena jangan sampai
ketika ia menyerang pasukan salibis di Palestina, Fathimiyah menyerang dari
arah belakang. Selain menghancurkan dinasti ini dari sisi militer, Shalahuddin
juga merubah keyakinan masyarakat Mesir ketika itu. Tidak mudah merubah mazhab
dari syi’ah ke ahlus sunnah karena paham Fathimiyah telah mengakar
selama lebih dari dua ratus tahun. Sampai saat ini pun di Mesir masih banyak
orang yang berpemahaman syi’ah.
Setelah Salahuddin berhasil dengan langkah pertama, ia bergerak
menuju langkah kedua, yaitu “Menyatukan Wilayah Muslim”, yang dengannya ia
dapat menghadapi musuh-musuh Islam dalam satu barisan, tidak ada pertikaian
dalam barisan tersebut.
Langkah ini bukannya tidak ada masalah, ia berhadapan
dengan Gubernur Aleppo (Halb) yang tidak mau membukakan pintu wilayahnya. Ia juga
menemukan banyak sekali halang rintang hingga ia mendapat ujian percobaan
pembunuhan terhadap dirinya. Tapi Allah menyelamatkannya dari ujian tersebut.
Begitulah Shalahuddin mengerahkan upaya besar untuk
menyatukan Umat Islam. Setelah umat Islam bersatu, kemudian ia mulai untuk
menghadapi musuh Tentara Salib yang terdiri dari seluruh negara Eropa. Mereka berkumpul
dengan tentara yang banyak untuk melawan pejuang Muslim. Antara pasukan salib dan
pasukan Shalahuddin terjadi banyak sekali pertempuran, dimana pasukan
Shalahuddin lebih banyak memenangkan pertempuran tersebut. Diantaranya adalah
pertempuran di Hittin kemudian diikuti dengan penaklukan al-Quds (Yerusalem).
Diantara kejadian masyhur dalam pembebasan Al-Quds adalah
peristiwa gencatan senjata antara Shalahuddin dan Arnat, seorang pemimpin salib
wilayah Karak. Salah satu poin dalam gencatan senjata tersebut adalah
diperbolehkannya kafilah Islam dalam bergerak, berpindah antara negeri Mesir
dan Syam tanpa ada hambatan. Tapi poin ini dikhianati oleh Arnat. Mereka
menghadang kafilah kaum muslimin dan menyita semua barang-barang serta
menangkap para pemudanya. Lebih dari itu, mereka menghina kaum muslimin dan
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Arnat berkata: Jika kalian
percaya kepada Muhammad maka panggillah ia sekarang untuk membebaskan kalian.
Kejadian itu terjadi pada tahun 572 H.
Ketika Salahuddin mengetahui pengkhianatan tersebut dan pelecehan
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, memuncaklah kemarahannya
karena Allah dan Rasul-Nya. Ia bersumpah, apabila Allah memenangkan pertempuran
ini, ia sendiri yang akan membunuh Arnat dengan tangannya.
Shalahuddin menyiapkan pasukannya dan membakar jiwa-jiwa
mereka. Setelah musyawarah dilakukan sesuai perintah Allah dalam firman-Nya: “Dan
bermusyawarahlah kalian dalam berbagai urusan…” (QS. Ali Imran: 159),
mereka sepakat untuk keluar berperang menghadapi musuh setelah shalat Jum’at. Saat
keluar, mereka meneriakkan takbir, bersimpuh di hadapan Allah seraya memohon
kemenangan.
Bertemulah dua pasukan dan terjadi pertempuran yang
sangat dahsyat. Allah Ta’ala memenuhi janjinya sebagaimana firman Allah: “Jika
kalian menolong agama Allah niscaya Allah akan memenangkan kalian” (QS.
Muhammad: 7). Dan firman Allah: “dan telah dibenarkan janji Kami memenangkan
orang-orang mukmin” (QS. Ar-Ruum: 47). Allah menuliskan kemenangan bagi
umat Islam dan ini merupakan kemenangan besar. Setelah pertempuran selesai,
Shalahuddin pun sujud syukur atas kemenangan yang telah Allah berikan. Beliau
mencari Arnat yang telah menghina Rasulullah. Setelah bertemu, Shalahuddin
menawarinya untuk masuk Islam tapi Arnat menolak. Maka Shalahuddin memenuhi
sumpahnya.
Kemenangan besar dalam pembebasan Masjid Al-Aqsha itu
terjadi pada tanggal 27 Rajab 583 H./ 2 Oktober 1187 M. yaitu setelah 88 tahun
di bawah kuasa salibis. Bulan Rajab adalah bulan kemenangan dalam pembebasan
Masjid Al-Aqsha. Kemenangan pertama pada peristiwa isra’, kemudian Umar
menaklukkannya setelah enam belas tahun dan Shalahuddin membebaskannya dari
tentara salib pada bulan yang sama.
Sesungguhnya jalan kemenangan itu terbentuk dari
keimanan, sikap jujur kepada Allah, dan sikap menghadapi musuh Allah. Momentum
bulan Rajab adalah momentum kemenangan. Kemenangan itu dimulai dengan keimanan
yang kuat kepada Allah, lalu persatuan antara umat Islam yang tidak dapat
dipecah dengan isu-isu yang tidak bertanggung jawab. Setelah keimanan dan
persatuan dapat berpadu, maka tidak ada satupun kekuatan yang dapat
mengalahkannya.
Kini, kawasan masjid al-Aqsha masih terjajah oleh zionis.
Mesir dikendalikan oleh boneka zionis. Syria masih dicekam perang saudara beda
akidah yang dibantu zionis. Dan umat Islam sedang mencari sosok Umar bin
Khattab dan Shalahuddin yang akan membebaskan masjid al-Aqsha di masa
mendatang. Apakah dari jazirah Arab sebagaimana Umar? Atau dari negeri Kurdi
sebagaimana Shalahuddin? Atau selain dari keduanya? Hanya Allah yang tahu…
Semoga Allah senantiasa memberikan kita kemenangan dan
dapat melaksanakan shalat di Masjid Al-Aqsha dalam kondisi sudah merdeka.
Salman Alfarisy,Lc