Islamedia - Pasca
gempa Nepal, ACTion Team for Nepal, tim pertama ACT telah menunaikan
sejumlah aktivitas kemanusiaan. Rabu (29 April) di Bhaktapur - distrik sejauh 25 km timur Kathmandu - disusul Kamis-Jumat (30 April-1 Mei) di Desa Baseri Distrik Gorkha. Desa ini, 150 km baratdaya Kathmandu. 110 km lewat highway di perbukitan beraspal mulus hingga desa Dharding. Lepas dari situ 30 km jalur full offroad sampai desa Solentar (dalam Bahasa Urdu, artinya: dataran yang hijau). Dari situ jalan kaki lagi 10 km ke desa Baseri.
“Aksi
kami geser ke Desa Baseri, karena sudah banyak NGO beraksi di Kathmandu
dan desa-desa sekitarnya, padahal episentrum gempa Nepal justru di
distrik Gorkha,” jelas Syuhelmaidi Syukur, ketua ACTion Team for Nepal.
Kata Syuhel, perjalanan menuju lokasi ini, tidak mudah. “Kami empat jam
berkendara mobil, itupun harus yang 4WD, disusul jalan kaki. Kami
melintasi desa Arughat, desa Arkect. Di sini kami belanja logistik lebih dari 5 ton untuk warga Baseri,” jelas Syuhel.
Belanja
logistik di lokasi, sudah menjadi prosedur standar operasi ACT, agar
ekonomi lokal juga bergerak. “Biasanya sepekan hingga sebulan pasca
bencana besar, ekonomi lokal mengalami stagnasi. Membelanjakan berbagai
bantuan natura di sekitar kawasan bencana, membantu pemulihan ekonomi
setempat,” ungkap Syuhel. Dari lokasi inilah, tim menyewa 25 keledai
untuk membawa logistik bantuan. Perjalanan ke desa Baseri empat jam
lamanya, berayun seiring kecepatan keledai membawa beban berat. Praktis
sekitar delapan jam, perjalanan mengirim bantuan ke distrik Gorkha ini.
Bahan bantuan yang diberikan berupa dal (kacang hijau giling), bitter rice (beras yang dipress jadi pipih menyerupai oats, biasa dimakan untuk sarapan), garam dan minyak goreng. Bitter rice ini dalam bahasa Urdu disebut curra.
Tiba
di lokasi, sesepuh Baseri mewakili warga mengatakan,”Terima kasih
banyak, sahabat-sahabat datang dari jauh, dari Indonesia, ke desa kami
di gunung seperti ini. Kami bahagia sekali Anda datang dengan bantuan
sebanyak ini. Danyabat (terima kasih)…namaste (salam),” ujar Homad Neupane.
Bambang
Triyono, salah satu anggota tim, tak kuasa menahan haru. Bahkan, terasa
berlebihan dibuatnya, ”Masa, kami berkali-kali usai bubaran seremoni
pembagian, dikerumuni warga, semua berkali-kali mengatakan we are very happy.”
Tak hanya kata-kata itu yang membuatnya jengah.
“Ada yang bilang,
‘kalian seperti dewa bagi kami, sungguh, kalian jadi dewa kami hari
ini’. Lalu ada seorang pemuda terpelajar, karyawan hotel di Kathmandu.
Dia katakan ‘saya bersumpah demi jiwa ibu saya, sungguh, ini (bantuan)
yang pertama kali untuk desa kami. Danyabat’. Sambutan mengharukan ini,
membuat kami bangga sebagai wakil Indonesia,” kata Bambang.
ACT selain mendistribusikan bantuan bahan pangan, obat-obatan dan sandang, saat ini menyiapkan shelter terintegrasi. Untuk bencana berskala besar yang menuntut dukungan jangka panjang, ACT biasanya menyiapkan integrated community shelter (ICS)
di mana sejumlah shelter diintegrasikan dalam satu area, sehingga
bantuan apapun bisa terpantau dan terkelola dengan baik.
“Kebersamaan
penanganan, ikut membantu percepatan pemulihan sosial dan psikologis
korban bencana,” jelas Syuhel. Selain itu, Syuhel menjelaskan, ACT
menyiapkan posko kemanusiaan di Kathmandu, ibukota Nepal, sebagai sentra
koordinasi relawan dan donor.
“Sentra ini memungkinkan semua bantuan
terkelola dengan baik. Di posko ini pula, relawan lokal dan tenaga
pendukung bisa bersiap-siap menerima estafet kelembagaan saat kami
sebagai elemen asing harus kembali. Dimanapun ACT beraktivitas, baik di
mancanegara maupun terlebih di Indonesia, relawan-relawan lokal menjadi
bagian keluarga besar gerakan kemanusiaan bersama ACT,” kata Syuhel.[ACT/Islamedia/YL]