Islamedia - Nawabzada Liaquat Ali Khan, Perdana Menteri Pakistan, meninggal dunia karena dibunuh pada tanggal 16 Oktober 1951. Ia dibunuh ketika sedang menyampaikan pidato di hadapan apel umum di kota Rawalpindi. Pembunuhnya belakangan diidentifikasi bernama Saad Akbar Babrak yang juga ditembak mati di TKP. Saad Akbar Babrak ialah seorang berkebangsaa Afghan dan pembunuh bayaran.
Selama lebih dari 63 tahun Pakistan diselimuti kontroversi mengenai motif dan dalang pelaku pembunuhan Liaquat Ali Khan tersebut. Teori-teori konspirasi mengemuka dengan sedikit bukti penting. Namun kini, kontroversi tersebut berakhir menyusul dibukanya dokumen rahasia milik pemerintah Amerika Serikat yang mengakui bahwa Amerikalah yang membunuh perdana menteri terpilih pertama Pakistan itu melalui perpanjangan tangan pemerintah Afghanistan.
Dokumen-dokumen milik AS itu, telah dirilis beberapa tahun lalu, namun disoroti dan jadi pembicaraan baru-baru ini oleh media-media dan netizen media sosial Pakistan.
Surat kabar berbahasa Inggris yang terbit di Pakistan, The Nation dan juga the Express News melaporkan pada 17 April, bahwa wakut itu, pihak Amerika Serikat bernafsu menginginkan kontrak minyak di Iran. Pakistan dan Iran menjalin hubungan cukup baik, sedang Afghanistan menjadi musuh Pakistan pada periode 1950-1951. Afghanistan menjadi negara tetangga yang tidak mengakui keberadaan negara Pakistan pada waktu itu.
Pihak AS mendesak Pakistan menggunakan pengaruhnya kepada Teheran dan membujuk agar menyerahkan kontrol lapangan minyaknya kepada Amerika Serikat. Liaquat Ali Khan menolak patuh pada desakan permintaan AS tersebut, seraya mengatakan bahwa ia tidak akan memanfaatkan pertemanannya untuk tujuan-tujuan tercela. Atas sikap itu, PM Pakistan Liaquat Ali Khan diancam Presiden AS waktu itu, Harry Truman. Takdeclined to accede to the request, saying that he would not use his friendship for dishonest purposes. Tak hanya itu, sikap tegas Ali Khan juga ditunjukkan dengan memerintahkan agar AS angkat kaki memindahkan pangkalan udaranya di Pakistan dalam waktu 24 jam.
Amerika Serikat tidak menemukan orang yang cocok di Pakistan, lalu beralih ke Afghanistan untuk keperluan pembunuhan PM Ali Khan ini, demikian menurut dokumen. Kemudian Washington mengontak Kedubes AS di Kabul, yang menawarkan Zahir Shah untuk mencari pembunuh bayaran. Pemerintah Afghan lalu menemukan Saad Akbar Babrak untuk melaksanakan pesanan Amerika Serikat itu, sekaligus juga menyusun plot untuk langsung membuat si pembunuh bayaran itu terbunuh di TKP. Agen lapangan dan temannya tinggal di hotel di Rawalpindi. Akbar melepas tembakan dan mengenai Liaquat Ali Khan hingga sang PM itu terjatuh. Ali Khan sendiri baru saja memulai pidatonya dan baru mengatakan "Allah menolong Pakistan".
Tak lama kemudian, dua orang langsung menewaskan si pembunuh bayaran di TKP di tengah keramaian, juga membunuh dua orang lainnya untuk menghilangkan jejak-jejak konspirasi. Peluru yang digunakan untuk membunuh PM pertama Pakistan itu diidentifikasi tidak bisa dengan mudah didapat di pasaran.
Pemerintah Pakistan sendiri waktu itu sudah menjalankan investigasi menyeluruh, namun pesawat yang mengangkut seluruh data investigasi meledak karena sabotase. Berbagai spekulasi muncul setelah itu, hingga kini terjelaskan melalui temuan terbaru dari dokumen rahasia pemerintah AS. (milligazete/pktoday/ismed)
Foto: Presiden AS Harry Truman & PM Pakistan Liaquat Ali Khan
Selama lebih dari 63 tahun Pakistan diselimuti kontroversi mengenai motif dan dalang pelaku pembunuhan Liaquat Ali Khan tersebut. Teori-teori konspirasi mengemuka dengan sedikit bukti penting. Namun kini, kontroversi tersebut berakhir menyusul dibukanya dokumen rahasia milik pemerintah Amerika Serikat yang mengakui bahwa Amerikalah yang membunuh perdana menteri terpilih pertama Pakistan itu melalui perpanjangan tangan pemerintah Afghanistan.
Dokumen-dokumen milik AS itu, telah dirilis beberapa tahun lalu, namun disoroti dan jadi pembicaraan baru-baru ini oleh media-media dan netizen media sosial Pakistan.
Surat kabar berbahasa Inggris yang terbit di Pakistan, The Nation dan juga the Express News melaporkan pada 17 April, bahwa wakut itu, pihak Amerika Serikat bernafsu menginginkan kontrak minyak di Iran. Pakistan dan Iran menjalin hubungan cukup baik, sedang Afghanistan menjadi musuh Pakistan pada periode 1950-1951. Afghanistan menjadi negara tetangga yang tidak mengakui keberadaan negara Pakistan pada waktu itu.
Pihak AS mendesak Pakistan menggunakan pengaruhnya kepada Teheran dan membujuk agar menyerahkan kontrol lapangan minyaknya kepada Amerika Serikat. Liaquat Ali Khan menolak patuh pada desakan permintaan AS tersebut, seraya mengatakan bahwa ia tidak akan memanfaatkan pertemanannya untuk tujuan-tujuan tercela. Atas sikap itu, PM Pakistan Liaquat Ali Khan diancam Presiden AS waktu itu, Harry Truman. Takdeclined to accede to the request, saying that he would not use his friendship for dishonest purposes. Tak hanya itu, sikap tegas Ali Khan juga ditunjukkan dengan memerintahkan agar AS angkat kaki memindahkan pangkalan udaranya di Pakistan dalam waktu 24 jam.
Amerika Serikat tidak menemukan orang yang cocok di Pakistan, lalu beralih ke Afghanistan untuk keperluan pembunuhan PM Ali Khan ini, demikian menurut dokumen. Kemudian Washington mengontak Kedubes AS di Kabul, yang menawarkan Zahir Shah untuk mencari pembunuh bayaran. Pemerintah Afghan lalu menemukan Saad Akbar Babrak untuk melaksanakan pesanan Amerika Serikat itu, sekaligus juga menyusun plot untuk langsung membuat si pembunuh bayaran itu terbunuh di TKP. Agen lapangan dan temannya tinggal di hotel di Rawalpindi. Akbar melepas tembakan dan mengenai Liaquat Ali Khan hingga sang PM itu terjatuh. Ali Khan sendiri baru saja memulai pidatonya dan baru mengatakan "Allah menolong Pakistan".
Tak lama kemudian, dua orang langsung menewaskan si pembunuh bayaran di TKP di tengah keramaian, juga membunuh dua orang lainnya untuk menghilangkan jejak-jejak konspirasi. Peluru yang digunakan untuk membunuh PM pertama Pakistan itu diidentifikasi tidak bisa dengan mudah didapat di pasaran.
Pemerintah Pakistan sendiri waktu itu sudah menjalankan investigasi menyeluruh, namun pesawat yang mengangkut seluruh data investigasi meledak karena sabotase. Berbagai spekulasi muncul setelah itu, hingga kini terjelaskan melalui temuan terbaru dari dokumen rahasia pemerintah AS. (milligazete/pktoday/ismed)
Foto: Presiden AS Harry Truman & PM Pakistan Liaquat Ali Khan