Islamedia - Perkuliahan Sekolah Pemikiran Islam (SPI) #IndonesiaTanpaJIL di Bandung kembali dilaksanakan. Aula Mi’raj Tours & Travel masih menjadi tempat pelaksanaan perkuliahan yang sudah semakin mendekati sesi-sesi akhirnya ini. Pemateri perkuliahan ke-11 ini adalah Adnin Armas, MA, Direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS).
Pada perkuliahan kali ini, materi yang dibawakan oleh ustadz Adnin adalah seputar filsafat. “Ketika kita bicara filsafat, maka pikiran kita sudah terarah pada kekacauan pemikiran yang ada pada filsafat itu,” ujar Adnin.
Ustadz Adnin berpendapat bahwa belajar filsafat pada masa ini seolah memang harus kacau, dan kalau belum kacau berarti orang itu belum filosofis. “Memang muatan dalam filsafat sekarang ini bermasalah, sama seperti masalah yang dialami oleh sains dan humaniora. Masalah dalam filsafat dikarenakan pemisahan atau pengeluaran agama dari pengkajian filsafat,” ungkap ustadz Adnin. Karena pemisahan agama dari filsafat modern, maka nihilisme, positivisme, empirisme, dan hemeneutika menjadi muatan dominan dalam filsafat sekarang.
Ustadz Adnin juga menjelaskan bahwa arti dari “filsafat” secara bahasa adalah ‘cinta kebenaran’. Meski begitu, arti dari filsafat secara bahasa tidak berpengaruh pada pemikiran orang Barat. Dalam Filsafat Barat yang kacau, kebenaran itu tidak ada (nihilisme).
Berbeda halnya bila Islam digunakan sebagai pegangan dalam mempelajari filsafat. “Dalam pandangan Islam, arti Filsafat secara bahasa tersebut membuat kita dekat dengan Allah, karena sumber kebenaran adalah Allah,” ungkap ustadz Adnin. Beliau pun menjelaskan bahwa orang-orang yang belajar filsafat itu semestinya dianggap sebagai pejuang kebenaran, memiliki posisi yang tinggi, dan mulia. Sayangnya, yang banyak berkembang saat ini justru filsafat Barat yang kacau, bukan filsafat Islam yang mencintai kebenaran. (Izmi-SPI/islamedia/aj)