Islamedia - Suatu sore istri saya bercerita tentang kejadian yang dialaminya saat
bekerja. Beliau bercerita bahwa pada hari itu, beliau seperti mendapat durian
jatuh, bukannya enak karena dapat durian, tapi duriannya jatuh karena mengenai
kepalanya, jadi pusing. Singkat cerita, atasannya memberikan arahan bahwa tidak
boleh ada pejabat yang merangkap jabatan sebagai penanggung jawab program. Hal
ini dilakukan karena atasan ini melihat ada upaya untuk mencari ‘sampingan’
dari program yang sedang berjalan di departemen dimana istri saya bekerja.
‘Sampingan’ proyek dimana saat program ini bergulir, maka banyak anggaran yang
memang dialokasikan untuk program itu. Permasalahannya adalah alokasi dana
untuk program harusnya diberikan kepada orang diluar pejabat yang ada di
struktur departemen, sedangkan yang terjadi adalah ada beberapa pejabat yang
masuk dalam kepanitiaan sehingga secara otomatis mendapat alokasi dana program.
Kebijakan yang ada di
perusahaan tempat istri saya bekerja menyebutkan salah satu tugas pejabat
adalah melayani seluruh program yang sedang dilaksanakan tanpa mendapat
tambahan insentif karena hal ini sudah menjadi tanggung jawab pejabat yang
bersangkutan. Nah, disinilah letak permasalahan yang muncul. Sebagian besar
pejabat dalam departemen yang memiliki program merasa berhak masuk kedalam
kepanitiaan program yang salah satu imbasnya adalah akan mendapat alokasi dana
program untuk kepanitiaan, padahal dalam kebijakan perusahaan jelas sekali
bahwa pelaksanaan program adalah salah satu tugas dari pejabat yang
bersangkutan.
Memang permasalahan
rangkap jabatan tidak bisa dipungkiri akan membawa dampak, itulah yang saya
rasakan selama saya memegang amanah sebagai ketua beberapa organisasi. Rangkap
jabatan akan menimbulkan conflict of interest. Untuk suatu organisasi
yang non profit, rangkap jabatan mungkin tidak akan berdampak langsung terhadap
kinerja organisasi, malah bisa disebut sangat membantu, karena kerja organisasi
akan terbantu.
Terlepas dari apa maksud dibalik
terlibatnya seseorang dalam setiap aktivitas, baik yang bersifat sosial ataupun
material, pastinya ada niat yang harus diikrarkan seorang muslim dalam setiap
kegiatannya. Innamal ‘amalu binniyah, bukankah setiap aktivitas itu
tergantung niatnya.
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu 'anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.
[Diriwayatkan oleh dua orang
ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin
Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj bin
Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di
antara semua kitab hadits. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907]
Semoga Allah SWT kembali
meluruskan niat kita dalam setiap aktivitas kita, baik yang bersiat sosial
maupun material. Bekerja karena uang pun bukan suatu niat yang baik, karena
sesungguhnya uang pun hanya efek samping yang Allah SWT berikan ketika ada
makhluknya yang berusaha. Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk menjaga
keluarga kita api neraka, salah satu sarana pencegahannya dengan memberikan
penghidupan yang layak untuk keluarga kita. Oleh karena itu, sebaik-baik niat
adalah niat yang langsung berhubungan dengan apa yang Allah SWT perintahkan
kepada kita, sehingga insya Allah, seluruh aktivitas akan membawa keberkahan.
Abu Tsabit