Ilustrasi - googleimages Islam edia .co - Malam itu identik dengan warna hitam, malam itu gelap, dan malam itu sebuah ketakutan. Tapi...
![]() |
Ilustrasi - googleimages |
malam itu gelap, dan malam itu sebuah ketakutan.
Tapi malam tak selamanya menjadi kelam dan menakutkan,
malam juga bisa indah jika langit gelap ditemani oleh indahnya cahaya bulan purnama
disertai cantiknya kerlap kerlip bintang.
Setiap apa yang diciptakan oleh Sang Maha Karya itu seimbang dan selalu berdampingan, ketika duka lara menyapa suatu saat pasti ada waktu dimana gembira ria datang menemani. Dan waktu sama halnya dengan bola dunia yang selalu berputar pada porosnya.
Ahmad selalu membesarkan hatinya dengan terus mendekatkan diri pada Sang Pencipta, dia selalu duduk bertafakur di atas sajadahnya, selama dia mau hingga hatinya kembali bersemangat menghadapi hari dan menjalani skenario baru dalam hidupnya, yang dia tau bahwa apa yang dia lewati saat ini adalah sebuah cerita yang telah tertulis dalam takdir hidupnya.
Ahmad adalah seorang anak yang belia, usianya belum genap 10 tahun, namun semua cerita tentang kerasnya dunia dan jahatnya kehidupan malam sudah pernah dia lewati.
Suatu pagi Ahmad bersama Laila adiknya sedang berkemas untuk berangkat sekolah. Laila masih berusia 4 tahun, namun dia selalu berangkat bersama Ahmad ke sekolah, kebetulan juga sekolah Ahmad bersebelahan dengan TK dimana Laila belajar dan bermain. Pagi itu seperti pagi-pagi sebelumnya Ahmad selalu membuatkan sarapan untuk Laila dan tentunya untuk dia sendiri, hanya segelas air susu hangat dan sepotong roti yang selalu dia bagi berdua dengan adiknya.
Ahmad meski anak laki-laki dan masih sangat belia tapi dia sudah sangat mengerti dengan pekerjaan rumah serta mengurus adiknya yang masih terlalu kecil untuk mandiri. Dan di pagi itu, mereka berdua melihat peristiwa yang seharusnya tidak pernah mereka saksikan untuk seusianya, karena akan mempengaruhi jiwa dan moralnya, juga pembentukan karakter mereka kelak mereka dewasa.
Mereka menyaksikan sebuah pertengkaran hebat yang baru pertama kali mereka saksikan, perdebatan dan percekcokan tentang apa yang mereka tidak tau apa yang sebenarnya sedang diributkan oleh Ayah dan Ibu mereka. Yang mereka liat, Ayah sempat memukul Ibu mereka dengan tangan Ayah yang sangat kuat hingga terlihat samar-samar di ujung bibir ibu mengeluarkan sedikit darah kental, namun Ibu terus berteriak-teriak sambil menangis memperdebatkan suatu hal tapi Ahmad dan Laila tidak tau tentang itu.
Melihat kejadian itu Laila yang tadi sedang asyik berbagi segelas susu dan sepotong roti dengan abangnya, mendadak menagis berteriak dan memeluk abangnya seraya berkata “abang aku takut”. “Ayah galak”. Ahmad hanya bisa berkata “tenang Laila, tidak apa-apa”. Dengan bergegas Ahmad menggendong Laila keluar dan langsung berangkat ke sekolah, meski Ahmad sempoyongan menggendong Laila tapi tetap ia gendong adik semata wayangnya itu hingga Laila berhenti menangis.
Dalam perjalanan ke sekolah Ahmad selalu menghibur hati Laila agar segera berhenti menagis, Ahmad mengajak Laila bernyanyi dan bercerita sambil berjalan menusuri jalanan yang di samping kanan kiri nya terdapat tanaman bunga warna warni, ada beberapa yang dihinggapi kupu-kupu cantik, sehingga hati Laila benar-benar terhibur dan berhenti dari tangisnya. Satu harapan yang terbesit di hati Ahmad, agar adiknya melupakan peristiwa tadi di ruang makan, pertengkaran antara Ayah dan Ibu nya yang sangat hebat.
Ahmad sendiri juga bingung dan tidak tau ada permasalahan apa antara Ayah dan Ibu nya hingga pertengkaran tadi pagi harus terjadi dihadapannya. Ahmad sedih karena melihat Laila menangis dan ketakutan, Ahmad adalah seorang kakak yang sangat peduli dan sayang dengan adiknya, sedikitpun ia tidak pernah menyakiti atau membuat Laila menangis sedih. Ahmad selalu menjaga dan menemani Laila bermain dan belajar, Ahmad selalu membimbing Laila menjadi anak perempuan yang cantik, sholehah dan pandai.
Dalam usianya yang baru 10 tahun memang menjadi terlihat lebih dewasa dari usianya, jika Ahmad harus belajar mandiri dan mengurus adik perempuannya, karena Ayah dan Ibu nya terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Ibu yang seharusnya ada buat mereka selalu saja pulang larut malam dengan alasan pekerjaan, terkadang Ibu selalu pulang di akhir waktu malam saat mereka berdua sudah tertidur pulas, dan Ayah selalu bekerja keluar kota, seminggu sekali baru pulang, tapi terkadang juga sebulan sekali baru pulang.
Di sepertiga malam,
Ahmad bersujud sambil mengeluarkan air mata
Memohon agar diberikan kekuatan atas apa yang sedang dialaminya saat ini
Usia nya yang masih sangat belia, dia selalu berdoa memohon dan mengiba pada Sang Pemilik hidupnya agar diberikan kekuatan, agar pundaknya mampu menanggung bebannya yang ada saat ini ada. Ahmad sebenarnya sudah sering mendengar petengkaran antara Ayah dan Ibu nya di malam hari, tapi pertengkaran di pagi hari baru kali itu terjadi sehingga Laila melihatnya. Tiap kali terjadi pertengkaran di malam hari, Laila tidak tau karena ia terlelap dalam tidurnya.
Ayah dan Ibu nya selalu bertengkar dan ia sering mendengar Ayahnya mengatakan kata “cerai”, awalnya dia tidak mengerti apa maksudnya tapi karena seringnya dia mendengar kata itu, Ahmad mulai mencari tau apa itu kata “cerai”, Ahmad mencarinya di internet di sela-sela waktunya bermain game, dan ia menemukan arti dan maksudnya kata “cerai” itu. Hati nya bergetar tak menentu, ada kekhawatiran di dalam hatinya, yang paling ia pikirkan adalah adik tercintanya, Laila.
Bagaimana nanti jika hal ini terjadi, bagaimana dengan Laila, bagaimana sekolahnya, harus membela dan ikut dengan siapa nantinya, bagaimana jika Laila menangis karena lapar, bagaimana jika Laila merindukan Ibu, bagaimana jika ingin pergi bersama Ayah, bagaimana dengan sekolah mereka. Ahmad bingung, hatinya berteriak ingin menangis, tapi harus bercerita pada siapa, apa harus ia mengadu pada nenek, haruskah dia ceritakan keburukan yang terjadi di rumahnya, haruskah nenek tau tentang hal ini, bolehkah aku ceritakan tentang kegelisahan hatinya pada nenek. Tapi bagaimana ia pergi ke rumah nenek, rumah nenek jauh di luar kota, bagaimana menuju ke sana, Ahmad tidak punya uang dan belum pernah naik bus ke luar kota.
Mendadak terdengar suara jerit tangis Laila, Ahmad langsung saja bergegas, beranjak dari tafakurnya di atas sajadah panjangnya menuju kamar adik tercintanya. “Laila sholehah kenapa sayang??”. Laila masih saja terisak dalam tangisnya dan sedikit merengek memangil Ibunya. “Ibuuuu… ibuuu.. ibu…., ibu .. Laila mau sama ibu, Bang..”. “Ibu kemana??”.
Dengan sedikit menahan iba, Ahmad menggendong Laila dan mengajaknya bersholawat untuk kembali membuat kantuk adiknya. Dalam hati, Ahmad menahan kesal tapi dia tidak mau terperangkap dalam bisikan syaetan yang sering kali mengajaknya untuk mengumpat atau memaki orang tuanya, yang ia anggap tidak pernah perhatian pada ia dan adiknya, ia merasa ditelantarkan.
Ahmad berkali-kali beristighfar dan kembali menata hatinya, agar ia mampu menghadapi ujian ini, tentu hanya pada Allah dia meminta perlindungan dan kekuatan. Ahmad sadar ia masih terlalu kecil untuk membuat sebuah rencana besar untuk masa depan mereka. Tapi dengan takdir, skenario yang sudah digariskan Allah untuknya saat ini, dia mulai berpikir lebih dewasa dari usianya. Dia pun sudah berencana jika hal buruk terjadi padanya dan adiknya, artinya kedua orang tuanya bercerai, Ahmad berencana akan tinggal bersama neneknya di luar kota. Dan untuk membantu biaya sehari-hari, Ahmad berencana untuk menjadi tukang cuci piring atau berjualan koran sepulang ia sekolah.
Dengan tinggal bersama nenek di luar kota, Ahmad akan sedikit tenang dalam menjaga Laila. Karena yang ia paling khawatirkan adalah perasaan Laila, jika ia dan adiknya tinggal bersama nenek, Laila pasti masih mendapat kasih sayang dari orang tua, meski bukan dari ibu, namun Ahmad percaya nenek lebih baik dari ibunya, nenek lebih sayang pada mereka berdua, dan nenek lebih perhatian pada mereka berdua. Masalahnya mungkin hanya soal biaya hidup sehari-hari. Untuk itu Ahmad harus bekerja sepulang sekolah, dan harus berhemat, dan tidak banyak jajan.
Setiap yang terlahir di dunia
Semua sudah punya garis hidup dan tadirnya masing-masing
Sebulan berlalu…………..
Dan akhirnya, apa yang dipikirkan Ahmad, semua terjadi. Ayah dan ibunya bercerai, dan Ahmad meminta pada Ayahnya agar ia dan Laila di antarkan ke rumah neneknya ke luar kota. Ia tidak mau memilih antara Ayah ataupun ibunya. Ahmad lebih memilih tinggal bersama neneknya di kota Semarang.
Ahmad dan Laila tinggal di kota Semarang, mereka pindah sekolah, tapi Laila tidak meneruskan Taman Kanak-Kanak nya, Laila menunggu usianya genap untuk masuk Sekolah Dasar, karena di sana Laila bisa langsung Sekolah Dasar tanpa melalui jenjang Taman Kanak-Kanak. Jadi biasa sekolah menjadi sedikit lebih ringan, dan Laila tidak akan pernah menangis lagi di tengah malam karena takut tidur sendirian, Laila pasti selalu ditemani nenek ketika tidur malam. Dan Ahmad juga tidak terlalu khawatir dengan perasaan Laila, Ahmad sudah pasrah pada Allah dan menerima dengan ikhlas apa yang sudah terjadi pada dirinya.
Batinnya, “biarlah ini menjadi pelajaran hidup buat aku dan Laila, tapi ya Allah tolong jangan lagi berikan ujian yang lebih berat lagi dari kemampuan aku dan jangan biarkan cerita yang sama terulang pada teman-temanku yang lain di luar sana, biar ini menjadi pengalaman berharga dalam hidup aku”. Dalam lirih di batinnya ia selalu berdoa seperti itu memohon pada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Ahmad juga berjanji di dalam hati, kelak jika ia dewasa dan berkeluarga ia pasti akan menjaga dan memimpin keluarganya menjadi keluarga yang Cinta Allah, menjaga anak-anaknya dengan penuh kasih dan sayang, mendidik anak-anaknya menjadi sholeh dan sholehah.
Ahmad juga bertekad akan sekolah setinggi-tingginya dan akan rajin belajar agar ia selalu mendapatkan beasiswa hingga lulus kuliah dan akan bekerja di tempat yang baik, dan tentunya ia akan membahagiakan, membalas budi pada nenek tercintanya. Neneklah orang tua yang paling dihormati dan dicintainya, semenjak bercerainya Ayah dan Ibu. Karena semenjak ia tinggal di rumah nenek pun, tidak ada sedikit pun kabar dari Ayah dan Ibu, apalagi berharap mereka berdua datang berkunjung atau hanya sekedar menitipkan biaya sekolah mereka pada nenek, itu semua sangat jauh dari apa yang diharapkan. Neneklah yang berjuang untuk mereka, dan Ahmad membantu sebisanya.
Di rumah nenek, Ahmad dan Laila hidup normal layaknya anak-anak kecil yang mendapatkan kasih sayang orang tuanya, hanya saja Ahmad memang sudah belajar bekerja untuk membantu nenek memenuhi biaya sehari-hari. Laila tumbuh menjadi anak yang sholehah dan periang dan selalu membantu nenek di rumah.
Malam itu belum tentu gelap
Malam itu tak selamanya menakutkan
Malam itu bisa terlihat indah dengan bintang
Malam itu cantik dengan purnama
Layaknya roda, hidup selalu berputar
Dan bahagia itu pasti diraih oleh mereka yang gigih
Harapan itu masih ada untuk mereka yang terus mau berjuang
Umi Faddillah (UMF)