Islamedia.co - Ini tentang sebuah pilihan yang menetukan masa depan anak Adam.
“Pilihanmu di masa sekarang adalah gambaran kehidupanmu di masa mendatang”. Kalimat yang entah dari mana asalnya, namun begitu dalam makna yang terkandungnya. Pilihan menuntut sebuah tanggung jawab, lebih dari sebelumnya. Pilihan membutuhkan kerja-kerja keras, lebih dari biasanya. Pilihan menuntut sebuah perhatian, lebih dari yang dibayangkan. Pilihan juga menghadirkan sebuah konsekuensi yang harus dihadapi dengan strategi sebagai amunisi. Maka ianya membutuhkan visi misi yang kuat agar bisa bertahan di tengah terjalnya rintangan yang menghadang. Hanya jiwa-jiwa yang tangguhlah yang mampu menembus batas kegagalan, yakni kesuksesan.
Ini tentang sebuah pilihan, di mana keraguan menyertainya. Belum jelas arah tujunya, namun berharap kesuksesan menyambutnya. Amunisi yang seadanya, itupun tanpa instruksi yang jelas, menambah ragu si empunya. Berharap ada yang sudi mengajarkan, namun enggan bertanya. Ketika yang lain mulai mengisi senapan, ianya hanya terdiam meratapi keadaan. Baginya teramat sulit untuk bisa mengahadapi rintangan yang ada. Ini tak lain karena tercemarinya pilihan dengan keragu-raguan. Bila ini yang sedang terjadi dan terus berulang, bersiaplah melebur dengan kegagalan. Tinggalah abu penyesalan yang begitu menyesakkan. Dan hancurlah harapan kehidupan.
Ini tentang sebuah pilihan, yang berusaha mengahapus jejak keraguan darinya. Berawal dari ketidak tahuan, namun perlahan mulai haus akan sebuah jawaban. Ianya sadar betapa sedikit amunisi yang dipersiapkan. Sadar atas keraguan yang menjadi musuh bebuyutan. Sadar betapa rapuhnya visi misi yang dimiliki. Pun jiwanya masih lemah untuk sekedar berjalan ke arah batas kegagalan. Namun harapnya melampaui rasa takut yang menghantui. Lajunya pun masih tersendat, tapi tekadnya kian bulat. Mimpinya seakan semakin dekat, ketika sebuah pilihan mulai ia labuhkan. Di sinilah awal dari secuil kisah. Tentang seorang anak Adam yang bertualang dengan pilihannya.
Mulanya ia ragu, harus melangkah sejauh mana. Melanjutkan jenjang perguruan tinggi ataukah ia cukupkan tamat SMA. Perguruan tinggi Negeri ataukah Swasta. Mencari beasiswa ataukah menyusahkan orang tua untuk kesekian kalinya. Hingga akhirnya pilihan itu berlabuh padanya, Ilmu Komunikasi. Namun hatinya mulai bertanya-tanya, atas dasar apa pilihan itu tertambat pada sebuah program studi baru, yang rupanya pun masih samar. Namanya yang belum familiar, terkadang membuat orang salah menafsirkan. Bahkan ada sebagian yang meremehkan, atas ketidakjelasan masa depan lulusan. Hendak jadi apa kiranya lulusan Ilmu Komunikasi? Berapa gaji yang akan dinikmati di masa kerja nanti? Dan sederetan pertanyaan lainnya yang cenderung mengerdilkan.
Inilah kerikil-kerikil yang bisa menghambat laju sebuah pilihan. Ianya bisa amat tajam, hingga melukai harapan si empunya pilihan. Di sinilah pentingnya visi misi, di mana yang lemah akan menyerah, dan yang kuat akan bertahan. Amunisi mulai ia lancarkan, meluluhlantahkan bebatuan yang menghalang. Ragunya mulai berkurang, perlahan jawaban ia dapatkan. Jawaban tentang alasan memilih Ilmu Komunikasi. Jawabaan yang menguatkan si empunya pilihan, atas pertanyaan orang-orang yang menyangsikan. Hatinya mulai tenang, fikirannya mulai menata masa depan.
Ini tentang sebuah pilihan yang saling bertautan. Ketika sebuah pilihan telah engkau labuhkan, maka tanpa sadar pilihan yang lain mulai berdatangan. Di mana visi misilah yang berperan menyeleksi. Menemukan pilihan yang bertautan, bersinergi menjemput mimpi. Seperti yang terjadi dalam kehidupan ini, di mana orang-orang hidup karena sebuah pilihan. Dengan ragam alasan yang tak melulu sama satu sama lainnya. Ada yang berjuang agar tak dianggap sebagai pecundang, ini tentang sebuah pilhan. Ada yang memilih untuk bermalas-malasan, inipun sebuah pilihan. Ada yang menyerah pada pilihannya, ini pun karena pilihan. Menjadi si baik ataukah si jahat, ini juga hasil sebuah pilihan. Sebuah keniscayaan hidup tanpa pilihan, karena tak memilih pun adalah pilihan.
Karena pilihan adalah kehidupan, yang menyimpan harapan banyak orang. Menjulang tinggi dan menghampar luas. Mulailah memilih apa-apa yang mendatangkan kemaslahatan, untuk diri dan umat. Bersiap pada konsekuensi dan tanggung jawab pada apa yang dipilih. Karena pilihanmu di masa sekarang adalah gambaran kehidupanmu di masa mendatang. Maka pilihlah yang terbaik dari yang Tuhan tawarkan. [sifa/islamedia]
“Pilihanmu di masa sekarang adalah gambaran kehidupanmu di masa mendatang”. Kalimat yang entah dari mana asalnya, namun begitu dalam makna yang terkandungnya. Pilihan menuntut sebuah tanggung jawab, lebih dari sebelumnya. Pilihan membutuhkan kerja-kerja keras, lebih dari biasanya. Pilihan menuntut sebuah perhatian, lebih dari yang dibayangkan. Pilihan juga menghadirkan sebuah konsekuensi yang harus dihadapi dengan strategi sebagai amunisi. Maka ianya membutuhkan visi misi yang kuat agar bisa bertahan di tengah terjalnya rintangan yang menghadang. Hanya jiwa-jiwa yang tangguhlah yang mampu menembus batas kegagalan, yakni kesuksesan.
Ini tentang sebuah pilihan, di mana keraguan menyertainya. Belum jelas arah tujunya, namun berharap kesuksesan menyambutnya. Amunisi yang seadanya, itupun tanpa instruksi yang jelas, menambah ragu si empunya. Berharap ada yang sudi mengajarkan, namun enggan bertanya. Ketika yang lain mulai mengisi senapan, ianya hanya terdiam meratapi keadaan. Baginya teramat sulit untuk bisa mengahadapi rintangan yang ada. Ini tak lain karena tercemarinya pilihan dengan keragu-raguan. Bila ini yang sedang terjadi dan terus berulang, bersiaplah melebur dengan kegagalan. Tinggalah abu penyesalan yang begitu menyesakkan. Dan hancurlah harapan kehidupan.
Ini tentang sebuah pilihan, yang berusaha mengahapus jejak keraguan darinya. Berawal dari ketidak tahuan, namun perlahan mulai haus akan sebuah jawaban. Ianya sadar betapa sedikit amunisi yang dipersiapkan. Sadar atas keraguan yang menjadi musuh bebuyutan. Sadar betapa rapuhnya visi misi yang dimiliki. Pun jiwanya masih lemah untuk sekedar berjalan ke arah batas kegagalan. Namun harapnya melampaui rasa takut yang menghantui. Lajunya pun masih tersendat, tapi tekadnya kian bulat. Mimpinya seakan semakin dekat, ketika sebuah pilihan mulai ia labuhkan. Di sinilah awal dari secuil kisah. Tentang seorang anak Adam yang bertualang dengan pilihannya.
Mulanya ia ragu, harus melangkah sejauh mana. Melanjutkan jenjang perguruan tinggi ataukah ia cukupkan tamat SMA. Perguruan tinggi Negeri ataukah Swasta. Mencari beasiswa ataukah menyusahkan orang tua untuk kesekian kalinya. Hingga akhirnya pilihan itu berlabuh padanya, Ilmu Komunikasi. Namun hatinya mulai bertanya-tanya, atas dasar apa pilihan itu tertambat pada sebuah program studi baru, yang rupanya pun masih samar. Namanya yang belum familiar, terkadang membuat orang salah menafsirkan. Bahkan ada sebagian yang meremehkan, atas ketidakjelasan masa depan lulusan. Hendak jadi apa kiranya lulusan Ilmu Komunikasi? Berapa gaji yang akan dinikmati di masa kerja nanti? Dan sederetan pertanyaan lainnya yang cenderung mengerdilkan.
Inilah kerikil-kerikil yang bisa menghambat laju sebuah pilihan. Ianya bisa amat tajam, hingga melukai harapan si empunya pilihan. Di sinilah pentingnya visi misi, di mana yang lemah akan menyerah, dan yang kuat akan bertahan. Amunisi mulai ia lancarkan, meluluhlantahkan bebatuan yang menghalang. Ragunya mulai berkurang, perlahan jawaban ia dapatkan. Jawaban tentang alasan memilih Ilmu Komunikasi. Jawabaan yang menguatkan si empunya pilihan, atas pertanyaan orang-orang yang menyangsikan. Hatinya mulai tenang, fikirannya mulai menata masa depan.
Ini tentang sebuah pilihan yang saling bertautan. Ketika sebuah pilihan telah engkau labuhkan, maka tanpa sadar pilihan yang lain mulai berdatangan. Di mana visi misilah yang berperan menyeleksi. Menemukan pilihan yang bertautan, bersinergi menjemput mimpi. Seperti yang terjadi dalam kehidupan ini, di mana orang-orang hidup karena sebuah pilihan. Dengan ragam alasan yang tak melulu sama satu sama lainnya. Ada yang berjuang agar tak dianggap sebagai pecundang, ini tentang sebuah pilhan. Ada yang memilih untuk bermalas-malasan, inipun sebuah pilihan. Ada yang menyerah pada pilihannya, ini pun karena pilihan. Menjadi si baik ataukah si jahat, ini juga hasil sebuah pilihan. Sebuah keniscayaan hidup tanpa pilihan, karena tak memilih pun adalah pilihan.
Karena pilihan adalah kehidupan, yang menyimpan harapan banyak orang. Menjulang tinggi dan menghampar luas. Mulailah memilih apa-apa yang mendatangkan kemaslahatan, untuk diri dan umat. Bersiap pada konsekuensi dan tanggung jawab pada apa yang dipilih. Karena pilihanmu di masa sekarang adalah gambaran kehidupanmu di masa mendatang. Maka pilihlah yang terbaik dari yang Tuhan tawarkan. [sifa/islamedia]