Istriku Partner Hidupku -->

Istriku Partner Hidupku

admin
Sabtu, 10 Januari 2015
Islamedia.co -  "Makhluk sosial" kata yang pernah disuguhkan oleh guruku ketika masih di bangku Sekolah Dasar,  makhluk sosial artinya tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. 

Kita diajarkan bagaimana hidup ini bisa memberikan manfaat untuk sesama. Tulus hati, ringan tangan ulurkan bantuan anda, tanpa menunggu disentuh, segerakan. Kadang kala enggan untuk mengungkapkan, namun sebenarnya dibalik engganya itu mereka tentu sangat berharap. Rasa bahagia bila ada yang berkenan memberikan  empati baginya. Pekalah dengan kondisi yang sedang dialami. Bukankah,  jika kita ikhlas memenuhi kebutuhan atau hajat saudara kita maka sungguh besar pahala yang didapat. Menemani membeli macam barang  atau menemani mengunjungi saudara. Pun bisa juga menemani saat ingin bermain bersama.

Rasulullah mengibaratkan dalam sabdanya: “Sungguh aku berjalan bersama seorang saudara (muslim) di dalam sebuah keperluan lebih aku cintai daripada aku beri’tikaf di dalam masjid ku (masjid Nabawi) ini selama sebulan.”
(HR. Ath-Thabarani dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Silsilat Al-hadits Ash-Shahihah, no. 906.)

Terlebih, apabila kita sebagai suami atau ayah. Maka jauh lebih besar pahalanya ketika kita dengan ikhlas  menemani istri belanja. Karena istrilah yang berhak mendapatkan perlakuan khusus.

"Suamiku, belanja yuuk, bahan-bahan makanan di dapur udah mau habis niih"

"Ayah, anak-anak minta main ke Kebun Binatang, mau lihat-lihat gajah"

Sahabat, kelihatanya sederhana memang  bahkan kebanyakan menganggap sebagai hal yang biasa-biasa saja. Berpikir seolah  tak ada efek apapun. Padahal bila dilakukan dengan ikhlas maka sungguh begitu besar pahalanya dan romantis kehidupan bahtera rumah tangga akan bertebaran disana. Insha Allah.

Teruntuk para suami dan calon suami. Bukan maksud hati menggurui hanya sekedar berbagi berharap  menjadi bahan renungan.

Walau hanya sekedar menemani istri belanja di pasar. Walau hanya sekedar menemani anak-anak bermain.

Namun bukan berarti kebebasan bagi seorang istri untuk menuntut semua itu. Apapun keinginannya mesti dituruti. Tentu tidak. Menuntut tentunya menyesuaikan dengan kadar kemampuan suami. Di sini lah seorang Istri harus peka,  mampu membaca dan memahami bagaimana kesibukan suami. Terlebih bagi seorang suami yang begitu padat agendanya dalam urusan umat, seorang istri tentu harus berbesar hati. Sehingga bisa menentukan hal apa yang harus menjadi perioritas dalam hidupnya.

~Masyo~