Islamedia.co - IMAM ALI BIN SYIHAB AL ADNI di waktu kecil
hidup dalam keadaan yatim. Pekerjaannya adalah menggemabala kambing
penduduk. Di sela-sela aktivitasnya itu, ia menghafal Al Qur`an.
Kemudian Al Adni belajar di masjid Al Azhar, setelah habis membaca Al
Minhaj, As Syatibiyah dan Al Minhah beliau memilih membaca Al Qur`an
dengan qira’ah sab’ah.
Menjaga Makanan
Di hari-harinya di masa muda, kakek dari
Imam As Sya’rani ini amat menjaga makanan dan minumannya. Al Adni tidak
pernah minum dari air yang telah dibawa orang lain, melainkan minum dari
gerabah yang ia isi sendiri dari air sungai Nil. Hingga suatu saat
teman-temanya termasuk Syeikh Ibrahim Matbuli menghabiskan air minumnya
di suatu malam dan ia mengatakan,”Sampai kita tahu, apa yang ia perbuat
saat kehausan”. Dan saat Al Adni merasa haus namun mendapati air
minumnya sudah habis, ia pun tersenyum lantas tertawa kemudian diam.
Karena kehati-hatian Al Adni ini Syeikh Al
Islam Zakariya Al Anshari menyampaikan kepada Imam As Sya’rani,”Kakekmu
adalah temanku di masjid Al Azhar, ia mengalahkanku dalam masalah
wara’, ia tidak pernah makan makanan Mesir”.
Al Adni ketika hendak menumbuk tepung
ditempat penggilingan tepung, ia terlebih dahulu membalik batu lesung
hingga sisa-sisa tepung bakas orang lain bersih darinya kemudian ia
mengaduknya untuk diberikan kepada anjing, baru kemudian ia menggunakan
lesung itu.
Al Adni juga tidak memakan merpati hingga
wafat, karena merpati itu memakan biji-bijian para petani sedangkan para
petani tidak rela dan mereka menghalaunya. Juga tidak makan madu,
karena para petani menghalau lebah untuk memakan buah dan bunga mereka.
Aktivitas Harian Al Adni
Dalam kesehariannya, sebelum shubuh ia
sudah bangun kemudian beranjak wudhu dan melaksanakan qiyam. Setelah itu
ia menyingsingkan pakaian dan celananya hingga setengah betis dan
mengambil gerabah untuk mengisi air untuk bak air di zawiyahnya, bak air
masjid, baik air di jalan umum. Dan ketika sudah memilih 3 anak, ia
mempersiapkan air untuk ketiga-tiganya hingga tempat minum anjing pun ia
penuhi. Kegiatan itu dilakukan sampai menjelang waktu sahur sambil
membaca Al Qur`an, terkadang ia menghatamkan setengah Al Qur`an. Setelah
itu, Al Adni naik ke atap zawiyah untuk berdzikir baru kemudian
mengumandangkan adzan shubuh. Kemudian Al Adni turun dan shalat sunnah
fajar lantas membaca dengan qira`ah sab’ah bersama anak-anak, baru
kemudian shalat shubuh bersama penduduk. Lantas ia duduk kembali mambaca
Al Qur`an hingga matahari terbit, dan dilanjutkan mengajari anak-anak
menulis, dan membaca Al Qur`an ilmu tajwidanya, menyimak, mendidik dan
membimbing hingga sampai waktu Ashar.
Buka Toko dari Ashar Hingga Maghrib
Setelah itu, Al Adni kembali memenuhi bak
wudhu lalu membuka tokonya, dimana ia menjual beras, madu, cabai, minyak
dan barang –barang kebutuhan lainnya hingga menjelang Maghrib. Lantas
Al Adni mengumandangan adzan. Setelah shalat maghrib berjama’ah ia duduk
untuk membaca dengan qir`an sab’ah sampai waktu Isya’. Setelah itu ia
melaksanakan shalat witir hingga tidak ada sama sekali orang yang
tersisa di masjid ia pun tidur. Kemudian sebelum waktu sahur dan kembali
mengisi bak air seperti sebelumnya.
Aktifitas harian Al Adni terus rutin
dilakukan, tidak memandang musim panas atau musim dingin, hingga suatau
saat istrinya menyampaikan,”Wahai tuanku tidakkah engkau beristirahat
meski hanya satu malam saja?” Maka Al Adni pun menjawab,”Kita tidak
berada di dunia ini untuk hal itu”.
Suatu saat Al Adni pernah
mengatakan,”Sesungguhnya bumi tidak akan memakan jasad yang tumbuh dari
makanan halal”. Para fuqaha pun mengingkarinya, mereka mengatakan bahwa
hal itu khusus kepada para nabi dan syahada. Namun ketika ayah Imam Asy
Sya’rani yang merupakan anak dari Al Adni wafat dan dimakamkan di dekat
sang ayah, makam sang ayah pun ikut terbuka dan para penduduk
menyaksikan jasad Al Adni masih utuh meski telah dikubur selama 21
tahun. Dan penggali kubur pun memanggil para fuqaha yang mengingkari
Syeikh Al Adni ketika masih hidup. Setelah mereka menyaksikan peristiwa
itu, mereka pun beristghfar. (Thabaqat Al Kubra li As Sya’rani,
2/201-205) [hidcom/islamedia]