
Sejak 2002, Ildar menjadi imam di sebuah masjid kecil bernama Sulaiman di Desa Levchenko, yang terletak di pinggiran Kazan. Di Masjid Sulaiman Ildar memulai usaha mulianya membantu para tunanetra dan umat muslim yang memiliki pendengaran kurang baik, penderita lumpuh otak, dan pengunjung masjid lain yang tidak mendapatkan banyak perhatian di masjid pada umumnya.
Suatu hari, Ildar mengumpulkan seluruh umat muslim tunanetra dan berkata, “Ayo kita berdoa berjamaah, berdoa kepada Allah agar para petinggi negara kita mendengar dan memerhatikan kita, sebab kita di sini sudah terlalu sesak,” kata Ildar. Beberapa hari kemudian, Ildar diberitahu bahwa esok harinya Walikota Kazan Ilsur Metshin akan mengunjungi masjid tersebut. “Itu benar-benar hal yang mengejutkan. Beliau datang dan mencari tahu tentang kegiatan kami. Ia lalu berbincang-bincang dengan para murid tunanetra. Setelah itu, beliau keluar dan berkata, ‘Mari kita pikirkan cara untuk mengembangkan karya Anda’,” kenang Ildar.
Metshin menawarkan Ildar untuk memilih tempat pembangunan komplek masjid yang baru. Mereka kemudian menemukan sebuah lahan yang cukup luas, dikelilingi oleh lingkungan perumahan yang memang dihuni oleh banyak tunanetra. Tak jauh dari sana ada balaikota untuk komunitas tunanetra dan perpustakaan Kazan bagi tunanetra. Di lapangan terdapat lampu lalu lintas dengan sistem suara. Semua tunanetra di Kazan pasti tahu tempat itu.
Ketika itu, Metshin bertanya berapa luas tanah yang dibutuhkan untuk masjid. Ia memperkirakan sekitar setengah hektar. Namun, Ildar menyatakan mereka membutuhkan tempat tersebut secara keseluruhan. “Kami butuh tanah lapang agar para tunanetra dapat berjalan santai di sekeliling masjid, serta lapangan futsal dan halaman bermain anak-anak agar penduduk sekitar dapat membawa anaknya bermain di sini. Selain itu, saya bilang kami perlu lapangan parkir di dua sisi. Mungkin itu terkesan terlalu ambisius, tapi permintaan kami didengar. Kini, di sini lampu menyala di mana-mana pada malam hari. Banyak orang yang datang ke taman ini sekedar untuk beristirahat,” tutur Ildar.
Para penyandang tunanetra juga berusaha keras mewujudkan proyek Masjid Yardem yang unik tersebut. ‘Yardem’ sendiri berarti ‘pertolongan’ dalam bahasa Tatar. Arsitek ternama Tatarstan Aivar Sattarov diundang untuk mewujudkan ide para tunanetra. Aidar adalah arsitek yang membangun masjid terbesar di Rusia dan Eropa, Masjid Qolsharif.
Masjid Yardem pun dibangun. Pembangunan masjid memakan waktu lima tahun. Pada seluruh ruangan yang ada di dalam komplek masjid besar tersebut, setiap pintunya terdapat dua tabel: satu berisi tulisan keterangan bagi orang biasa, dan satunya ditulis dengan huruf Braille. Di beberapa kamar ada tombol khusus yang bila ditekan akan menunjukkan kemana pintu tersebut akan membawa Anda.
Pegangan bewarna kuning cerah tersedia di sepanjang dinding bangunan. Ruang doa pun dilapisi karpet unik yang memiliki ketebalan bervariasi, sehingga para tunanetra dapat merasakan perbedaan ketebalan dan mereka dapat berdiri di tempatnya masing-masing sambil membentuk barisan teratur tanpa perlu dituntun orang lain. Di masjid ini juga terdapat ruang berobat dan kamar relaksasi dengan alat pijat khusus. Ada pual dapur yang digunakan para tunanetra untuk memasak serta ruang kerajinan tangan tempat mereka membuat karya seni. Bahkan, ada meja ping pong khusus yang memantulkan suara bola ping pong secara beragam sehingga pemain dapat belajar mengorientasikan dirinya terhadap lingkungan barunya. Ini bukan hiburan belaka, namun merupakan bagian dari program rehabilitasi bagi tunanetra.
Walau Juli lalu, Masjid Yardem genap berusia satu tahun. Selama masjid ini berdiri, sudah lebih dari 600 tunanetra yang telah mengikuti kursus rehabilitasi dan mendapat pengetahuan dasar-dasar agama Islam.
Ildar, sang pemimpin masjid menjelaskan mereka ingin membuat tiga kamar untuk rehabilitasi anak-anak dengan autisme, penderita down syndrome, dan lumpuh otak. Menurut Ildar, banyak anak tunanetra yang memiliki kecacatan yang lain. “Setiap kelompok membutuhkan pendekatan yang berbeda dan kami sudah menyiapkan semua yang dibutuhkan,” kata Ildar.
Alquran Braille
Direktur Pusat Rehabilitasi dan Pengajaran Tunanetra Malika Gelmutdinova menjelaskan tujuan utama mereka ialah menjadikan hari-hari para tunanetra penuh kebahagiaan. Ia bercerita ada seorang pria yang datang dari Nizhnekamsk, sebuah kota di dekat Kazan.
Ia kehilangan keluarganya dalam sebuah kecelakaan mobil. Istri dan anak-anaknya meninggal dunia, sedangkan ia sendiri menjadi buta. “Ia terus menangis sepanjang waktu! Saya belum pernah melihat seorang lelaki menangis seperti itu. Ia tidak ingin hidup, ia tidak mengerti mengapa orang lain bisa.[viva/fiqhislam/islamedia]