Islamedia.co - “Orang yang memutuskan untuk mengurusi urusan
orang lain, harus sudah selesai dengan urusannya sendiri.”
Begitulah seorang dai atau aktivis dakwah. Ia adalah orang
yang menghibahkan pikiran, jiwa, harta, bahkan hidupnya untuk mengurusi umat. Ia mengenyampingkan urusan pribadi
dan mendahulukan urusan orang banyak yang lebih penting.
Perlu kita renungi
bersama
permasalahan para aktivis dakwah hari ini. Dakwah kampus, misalnya. Fenomena dilapangan
menunjukkan bahwa banyak diantara kita, para aktivis dakwah, yang secara tidak sadar mengalami permasalahan
finansial. Kita, para aktivis dakwah, terkadang giat menjalankan agenda-agenda dan program kerja dakwah yang
memakan dana begitu besar. Kita bahkan biasa disibukkan oleh aktivitas fundraising demi memenuhi agenda target
pendanaan. Hingga akhirnya tak sadar kalau kantong sendiri bermasalah. Beasiswa
terlambat cair, uang kiriman orang tua terbatas, pembayaran kuliah tersendat,
biaya kebutuhan hidup meningkat, dan banyak lagi masalah keuangan lainnya.
Hingga akhirnya, banyak aktivis dakwah
yang mundur dan hilang tanpa berita. Permasalahan utamanya adalah urusan
perencanaan finansial yang kurang matang. Dampaknya, mereka lebih memilih
mencari tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan tak jarang yang pergi
meninggalkan aktivitas dakwahnya.
Apakah ini benar
wahai ikhwah fillah?
Tentu Rasulullah
SAW telah mencontohkan kepada kita tentang bagaimana dakwah itu bisa berjalan
tanpa disibukkan lagi dengan urusan finansial. Rasulullah telah menunjukkan
formulasi yang tepat dalam mencari, mengolah, dan memaknai keuangan itu sendiri. Bahkan, Beliau
SAW menjadikan dakwah dan perdagangan sebagai bagian yang tak
terpisahkan. Itulah bukti bahwa dakwah
dan kematangan finansial menjadi bagian yang tak terpisahkan.
Kematangan
finansial Rasulullah SAW tumbuh sedari
muda melalui perdagangan. Dari perdagangan pulalah diantaranya kebermanfaatan
itu bisa lahir.Contohnya, untuk membiayai peperangan ketika itu.
Dari uraian diatas, poin utamanya adalah
bahwa sudah selayaknya kita para aktivis dakwah untuk mulai memerhatikan urusan
perencanaan finansial kita. Memerhatikan
dan menjaga
stabilitas keuangan pribadi menjadi urusan penting. Bila urusan keuangan
pribadi kita terselesaikan maka ada
banyak lagi hal yang bisa kita pikirkan, tidak melulu urusan kantong sendiri.
Kematangan
finansial pun bisa dibangun dengan berbagai cara dan dimulai sedini mungkin. Sebagai seorang aktivis, kita memiliki modal
jaringan dan koneksi dengan banyak orang. Ada banyak sarana bagi kita untuk mulai merintis
kematangan finansial itu. Misalnya, dengan membuka usaha atau berbisnis seperti yang dicontohkan.
Kita bisa mulai
terjun langsung melakukan bisnis. Kuncinya adalah jangan takut gagal karena
semuanya itu pasti perlu belajar. Tak mengapa gagal dalam bisnis yang satu, bisnis
kedua, dsb. Dan
Hal yang paling penting adalah kita terus berusaha dan mengambil tiap pelajarannya.
Rasulullah SAW bersabda,“Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang
pria dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR.
Ahmad, Al Bazzar, Ath Thobroni dan selainnya, dari Ibnu ‘Umar, Rofi’ bin
Khudaij, Abu Burdah bin Niyar dan selainnya).
Dengan kata lain, melakukan bisnis atau usaha
adalah sarana yang baik untuk menata perencanaan keuangan kita. Oleh karena itu, melalui perencanaan
finansial yang baik seorang aktivis dakwah akan mampu melebarkan sayap
dakwahnya dengan maksimal tanpa perlu khawatir oleh urusan keuangannya. Bahkan kita akan lebih
ringan untuk bersedekah dan memberikan kebermanfaatan karena sebagai aktivis
dakwah masalah finansial kita sudah selesai dan terencana.
Nurfahmi Islami Kaffah
Ketua Umum Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Serambi FHUI