
Kita pasti mengetahui kambing
yang akan disembelih saat Idul Kurban, mereka mendapat nomor urut
masing-masing. Para kambing itu semuanya tidak menyadari bahwa nomor urut
mereka semakin dekat, yang artinya kambing tersebut telah dekat pada kematian.
Karena urusan perut yang mendominasi keadaan saat itu, maka dia disibukan
dengan aktivitas itu dan lupa akan hari yang telah pasti.
Tidak jauh beda dengan kondisi
manusia yang "mencintai dunia", maka Allah menyibukan diri
orang-orang tersebut dengan pekerjaan duniawi. Dan Allah melabeli mereka
sebagai manusia yang lalai dalam beribadah. Allah berfirman yang berkenaan
dengan kondisi manusia yang melalaikan waktunya, yaitu terdapat pada surat
Al-Ashr, ayat 1-3:
"Demi Masa, sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya menanti dalam kesabaran serta
menasehati agar tetap dalam kesabaran." (QS. Al-Ashr :
1-3)
Pemikiran yang keliru ketika
menafsirkan waktu adalah uang, maka mereka akan sangat disibukan dengan urusan
dunia dan meninggalkan urusan akhirat, yang semestinya saling mengingatkan agar
tidak masuk dalam kerugian. Orang yang merugi adalah mereka yang tidak dekat
dengan Allah. Melewatkan malam panjangnya dengan tidur, nonton, main, dll.
Biasanya orang-orang semacam itu lupa akan waktu ketika bersinggungan dengan
kegemaran atau kesukaan mereka terhadap sesuatu.
Bagi kaum muslimin waktu merupakan pedang dengan
2 mata pisau yang tajam. Yang satu terarah pada orang tersebut dan yang satunya
lagi mengarah kepada musuh-musuhnya. Jika kita mampu memanfaatkan waktu dengan
baik maka pedang itu bisa menghantam sesuatu yang tidak bermanfaat. Namun
sebaliknya, maka manusia akan kehilangan momentum dalam hidupnya untuk berubah.
Menafsirkan waktu adalah uang akan sangat bertentangan dengan ayat-ayat yang
terkandung dalam surat Al-Ashr.
Bisa dikatakan bahwa manusia dalam kerugian,
kecuali pada 4 hal yang menjadikan manusia terbebas dari kerugian, hal-hal
tersebut adalah beriman kepada Allah, beramal sholeh, saling menasihati dalam
kebenaran, saling menasihati dalam kesabaran. Ke-empat hal tersebut sangat erat kaitannya dengan
ritual ibadah. Sehingga tidak akan mungkin seorang muslim lalai jika memahami
ke-empat makna tersebut. Berbeda dengan mereka yang menafsirkan waktu bagaikan
uang, hingga mereka meninggalkan ibadah demi kenikmatan dunia yang sesaat dan
menipu manusia.
Kematian merupakan rahasia Allah
yang tak akan pernah bisa manusia mengetahuinya, semisal nabi Daud As, yang
merupakan sahabat karib dari malaikat Izrail Dalam sebuah kisah dialog antara
Nabi Daud dan Malaikat Izrail ; Daud
berkata, "Wahai Izrail jika
engkau hendak mengambil nyawaku maka beritahu aku terlebih dahulu."
"Baiklah", Izrail menjawab. Suatu ketika Izrail bertemu kembali
dengan Nabi Daud As, dan Nabi Daud kaget bukan kepalang, "Kenapa engkau
tidak memberi tahu diriku bahwa engkau akan kembali padaku." Izrail
menjawab; " Sudah lama aku memberi tahumu akan kedatanganku."
"Apa maksudmu?" Daud As. menjawab dengan penuh keheranan. "Lihatlah
rambutmu yang telah memutih, kulitmu yang mulai keriput, dan langkahmu yang
mulai berat, tidak cukup aku memberitahumu wahai Nabiyullah". Tegas Izrail
atas keheranan Daud As. "Jika begitu aku siap untuk dipanggil menuju Rabb
ku."
Jelas sudah kisah di atas
mengingatkan kita akan hari itu. Sekaliber Daud As. saja tidak menyadari maut
mengintai begitu dekat, apalagi kita yang jauh dari baik. Sehingga pesan
Rasulullah kepada kita adalah, "Ingatlah hari kematianmu sehari minimal
dua puluh kali, agar kamu mati dalam keadaan syahid." Sudahkah kita
melakukan itu semua? Ataukah kita masih disibukan oleh dunia kita? Maka tiada
kata lain kita harus meningkatkan kualitas iman kita dan kedekatan kita kepada
Allah dengan berbagai macam cara yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Wallahu a'lam bishshawab
Abu Faiz AlFatih
Pengajar dan Ketua Kelompok Studi Palestina