Menjadi pribadi yang Islami merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan dalam agama Islam. Hal ini karena Islam itu tidak hanya ajaran normatif yang hanya diyakini dan difahami tanpa diwujudkan dalam kehidupan nyata
Islamedia.co - Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan paling mulia dibanding dengan makhluk-makhluk Allah lainnya. Sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla :
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak adam, Kami angkut mereka didaratan dan dilautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.” QS Al Isra:70.
Menjadi pribadi yang Islami merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan dalam agama Islam. Hal ini karena Islam itu tidak hanya ajaran normatif yang hanya diyakini dan difahami tanpa diwujudkan dalam kehidupan nyata, tapi Islam memadukan dua hal antara keyakinan dan aplikasi, antara norma dan perbuatan , antara keimanan dan amal saleh. Oleh sebab itulah ajaran yang diyakini dalam islam harus tercermin dalam setiap tingkah laku, perbuatan dan sikap pribadi pribadi muslim.
Memang setiap jiwa yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Tapi bukan berarti kesucian dari lahir itu meniadakan upaya untuk membangun dan menjaganya, justru karena telah diawali dengan fitrah itulah, jiwa tersebut harus dijaga dan dirawat kesuciaannya dan selanjutnya dibangun agar menjadi pribadi yang islami.
Sisi yang harus dibangun pada pribadi Muslim
1. Aspek Ruhiyah / Ma’nawiyyah
Aspek ruhiyah adalah aspek yang harus mendapatkan perhatian khusus oleh setiap muslim. Sebab ruhiyah menjadi motor utama sisi lainnya, hal ini bisa kita simak firman Allah swt di S. Asy-Syams : 7.-1
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sungguh sangat merugi orang yang mensucikannya dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya,”(QS. Asy Syams:6-8).
” Belumkah datang waktunya untuk orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka berdzikir kepada Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kapada mereka dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan alkitab didalamnya,kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasik ” QS.Al-Hadid:16).
Ayat ayat diatas memberikan pelajaran kapada kita akan pentingnya untuk senantiasa menjaga ruhiyah , kerugian yang besar bagi orang yang mengotorinya dan peringatan keras agar kita meninggalkan amalan yang bisa mengeraskan hati. Bahkan tarbiyah ruhiyah adalah dasar dari seluruh bentuk tarbiyah, menjadi pendorong untuk beramal saleh dan dia juga memperkokoh jiwa manusia dalam mensikapi berbagai problematika kehidupan.
Aspek yg terkait dengan Ruhiyah
a) Aqidah.
Ruhiyah yng baik akan melahirkan aqidah yang lurus dan kokoh, dan sebaliknya ruhiyah yang lemah bisa menyebabkan lemahnya aqidah. Padahal aqidah adalah suatu keyakinan yang akan mewarnai sikap dan tingkah laku seseorang. Oleh sebab itu kalau ingin aqidahnya terbangun dengan baik maka ruhiyahnya harus dikokohkan .Jadi ruhiyah menempati posisi yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim karena dia akan mempengaruhi bangunan aqidahnya..
b) Akhlaq.
Akhlaq adalah bukti tingkah laku dari nilai yang diyakini seseorang. Akhlaq merupakan bagian penting dari keimanan. Akhlaq juga salah satu tolok ukur kesempurnaan iman seseorang .Terawatnya ruhiyah akan membuahkan bagusnya akhlaq seseorang. Allah swt dalam beberpa ayat senantiasa menggandengkan antara iman dengan berbuat baik. Rasulullah saw pun ketika ditanya tentang siapakah yang paling baik imannya ternyata jawab rasulullah saw adalah yang baik akhlaqnya (“ahsnuhum khuluqan“)
Mu’min mana yang paling baik imannya? Jawab Rasulullah ” yang paling baik akhlaqnya” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’i)
Bahkan diutusnya Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- pun untuk menyempurnakan akhlaq manusia sehingga menjadi akhlaq yang islami
Tolok ukur dan patokan baik dan tidaknya akhlaq adalah al-qur’an.Itulah sebabnya akhlaq keseharian Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- merupakan cerminan dari Alquran yang beliau yakini. Hal ini terbukti dari jawaban Aisyah ra ketika ditanya tentang bagaimana akhlaq Rasulullah –shallallâhu `alaih i wa sallam- , jawab beliau “Akhlaq Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- adalah al-Qur’an.
2. Aspek Fikriyyah
Kepribadian islami juga ditentukan oleh sejauh mana kokoh dan tidaknya aspek fikriyah. Kejernihan fikrah, kekuatan akal seseorang akan memunculkan amalan, kreativitas dan akan lebih dirasa daya manfaat seseorang untuk orang lain.
Aspek yang terkait dengan Fikriyyah
a) Wawasan keislaman. Sebagai seorang muslim menjadi keniscayaan bagi dia untuk memperluas wawasan keislaman. Sebab dengan wawasan keislaman akan memperkokoh keyakinan keimanan dan daya manfaat diri untuk orag lain.
b) Pola pikir islami. Pola pikir islami juga harus bibangun dalam diri seorang muslim. Semua alur berpikir seorang muslim harus mengarah dan bersumber pada satu sumber yaitu kebenaran dari Allah swt. Islam sangat menghargai kerja pikir ummtnya. Di dalam al-Qur’anpun sering kita jumpai ayat ayat yang menganjurkan untuk berpikir, “afala ta’qiluun, afala tatafakkaruun, la’allakum ta’qiluun, la’allakum tadzakkaruun,“
Seorang muslim harus senatiasa menggunakan daya pikirnya .Allah mewujudkan fenomena alam untuk difikirkan, beraneka macamnya tingkah laku manusia sampai adanya aneka pemikiran dan pemahaman manusia hendaknya menjadi pemikiran seorang muslim. Tetapi satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa tujuan berpikir tidak lain adalah untuk meningkatkan keimanan kita kepada Allah, bukan sebaliknnya.
c) Disiplin (tepat) dan tetap (tsabat) dalam berislam. Sungguh kehidupan ini tidak terlepas dari ujian, rintangan dan tantangan serta hambatan.Ujian tersebut tidak akan berakhir sebelum nafasnya berakhir.Oleh sebab itulah untuk menghadapinya perlu tsabat dalam berpegang pada syariat Allah swt.
Sebagaimana firman ALLAH :
“Wahai orang orang yang beriman bertaqwalah kamu sebenar-benar taqwa. Dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama islam. (QS 3 : 102)
Begitu pentingnya tsabat dijalan Allah, sampai Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- mengajarkan do’a kepada ummatnya,sbb:
اللهم يا مقلب القلوب ثبت قلوبنا على دينك (رواه الترمذى)
“Wahai dzat yang membolak-balikkan hati, kokohkanlah hati hati kami untuk tetap berada pada agamaMu “
3. Aspek Amaliyyah
Diantara sisi yang harus dibangun pada pribadi muslim adalah sisi amaliahnya. Amaliah harakiah yang merubah kehidupan seorang mu’min menjadi lebih baik. Hal ini penting sebab amaliah adalah satu diantara tiga tuntutan iman dan islam seseorang. Tiga tuntutan tersebut adalah: al-iqror bil- lisan (ikrar dengan lisan), at-tashdiq bil-qalb ( meyakii dengan hati), dan al-amal bil jawarih (beramal dengan seluruh anggota badan). Jadi tidak cukup seseorang menyatakan beriman tanpa mewujudkan apa yang diyakininya dalam bentuk amal yang nyata.
“Maka katakanlah: beramallah kamu niscaya Allah dan Rasulnya serta orang-orang beriman akan melihat amalanmu itu. Dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberititakanNya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan “(QS at-Taubah 105).
3. Aspek Amaliyyah
Diantara sisi yang harus dibangun pada pribadi muslim adalah sisi amaliahnya. Amaliah harakiah yang merubah kehidupan seorang mu’min menjadi lebih baik. Hal ini penting sebab amaliah adalah satu diantara tiga tuntutan iman dan islam seseorang. Tiga tuntutan tersebut adalah: al-iqror bil- lisan (ikrar dengan lisan), at-tashdiq bil-qalb ( meyakii dengan hati), dan al-amal bil jawarih (beramal dengan seluruh anggota badan). Jadi tidak cukup seseorang menyatakan beriman tanpa mewujudkan apa yang diyakininya dalam bentuk amal yang nyata.
“Maka katakanlah: beramallah kamu niscaya Allah dan Rasulnya serta orang-orang beriman akan melihat amalanmu itu. Dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberititakanNya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan “(QS at-Taubah 105).
Umat islam dituntut oleh Allah untuk menunaikan sejumlah amal, baik yang bersifat individual maupun yang kolektif bahkan kewajiban yang sisitemik. Kewajiban individual akan lebih khusyu’ dan lebih baik pelaksanaannya jika ditunjang dengan sisitem yang kondusif. Shalat, puasa , zakat dan haji misalnya akan lebih baik dan lebih khusyu’ kalau dilaksanakan ditengah suasana yang aman tentram dan kondusif. Apalagi kewajiban yang bersifat sistemik seperti da’wah, amar ma’ruf nahi mungkar, jihad dsb, mutlak memerlukan ketersediaan perangkat sistem yang memungkinkan terlaksananya amal tersebut.
Pentingnya amaliah harakiah dalam kehidupan seorang mu’min laksana air. Semakin banyak air bergerak dan mengalir semakin jernih dan semakin sehat air tersebut. Demikian juga seorang muslim semakin banyak amal baiknya, akan semakin banyak daya untuk membersihkan dirinya, sebab amalan yang baik bisa menjadi penghapus dosa. Simaklah QS. Huud: 114.
“Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam, sesungguhnya perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuaan yang buruk (dosa), itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”. (QS 11 : 114)
Mengapa Kita Harus Beramal?
1. Kewajiban diri pribadi.
Sebagai hamba Allah tentunya harus menyadari bahwa dirinya diciptakan bukan untuk hal yang sia-sia. Baik jin dan manusia Allah ciptakan untuk tujuan yang amat mulia yaitu untuk beribadah, menghamba kepada Allah –subhânahu wa ta`âlâ-.Amalan adalah bentuk refleksi dari rasa penghambaan diri kepada dzat yang mencipta.
“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah” (QS Adz-Dzariyat : 56)
Disamping itu pertanggung jawaban didepan mahkamah Allah nanti bersifat undividu. Setiap individu akan merasakan balasan amalan diri pribadinya.
” Dan bahwasannya manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.Dan bahwasannya usahanya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna”(QS,an-Najm:39-41).
2. Kewajiban terhadap keluarga
Keluarga adalah adalah lapisan kedua dalam pembentukan ummat. Lapisan ini akan memiliki pengaruh yang kuat baik dan rusaknya sebuah ummat. Oleh sebab itulah seseorang dituntut untuk beramal karena terkait dengan kewajiban dia membentuk keluarga yang islamy,sebab tidak akan terbrntuk masyarakat yang baik tanpa melalui pembentukan keluarga yang baik dan islami.
” Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS. At-Tahrim :6)
Setiap muslim seharusnya mampu membentuk keluarga yang berkhidmad untuk Islam, seluruh anggota keluarga terlibat dalam amal islami diseluruh bidang kehidupan.
3. Kewajiban terhadap dakwah
Beramal haraki bagi seorang muslim bukan hanya atas tuntutan kewajiban diri dan keluarganya saja, akan tetapi juga karena tuntutan da’wah.Islam tidak hanya menuntut seseorang saleh secara individu tapi juga saleh secara sosial.
3. Kewajiban terhadap dakwah
Beramal haraki bagi seorang muslim bukan hanya atas tuntutan kewajiban diri dan keluarganya saja, akan tetapi juga karena tuntutan da’wah.Islam tidak hanya menuntut seseorang saleh secara individu tapi juga saleh secara sosial.
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS. At-Taubah:71)
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 110).
Ma’ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fushshilat: 33). Wallahu a’lam [ngajionline.net]