Spirit
ini berawal saat musibah gempa besar
berskala 7,3 SR yang berpusat di Tasikmalaya dan menimpa Pangalengan, Kabupaten
Bandung, 2 September 2009. Ia terpanggil untuk menolong korban gempa
Pangalengan yang tidak jauh dari kampung halamannya di Kampung Babakan
Maruyung, Desa Cipinang, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung.
Berbekal
keterampilan water rescue (pertolongan pertama di air), menjadikan Buche
diamanahi sebagi salah seorang personel Team Rescue ACT yang tergabung dalam
Divisi Disaster Emergency and Relief Management (DERM). Memiliki pengalaman dan
jam terbang yang tinggi di dunia water rescue menjadikan Buche dipercaya untuk
memperkuat barisan tim lainnya.
Buche
sebelumnya aktif di komunitas Arung Jeram Dens Bond Rafting. Perkumpulan
pecinta wisata arung jeram yang berpusat di Sungai Cisangkuy Bandung Selatan
ini, selain menawarkan paket wisata arung jeram, juga sebagai base camp
training water rescue dengan memberdayakan para pemuda di daeranya untuk
menjadi calon relawan water rescue.
“Saya
lebih memilih jadi relawan ACT, karena lebih banyak pengalaman menolong korban
bencana di beberapa daerah, dan banyak peluang besar untuk menolong orang-orang
yang sangat membutuhkan di manapun,” ungkap Buche yang sebelumnya aktif di
lembaga kemanusian lokal.
Jika
ada panggilan emergency response (tanggap darurat), Buche rela mengorbankan
pekerjaan sehari-harinya. Buche memilih menjadi relawan karena pengalaman
berharga yang diperolehnya.
“Yang
paling berkesan, pada saat bencana gunung Merapi. Waktu itu mau evakuasi korban
yang terancam bahaya awan panas, jam 11 malam, saya tiba-tiba ingat mati.
Pokoknya, saat itu saya merasakan antara hidup dan mati,” kenang Buche terharu,
saat menolong korban di radius 11 km, padahal titik aman di 25 km.
Menjadi
relawan, Buche yakin, rezeki akan datang dengan sendirinya melalui kekuasaan
Allah jika mau bekerja sungguh-sungguh dengan ikhlas dan semata-mata untuk
menolong orang lain. Bahkan, dengan banyak menolong para korban, dirinya merasa
lebih dekat dengan Allah Swt.
“Saya
senang menjadi relawan. Orang tua saya juga mendukung. Berangkat dari rumah,
saya niatkan untuk jihad saja. Jangan sekali-kali mengharapkan imbalan kalau mau
jadi relawan,” pesan Buche.
Tak
jauh berbeda dengan Buche, Affan (27) rela menghabiskan masa mudanya untuk
menolong korban bencana. Affan mengaku, menjadi relawan adalah panggilan
jiwanya. Affan yang merupakan Kepala Sekretariat Masyarakat Relawan Indonesia
(MRI) Pusat ini sudah melakoni ratusan kisah dalam dunia kemanusiaan. Baginya,
menjadi seorang relawan adalah pilihan hidup.
Ia
mengisahkan bahwa sedari kecil orang tuanya telah menanamkan nilai-nilai sosial
dalam dirinya. Sejak kecil, ia sudah diasah untuk peduli, membantu sesama,
makanya dia tidak sungkan untuk terjun ke dalam dunia kemanusiaan.
“Sejak
duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), saya sudah terlibat dalam
gerakan sosial, terjun di lapangan, di posko bencana, posko mudik, posko banjir
dan lain-lain,” kenang Affan.
Dalam
benak dia, relawan bukanlah sebuah profesi apalagi mata pencaharian. Kiprah panjangnya
dalam dunia kemanusiaan semata-mata karena kepeduliannya agar bisa bermanfaat
bagi orang banyak. “Relawan adalah nilai yang dihasilkan dari sebuah proses
kepedulian di antara masyarakat,” jelasnya.
Nilai
kerelawanan yang dipegang teguh oleh Affan telah mengasah kepekaannya dalam
membaca setiap situasi di lapangan. Baginya, kepedulian terhadap korban bencana
tak hanya sekedar memenuhi kebutuhan logistik dan sandang semata.
“Pemenuhan
kebutuhan psikologis korban bencana jauh lebih penting, dengan kehadiran kita
sebagai relawan setidaknya dapat membuat para korban lebih tenang dan melupakan
sejenak bencana yang terjadi,” ungkapnya.
Ketika
terlibat dalam situasi darurat bencana, Affan pun tak pernah menganggap enteng
segala permasalahan yang muncul di lapangan. Ia percaya bahwa tiap masalah
dalam masyarakat tak bisa diselesaikan hanya dengan teori semata. “Menjadi
relawan harus mampu bersikap bijak untuk menengahi setiap persoalan yang ada,”
tuturnya.
Sederet
pengalamannya dalam dunia kemanusiaan tentu membawa cerita tersendiri. Banyak
kisah unik dan haru yang dialaminya selama bergumul dengan bencana.
“Pernah
suatu ketika di tahun 2004 silam, saya melakukan evakuasi seorang balita dari
terjangan banjir bandang di Kampung Melayu, dengan hanya menggunakan bak mandi
kecil saya menerjang arus deras di dalam gang-gang kecil, Alhamdulillah balita
tersebut berhasil saya selamatkan,” kisahnya.
Saat
ini, Affan lebih banyak menyibukkan dirinya dalam urusan kesekretariatan pusat
posko nasional MRI. Tugas utamanya mengatur traffic jalur relawan yang berada
di tiap daerah di seluruh Indonesia, mendata relawan yang aktif, dan
mengelompokkan relawan berdasarkan keahliannya masing-masing.
“Alhamdulillah,
saat ini diberikan amanah untuk mengurus relawan dalam skala nasional, semoga
bisa membawa manfaat lebih luas lagi,” pungkasnya.[act/Islamedia/YL]