Islamedia - Ketika Sang
Penguasa berkehendak, maka tak seorang pun mampu untuk menolaknya. Tak ada
pilihan lain, kecuali bersiap menghadapi segala ketepan Allah dengan segala
hikmahnya. Mungkin kalimat inilah yang bisa membawa setiap orang untuk sampai
pada titik kepasrahan tertinggi, yakni bertawakkal kepada Allah atas segala
ujian dan peringatan-Nya. Betapa tidak, Indonesia sebagai negeri yang terkenal
dengan keindahan alamnya kini diperhadapkan pada berbagai bencana alam yang terus
menghiasi negeri ini, bahkan banyak masyarakat Indonesia yang hanya mampu
menangis dan meratapi bencana yang datng silih berganti.
Indonesia
kini telah menyandang status sebagai negeri siaga bencana. Tentu masih sangat
segar diingatan setiap orang, banjir bandang yang menyeret dan menenggelamkan
ratusan rumah penduduk di Manado Sulawesi Utara yang menyebabkan puluhan ribu
jiwa harus mengungsi dan 19 orang meninggal dunia. Begitu pula dengan bencana
banjir ‘tahunan’ di Ibu Kota Jakarta yang memaksa lebih 30 ribu orang harus
mengungsi dan telah menelan sedikitnya tujuh korban jiwa. Dan bencana yang
belum berakhir hingga detik ini adalah erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo
Sumatera Utara, telah tercatat 16 orang meninggal dunia akibat semburan awan
panas dan puluhan ribu lainnya harus menetap dipengungsian selama
berbulan-bulan.
Namun,
belum lagi air mata kering menyaksikan penderitaan para pengungsi di Tanah Karo,
saat ini masyarakat di Kabupaten Kediri, Malang, Blitar dan sekitarnya harus berlarian
menyelamatkan diri di tengan bencana yang menimpa akibat letusan Gunung Kelud beberapa
hari yang lalu. Bencana Gunung Kelud ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat
Jawa Timur, namun hujan abu vulkanik juga mengguyur Yogyakarta, Jawa Tengah
bahkan sampai Jawa Barat. Hingga saat ini ratusan ribu masyarakat harus
menghabiskan siang dan malamnya di tenda-tenda darurat.
Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mencatat sedikitnya 205 bencana
terjadi di berbagai daerah di Indonesia selama awal tahun 2014 yang ‘memaksa’ lebih
dari 182 jiwa harus menemui ajalnya akibat bencana tersebut. Mungkin ada yang
bertanya, mengapa bencana begitu banyak yang datang silih berganti melanda
negeri ini? Apakah bencana tersebut terjadi karena faktor alam atau ada faktor
lain?
Peristiwa
tidak menyenangkan yang melanda negeri ini, seperti banjir, gempa bumi dan tanah
longsor tentunya tidak terjadi begitu saja, akan tetapi memiliki banyak faktor
yang menjadi penyebabnya. Jika para ahli atau ilmuwan mengatakan bahwa rentetan
bencana yang melanda Indonesia akhir-akhir ini adalah sebuah fenomena natural
yang memiliki sebab-sebab material, maka pada saat yang sama, sebagai orang
yang percaya akan kekuasaan Sang Pencipta tentu harus meyakini bahwa hal
tersebut merupakan ketetapan Allah yang diturunkan kepada ummat manusia sebagai
ujian atau peringatan. Tentu tidak ada kontradiksi di dalamnya, karena setiap
fenomena yang terjadi di alam semesta ini baik melalui sebab-sebab material
atau yang lainnya, tidak terlepas iradah
dan ketetapan Allah yang menyampaikan kehendak-Nya berdasarkan hukum
sebab-akibat.
Dengan
demikian, setiap orang harus memahami makna dan probabilitas terjadinya rentetan
bencana tersebut, apakah bencana tersebut merupakn ‘pesan’ yang bermakna ujian
atau peringatan? Sehingga setiap orang dapat memetik hikmah dibalik bencana
yang melanda dan mamput memahami sesuatu yang ingin disampaikan oleh Sang
Penguasa Alam semesta kepada ummat manusia melalui bencana, misalnya Allah akan
mengingatkan manusia yang kurang bersyukur, menyadarkan manusia dari kelalaian dan
juga sebagai peringatan bagi rang-orang yang melampaui batas atau bisa jadi
bencana tersebut sebagai ujian penguat keimanan.
Bencana Sebagai Ujian
Disadari
atau tidak, bencana yang menimpa seseorang bisa bermakna sebagai tanda
kecintaan Allah pada seorang hamba. Sehingga semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, maka
ujian (musibah) yang menimpanya akan semakin berat. Rasulullah telah menyebutkan
dalam haditsnya: “Seseorang diuji sesuai
keadaan agamanya. Jika agamanya kokoh maka diperberatlah ujiannya. Jika
agamanya lemah maka ujiannya pun disesuaikan dengan agamanya. Ujian itu
senantiasa menimpa seorang hamba hingga ia berjalan di muka bumi tanpa dosa
sedikit pun.” (HR. Ahmad)
Jika
membuka kembali lembaran-lembaran sejarah para Nabi dan Rasul maka mereka
termasuk orang-orang yang mendapatkan ujian atau musibah yang jauh lebih
‘dahsyat’ jika dibandingkan dengan bencana yang menimpa ummat manusia di zaman
ini. Namun dengan musibah yang mereka hadapi justru akan semakin memantapkan
keimanannya kepada Allah, mereka pun sabar dan tabah mengahadapi segala bentuk musibah
dan memaknainya sebagai ujian penguat keimanan untuk mengangkat derajatnya di
hadapan Allah.
Bencana Sebagai Peringatan
Bencana
alam yang melanda berbagai tempat di muka bumi ini mungkin saja memiliki makna
untuk membangunkan manusia dari tidur lelapnya. Misalnya kelalaian yang menenggelamkannya
dalam kenikmatan duniawi sehingga lupa akan tanggung jawab di hadapan Allah, atau
keserakahannya mengambil keuntungan dengan merusak sumber daya alam sehingga
dapat memicu reaksi alam dan merespons perlakuan tangan-tangan jahil manusia.
Kelalaian
dan kekhilafan tersebut dapat mengundang datangnya musibah atau bencana yang diturunkan
oleh Allah. Dengan demikian, bencana yang datang kepadanya akan menjadi
peringatan akan kelalaian, dosa dan kesahalahannya sehingga mereka dapat
kembali mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyatakan hal tersebut: “Dan Sesungguhnya kami merasakan kepada
mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar,
Mudah-mudahan mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS. As Sajdah: 21)
Jadi
selain sebagai ujian keimanan, bencana alam yang marak terajadi saat ini
mungkin saja sebagai peringatan Allah kepada ummat manusia yang lalai agar
kembali pada kebenaran. Oleh karena itu, ditengah beragam bencana yang melanda
negeri ini, coba bertanya dengan jujur pada diri sendiri, bagaimana tingkat
keimanan kita kepada Allah dan perlakuan kita terhadap alam? Apabila kita
termasuk orang yang lalai dan sering berbuat kerusakan, maka jawaban atas bencana
yang menimpa adalah peringatan atas kesalahan dan kelalaian selama ini. Namun
jika kita termasuk hamba-Nya yang taat, maka segala musibah atau bencana merupakan
ujian menuju tingkat keimanan yang lebih tinggi. Semoga kita mampu memaknai
‘pesan’ dari setiap bencana yang terjadi.
Achmad Firdaus
Pengurus International Student Society
National University of Singapore
Pengurus International Student Society
National University of Singapore