Islamedia - Dua sampai tiga
bulan telah berjalan. Baru saja kita lewati awal dua tahun baru yang seolah datang
tak berselang. Awal Tahun baru Islam 1435 H, & awal tahun baru 2014 M yang
sudah mulai berjalan. Perubahan tahun adalah moment berharga untuk kita &
semua orang. Ia adalah masa evaluasi amal di tahun yang telah lewat. Di sisi
lain, ia juga adalah masa perencanaan kualitas segala amal di tahun yang baru
datang.
Telah kita pahami
bersama, perhitungan tahun Hijriah ditentukan berdasarkan awal masa peristiwa
Hijrah Nabi SAW ke Madinah. Hijrah Nabi SAW pun akhirnya menorehkan sejarah tuntunan
pada kita. Namun sejarah Hijrah Nabi tidak hanya tentang perubahan domisili wilayah pendidikan & da’wah
Islam. Ia juga tentang perubahan semangat hidup manusia-manusia yang ada
didalamnya. Terutama, setelah Nabi SAW memperkenalkan
Islam pada mereka.
Di sana, perubahan
kualitas adab & hubungan sosial, akhirya berhasil menghancurkan budaya-budaya
lama. Budaya yang jahiliyah dan stagnan.
Sejarah hijrah Nabi Muhammad & masyarakat Islam awal, oleh karenanya juga
sejarah tentang perubahan sosial yang sangat cepat. Bahkan yang paling cepat
yang pernah tercatat. Ia adalah “prototipe”
sempurna sebuah pembentukan peradaban baru yang mulia. Ia bisa dicontoh oleh
semua masyarakat di dunia. Bisa ditauladani untuk merubah nasib keterpurukan
bangsanya.
Cahaya Hijrah Islam
telah mengubah status & fungsi setiap kehidupan individual. Kemudian,
segera setelahnya, ia juga telah mengubah kehidupan sosial di sekitar mereka. Tak
lama setelah Nabi Muhammad SAW wafat, orang-orang yang telah muslim dari semua
kelas sosial yang ada, akhirnya dengan cepat menaklukan tatanan sosial di dunia
yang semula berkelas-kelas & eksploratif terhadap sesama.
Cahaya hijrah Islam
yang ditaati tuntunan & ajarannya, telah merubah kehidupan sosial secara (revolusioner). Yaitu perubahan mendasar
yang dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Darimanakah kesimpulan itu
didapat? Mari kita meneropong hal tersebut pada dua bentuk mobilitas sosial pada masyarakat Islam periode awal yang
spektakuler. Kita akan memotret mobilitas
sosial intragenerasional & mobilitas sosial intergenerasional yang
terjadi pada waktu itu.
Mobilitas Intergenerasional
Mobilitas ini
menunjuk pada perubahan kerja atau status & peran sosial anak dalam
hubungannya dengan orang tua mereka. Hal ini bisa dilihat dengan memotret kejadian
antara generasi orangtua dengan anaknya dalam pekerjaan/status sosialnya. Mari kita
lihat kisah sosial masyarakat Islam awal, seperti apa yang telah diteliti &
dipaparkan dalam buku “Social Mobility in
Islamic Civilization – The Classical Period” oleh Prof. M.A.J. Beg, seorang Guru
Besar dari Universitas Kebangsaan Malaysia ;
Adalah Abu Thalib, yang hanya seorang penjual
wewangian (‘itr). Namun Ali anaknya, terkenal karena kecerdasannya.
Prestisnya sangat tinggi karena selalu mendampingi Rasulullah. Menjadi pembawa
bendera Rasulullah pada saat perang Badar & pada tiap perundingan. Ia dipercaya menjadi khalifah ke-4 dalam
Islam.
Lihat pula Al’ Awwam, yang seorang penjahit baju (khayyat) & juga penjual gandum (hannat). Anaknya; Zubair bin Al Awwam berhasil dikenal sebagai pengusaha besar tempat pemotongan daging (jazzar). Ketika telah muslim ia menjadi
politisi yang terkenal. Ia juga termasuk milliuner awal dalam masyarakat Islam.
Sedangkan Abdullah bin Al Zubair sang
anak, suatu saat telah menjadi Khalifah di Hijaz.
Kita pun akrab
dengan nama Abu Sofyan, seorang
penjual minyak & kulit. Anaknya, Yazid
bin Abi Sufyan menjadi Gubernur Syria pada masa pemerintahan Umar. Begitu
pula Muawiyah bin Abi Sufyan, anaknya yang lain, ia menjadi Gubernur Syria
selama 20 tahun. Setelah itu ia pun menjadi Khalifah pada Dinasti Umayyah.
Mari kita lihat
pula Al ‘As bin Wail, yaitu seorang pawang
hewan (baytar) unta & kuda.
Anaknya yang bernama Amr bin Al-‘As, adalah komandan pasukan
yang menaklukan Mesir dengan bendera cinta da’wah Islam.
Tengok juga Khaththab bin Nufail yang seorang ‘marraq”. Yaitu penyamak kulit &
pengrajin pembuat panah. Anaknya yang bernama Umar bin Khaththab adalah shabat Nabi yang menjadi negarawan besar &
juga Khalifah kedua dalam Islam.
Ada lagi seorang
penjual tanah (dihqan) dari Isfahan.
Anaknya yang bernama Salman Al Farisi,
yang telah ditipu oleh beberapa saudagar & dijual sebagai budak. Dengan membersamai perjuangan Rasul serta mendapat
tempaan hidayah & ajaran Islam dari beliau, ia akhirnya memperoleh status
yang tinggi di masyarakat Islam. Pada masa Khalifah Umar, ia bahkan orang yang
pertama kali menjadi Gubernur di ibu kota Sasaniyah Mada’in (Ctesiphon) di dekat Baghdad.
Subhanallah! Sangat
spektakuler! Begitulah, dalam semangat
cahaya hijrah Islam yang dibimbing oleh Rasulullah SAW, mereka melakukan
lompatan-lompatan terbaik dalam kehidupan diri, keluarga & masyarakatnya.
Mobilitas Intragenerasional
Mobilitas intragenerasional
adalah tentang kerja, atau status seseorang selama hidupnya (karier). Disini
kita akan menyaksikan contoh historis tentang perubahan sosial & status pada
kaum muslimin awal. Ini berarti juga akan menunjukkan kadar atau tingkat
mobilitas sosial dalam masyarakat Islam
periode awal tersebut. Mari kita tengok beberapa kisah di bawah ini
sebagai contohnya;
Siapa yang tak
kenal Bilal bin Rabah? Seorang budak Habasy
(Ethiopia) yang telah dimerdekakan statusnya oleh Abu Bakar. Yang pernah disiksa
oleh tuannya karena “kesalahannya” masuk Islam. Ialah muadzin pertama. Pada era
Umar bin Khaththab, ia memperoleh status yang sama dengan Utsman, Sa’ad bin Abi
Waqaz & Ali serta sahabat lainnya. Bahkan dalam daftar pensiun perang Ia
menerima 5.000 dirham setahun sebagai seorang veteran Perang Badar seperti yang
lainnya. Ia pun dinikahkan dengan gadis Quraisy dari Bani Zuhrah yang
prestisius.
Lihat pula disana
ada Anas bin Malik! Seorang pemuda
yang cerdas. Semasa hidupnya ia adalah pelayan (khodimat) Nabi SAW. Pada masa Islam, ia memperolah posisi yang
amat tinggi sebagai seorang ahli kearsipan. Sebagai seorang pembawa berita
besar tentang tradisi Islam yang merujuk pada kehidupan Nabi (hadist).
Umar bin Khattab, yang telah kita kisahkan di atas, sejarah
hidupnya juga bisa kita jadikan contoh. Semasa hidupnya Umar adalah seorang
makelar (dallal). Atas bimbingan Nabi
SAW, ia menjadi penegak Islam yang hebat, pembela Islam yang konsisten. Untuk
itu statusnya makin kuat. Prestisnya hampir tak ada yang menyamainya, hingga ia
pun menjadi Khalifah Islam.
Tengoklah pula di
sana ada Sa’ad bin Waqas! Pada era
hidupnya ia adalah seorang pengrajin pembuat panah. Namun karena semangat &
cahaya hijrah Islam pula, ia memimpin bala tentara muslim menaklukkan Irak.
Lalu menjadi Gubernur di Irak. Kekayaannya cukup banyak. Menjelang ajalnya, ia
memliki harta barokah sebanyak 250.000 dirham.
Masih banyak
contoh-contoh spektakuler lain tentang efek semangat berhijrah. Namun, pada
halaman ini, kita akan tutup dengan contoh kisah hidup Abu Ubaidah bin Jarrah. Mulanya
Ia hanya seorang penggali lubang kubur! Namun pada masa Islamnya, Ia adalah
seorang pemimpin besar militer. Integritas pribadinya tak ada yang meragukan,
baik dari kalangan kawan maupun lawan. Ia pula mendapat gelar “Amin Al Ummah” dari Nabi SAW. Sebuah
gelar yang membuat sahabat lainnya iri akan kebaikannya. Umar menunjuknya
sebagai pempimpin tentara Islam yang mengusir tentara Byzantium dari Syria. Ia
lah yang menyebarkan panji-panji Islam di jantung Syria.
Itulah mereka para
generasi Islam awal. Cahaya hijrah diserbukkan oleh Rasulullah Muhammad SAW ke
dalam hati mereka. Hingga akhirnya mereka berhasil melakukan lompatan
perubahan. Perubahan pada kualitas diri mereka, keluarga dan juga
masyarakatnya. Hingga tercipta cerahnya cahaya Islam dalam sebuah peradaban.
Merekalah putik-putik bunga peradaban yang melegenda dikenang. Semangat hijrah
dalam hatinya, telah menuntun masyarakat dunia menuju perbaikan kualitas
peradaban.
Kini ....., didepan
kita ada anak-anak kita. Merekalah putik-putik muda peradaban bangsa. Namun
kita juga tahu, tak semua putik bisa
menjadi bunga.
Karenanya, mari
kembali bersemangat “hijrah” di awal
tahun baru ini. Mari bantu semai dan serbukkan cahaya hijrah Islam pada hati
generasi muda kita. Agar kelak, ia bisa menghadirkan perubahan. Perubahan pada kualitas
dirinya, keluarga & juga pada masyarakatnya. Agar nantinya, tumbuh banyak
lagi bunga-bunga peradaban Islam. Bunga
peradaban, yang kan turut meninggikan martabat
kehidupan bangsanya dalam naungan Isam.
....إِنَّ
اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mulai mengubah apa apa yang pada diri mereka ” .
{Al Qur’an Surah Ar Ra’d: 11}
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mulai mengubah apa apa yang pada diri mereka ” .
{Al Qur’an Surah Ar Ra’d: 11}
Rosnendya Yudha Wiguna
-Mahasiswa Pascasarjana - Magister Pemikiran Islam
UMS
-KADIV Pendidikan dan Kebudayaan – Remaja Masjid
Agung Surakarta