Hafalan & PTN Favorit, Apa Hubungannya? -->

Hafalan & PTN Favorit, Apa Hubungannya?

Zaid A
Kamis, 06 Februari 2014

Islamedia - Cerita ini berawal saat kami mendaftar ulang duo Rin-Nin ke sebuah boarding. Rin masuk SMAITnya, Nin masuk SMPITnya. Alhamdulillah paket hemat, dalam satu boarding jadi manajemennya gak ribet2 amat, semoga. Nah, saat daftar ulang tersebut, guru di sana bercerita bahwa saat ini, banyak sekali kemudahan-kemudahan bagi anak-anak yang hafalan Qurannya memadai. 

Beberapa PT, termasuk PTN ternama, saat ini memberikan privilege pada anak muda penghafal Quran, baik hafal sebagian atau seluruhnya. UNS misalnya, menjanjikan: jika hafal 10 juz bisa masuk tanpa test, kecuali fakultas kedokteran dan… (apa lagi satunya, lupa) yang mensyaratkan 30 juz. Untuk dua fakultas itu selain tanpa test, juga bebas biaya, gratis tis sampai lulus. Wow.
 

Selain itu, saat Al-Kahfi menyelenggarakan Education Festival yang diresmikan gubernur Jabar, maka pak gubernur  saat itu  menyatakan: memberikan ‘hadiah’ bagi yg hafal 30 juz untuk masuk tanpa test dan beasiswa 4 tahun penuh di ITB dan IPB, plus beasiswa dari gubernur 10 juta. Salute for aher. Mungkin ini realisasi dari harapannya seperti yang dilansir di sini. Semoga kebijakan ini juga diiringi kebijakan yang lebih ‘lunak’ dari rektor ITB dan IPB, tidak hanya yang hafal 30 juz tetapi juga hafal 10, 15 atau 20 juz, seperti kebijakan Rektor UNS.

Selain itu, beberapa PTN yang menginduk ke Kemenag (UIN) juga ternyata telah lama menerapkan privilege semacam ini. Juga beberapa PTS yang basisnya Islam. Kebijakan yang bagus tentunya, meskipun saya nilai itu wajar banget lah. Kan mereka PT yang berbasis Islam, lah kalau tak memberikan apresiasi pada anak muda penghafal Quran, malah kebangetan namanya. Tetapi, saat kebijakan itu juga diberlakukan di PTN-PTN ternama di bawah Kemdikbud, tentu ini sebuah terobosan besar. Semoga kebijakan ini diikuti oleh PTN ternama lainnya. Apa kabarnya Rektor UGM, UI, Undip, Unsoed, USU, Unair, Unand, dan lain-lain? Saya menunggu dengan harap-harap cemas :)

Nah, untuk PTS berbasis Islam, yang saya dengar waktu itu antara lain Universtas Ibnu Chaldun Bogor, yang bahkan mengapresiasi anak yang baru hafal 2 juz untuk bebas tes masuk dan beasiswa di tahun pertama (kalau saya gak salah denger). Ini info baru saya dengar dari satu orang. Ada juga STEI Tazkia milik pak Syafii Antonio, yang juga memiliki kebijakan beasiswa bagi penghafal Quran. Tentu senang sekali jika ada yang mau menambahkan, atau mengoreksi?

Penasaran dengan berita ini, eh ada teman baik yang lalu membantu gugling berita-berita serupa. (terima kasih ya mas Harsono). Misalnya berita tentang UNS tadi, dapat disimak di sini. Sedang kebijakan rektor UII untuk para penghafal 30 juz dapat dilacak di sini. Selain itu, UIN Malang dan Unmer Malang juga memberikan beasiswa bagi penghafal minimal 10 juz, beritanya di sini dan disini.

Ohya, caranya bagaimana? Berdasar informasi dari guru yang selama ini menguruskan SMPTN ke UNS, pihak lembaga (SMA atau sederajat) harus mengirimkan syahadah (piagam) bukti jumlah hafalan anak tersebut kepada humas PT yang bersangkutan (bisa difax). Lalu anak mengikuti SMPTN seperti biasa, namun dengan perlakuan sebagai jalur undangan. Saya juga kurang paham, tapi saya rasa itu soal teknis yang bisa kita telisik ke PTN yang bersangkutan.

Semua berita di atas, tentu busyro, berita gembira yg luar biasa. Jaman saya SMA, kemudahan semacam ini belum ada (lah emang apal berapa juz? Wek ). Semoga makin memacu anak-anak kita utk menjadi generasi Rabbani, generasi yang mempelajari (dan menghafalkan) Quran lalu mengajarkannya. Allahu, mudahkan bagi kami dan keturunan kami untuk menjaga Quran di hati, lisan dan sikap kami.

Namun, ada juga yang berkomentar dengan postingan saya itu, “Lho, kok jadi menghafal untuk mengejar dunia?”
 

Eits, sebentar. Ini perlu dibahas. Saya memandang ini sebagai sebuah keberkahan, di antara sekian banyak keberkahan buat para penghafal Quran, baik di dunia maupun di akherat. Jika masalah mengejar dunia atau tidak, itu dikembalikan pada niat masing-masing. Sedangkan skup ibadah, aspeknya sangat luas. Bekerja mencari nafkah pun ibadah, jika diniatkan karena Allah dan tidak melanggar rambu-rambuNya. Lalu, apakah orang akan dikatakan mengejar dunia juga, saat dia mengharapkan upah setelah dia bekerja?
 

Jadi, jangan buru-buru labelling deh, mari dudukkan persoalan pada tempatnya :)

Aniwey, berita gembira ini pun saya sampaikan waktu saya menelpon Rin yang masih berada di boardingnya. Setiap menelpon, memang salah satu topik yang selalu dia bincangkan adalah masalah hafalannya, “Ibu, sekarang aku masuk surat ini, doain lancar yaa”
 

Saat saya ceritakan tentang kebijakan beberapa PTN ternama yang membebaskan tes masuk & beasiswa karena hafalan quran, dia sangat antusias,”Yang bener bu? Aku mauuuu!”

“Okey, kalau begitu lulus SMA nanti minimal 10 juz ya kak, biar bisa masuk tanpa tes”
“Gak ah, 15 juz aja. Bismillah semoga bisa”
“Lho, syarat UNS 10 juz kok”
“Kan kalau 15 juz ibu janji mau kasih hadiah umroh” (Oalah, kesitu to maksudnya)
“Okey, bismillah. Lebih dari 15 juz juga bagus. Apalagi 30 juz. subhanallah…”
“Hehe, gak tahu dah. Tapi dicoba”


Salah satu kebahagiaan orang tua adalah melihat anak-anaknya bersegera dalam kebaikan, termasuk dalam menjaga kalam-Nya, dengan berusaha menghafalnya. Maka, renungan bagi kita yang kini sudah beranjak menua adalah: Mencita-citakan menjadi hafidz/hafidzah bagi tiap individu, bukan tak mudah, namun harus terus diasah. Semoga kita semua juga memiliki cita-cita yang sama, yang entah tercapai pada umur berapa. Tapi paling tidak, sebelum ajal tiba.
——–
pamulang disela hujan, awal pebruari 2014
muktia farid 

@muktiamini